Perjuangan untuk mendukung hak-hak rakyat Palestina kembali diselenggarakan secara akbar di Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, pada hari Minggu (5/11) dengan tajuk “Aksi Aliansi Rakyat Indonesia Bela Palestina”.
Aksi ini dihadiri oleh berbagai organisasi masyarakat, organisasi keagaman, serta tokoh-tokoh penting seperti Menteri Luar Negeri Indonesia, Wakil Ketua MPR, hingga Ketua DPR RI. Setidaknya terdapat 1,5 juta massa yang mengikuti aksi ini dan menyatakan dukungannya atas nama kemanusiaan.
Pentingkah Memboikot Produk yang Mendukung Israel?
Bentuk lain dari solidaritas antara Indonesia dengan Palestina adalah dengan dilakukannya usaha boikot besar-besaran terhadap berbagai produk yang berafiliasi dengan Israel. Efektivitas pelaksanaan boikot sempat dipertanyakan masyarakat.
Ipan Effendi (Ipan), salah satu anggota Himpunan Ahlussunnah untuk Masyarakat Islami (HASMI), memandang bahwa pemerintah sudah memenuhi kewajiban mereka. “Sebagai bangsa Indonesia yang beragama, yang meyakini bahwa Palestina adalah saudara kita, perjuangan perlu dilakukan. Boikot produk-produk (yang berafiliasi dengan) Israel menjadi salah satu cara perjuangan ekonomi untuk menurunkan kekuatan Israel,” jelas Effendi.
Sementara itu, Musabi Harabizah (Izah), perwakilan dari Rumah Quran, mengatakan bahwa boikot bukan merupakan solusi untuk permasalahan ini, tetapi dilakukan karena memberikan dampak yang cukup besar bagi perekonomian Israel.
Izah menambahkan, “ketika semua bersatu (untuk) memboikot, otomatis ekonomi mereka akan turun dan akhirnya mereka tidak bisa membuat atau membeli senjata. Meskipun mungkin mereka punya uang di negara lainnya, menurut saya itu (tetap) berdampak apalagi kalau kita semua bersatu untuk pemboikotan.”
Sentimen persaudaraan bangsa Indonesia dengan Palestina juga diwujudkan melalui tindakan pemerintah Indonesia dalam merespons genosida rakyat Palestina. “Baru-baru ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengirimkan dua pesawat bantuan (kemanusiaan). Menurut gue, semakin banyak bantuan yang bisa kita kirim, (akan semakin mempermudah) diplomasi supaya negara yang mendukung Israel kena sanksi atau sesuatu, so they stop,” ungkap aktris Nadine Alexandra, salah satu peserta aksi.
Bantuan tersebut bukanlah bantuan terakhir yang akan dikirimkan oleh pemerintah Indonesia. “Bantuan tahap pertama sudah diberangkatkan dan dilepas langsung oleh Presiden Joko Widodo dan bantuan selanjutnya akan dipersiapkan,” ujar Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam pidatonya.
Menentang Kebisuan: Sifat Netral dan Pasif Sama Seperti Pembunuh
Genosida yang sedang dialami bangsa Palestina menimbulkan berbagai macam reaksi. Saat ini pun masyarakat terpecah menjadi berbagai kelompok, yaitu masyarakat yang bersikap netral, mendukung, dan menentang Israel. Nadine, aktris yang turut serta dalam aksi, berpendapat bahwa sikap netral bukanlah pilihan.
Nadine menegaskan, “I don’t think there is anything such as neutral. Diam itu berada di pihak opresor. Gimana bisa netral kalau ada pihak yang jelas-jelas dihancurkan setiap hari? Netral itu kalau misalkan ini perang antara dua pihak yang sama-sama kuat dan sama-sama punya tentara, mungkin itu beda cerita. Tapi kalau kita lihat berita yang tiap detik muncul, jelas-jelas ini serangan terhadap civilian.”
Ustaz Bachtiar Nazir juga menegaskan bahwa diam dan pasif bukanlah tindakan yang tepat. “Kalau kita melihat mereka (rakyat Palestina) terbunuh tapi kita diam saja, bukankah kita sama saja membunuh mereka?”
Aksi ini merupakan tindakan yang dilakukan masyarakat Indonesia untuk menyuarakan dukungan kepada rakyat Palestina. Namun, adanya keterbatasan sumber dan akses membuat masyarakat secara umum tidak dapat bertindak lebih jauh. Maka dari itu, langkah-langkah konkret dari pihak-pihak berwenang seperti pemerintah sangat diperlukan.
Harapan dan Suara untuk Rakyat Palestina
Izah berharap agar pemerintah dapat lebih lantang dalam menyuarakan pembebasan rakyat Palestina. “ Kalau mereka bisa menyuarakan, otomatis kita (masyarakat) di bawahnya semua (bisa) ikut,” ujar Izah.
Ia juga menegaskan agar pemerintah dapat menyampaikan kebenaran sehingga tidak ada perpecahan. Izah menyampaikan, “kita (masyarakat) juga terpecah karena adanya beberapa berita yang menyiarkan kalau Hamas buatan Israel dan lain-lain. Padahal, kita inginnya pemerintah menyampaikan kebenaran, sehingga semua umat bersatu.”
Harapan juga muncul dari perspektif yang lebih luas, yaitu perdamaian antarsesama manusia tanpa mengutuk etnis-etnis tertentu. Nadine mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap pemerintah Israel yang mendukung zionisme, namun ia juga menegaskan bahwa ia tidak mendukung antisemitisme atau islamofobia, karena keduanya merupakan sikap yang salah.
“Sekarang, kita bisa melihat banyak sekali orang Yahudi, entah itu di Israelnya sendiri maupun di Amerika Serikat yang sangat tidak mendukung apa yang dilakukan Israel. Jadi, apapun itu ujung-ujungnya kita harus ingat bahwa kita (adalah) sesama manusia,” tegas Nadine.
Selain itu, generasi muda dalam era digital juga diharapkan untuk ikut menyuarakan dukungannya terhadap rakyat palestina dengan memanfaatkan media sosial. Izah mengungkapkan,” kita sebagai generasi yang hebat di media sosial, salah satu cara yang mungkin dapat kita lakukan adalah terus menyuarakan (dukungan terhadap rakyat Palestina) di media sosial, karena sekecil apapun itu akan sangat berpengaruh.”
Editor: Anindya Vania, Marshellin Fatricia, Muhammad Syakhsan, Tara Saraswati, dan Yehezkiel Raka Paskalis
Discussion about this post