Dalam beberapa dekade, perubahan iklim dunia menjadi topik paling sensitif untuk dibahas pada berbagai forum diskusi. Panas bumi berada pada tingkat yang tidak wajar mengakibatkan ketidakstabilan populasi hewan maupun manusia sehingga menjadi urgensi bersama. Fenomena ini disebabkan oleh aktivitas manusia yang menghasilkan emisi karbon dioksida dan gas metana seperti proses pembuatan susu dan daging yang menyumbang sebagian besar gas metana. Tidak hanya itu saja, tak disangka-sangka bahwa aktivitas olahraga juga menyumbang emisi karbon dioksida.
Olahraga ini dirancang untuk elit dan dikonsumsi secara massal sehingga estimasi uang sponsor dapat meraup keuntungan minimal 66 miliar dolar Amerika. Formula 1 merupakan balap mobil kelas tertinggi yang diatur oleh Federasi Otomotif Internasional. Mobil dengan kecepatan rata-rata 379 km/jam ini adu kecepatan untuk memenangkan setiap balapan. Maka dari itu, perlombaan sejatinya tidak hanya terjadi di sirkuit saja, anggota tim selain driver memiliki tugas menciptakan mobil yang dapat berkompetisi hingga memenangkan pertandingan.
Layaknya kontrak kehidupan, setiap perbuatan memiliki dampak setelahnya. Hal ini pun tidak bisa dihindari oleh rangkaian ajang Formula 1 (F1) yang menyangkut kehidupan manusia di masa depan. Aspek lingkungan menjadi perhatian sekaligus pertanyaan mengenai langkah apa yang dilakukan oleh F1. “Apakah Formula 1 perlu dihentikan untuk lingkungan yang berkelanjutan?” atau “Apakah bisa menjadikan F1 sebagai ajang yang lebih ramah lingkungan?”. Pertanyaan-pertanyaan ini dapat terjawab melalui perspektif dampak terhadap lingkungan. Hal yang terpenting jika tetap dilaksanakan, “Apakah para tim yang berlaga mampu menciptakan mobil yang tidak mengurangi kualitas perlombaan dan tidak memberikan dampak buruk kepada lingkungan?”.
The Environmental Impact of Formula 1
Mesin Formula 1 menggunakan “Hybrid Power Units” yang menghasilkan karbon dioksida dan dinitrogen oksida. Karbon dioksida yang dikeluarkan sebesar 17 metrik ton per mobil. Jumlah ini terbilang besar jika dibandingkan dengan karbon dioksida yang dihasilkan oleh mesin motor biasanya. Dengan demikian, mesin ini telah dimodifikasi lebih ramah lingkungan, sehingga dapat mengurangi 35% emisi karbon dioksida daripada mesin yang digunakan sebelumnya pada tahun 2014. Mesin yang sudah dimodifikasi ini hanya menyumbang 30% dari total emisi yang ditimbulkan oleh F1 secara keseluruhan. 70% sisanya berasal dari operasi logistik, operasi acara, dan komponen mobil lainnya yang menghasilkan emisi.
Dua puluh mobil Formula 1 menghabiskan sekitar 150.000 liter bahan bakar sepanjang musim balap mobil. Angka ini sama dengan bahan bakar yang dihabiskan pesawat Boeing bermesin empat dalam penerbangan sepuluh jam. Memang dalam hal bahan bakar untuk mobil F1 sendiri tidak banyak menyumbang emisi karbon dioksida. F1 sendiri juga menyatakan bahwa bahan bakar yang mereka gunakan sudah ramah lingkungan. Menurut Chief Technical Officer F1, Pat Symonds, ada tiga macam biofuel. Pertama, biofuel terbentuk dari tanaman yang khusus dibudidayakan untuk pembuatan biofuel. Kedua, terbuat dari sisa bahan makanan atau biomassa. Terakhir, e-fuel atau bahan bakar yang dibuat dari sintetis.
Operasi logistik F1 sering diabaikan dampaknya karena prosesnya yang tidak terlihat. Padahal, operasi logistik F1 menyumbang 45% dari total emisi karbon yang dihasilkan. Bahkan, total emisi yang dikeluarkan lebih besar daripada mobil itu sendiri. Perpindahan lomba balap di negara yang berbeda memuat tim dan semua logistik untuk perlombaan. Operasi logistik dilakukan melalui jalur darat, udara, dan laut. Operasi logistik F1 juga merupakan operasi logistik terbesar yang menyumbang emisi dibanding bidang operasi logistik lainnya. Sayangnya, tidak ada peraturan yang membatasi jumlah muatan dalam perpindahan logistik jalur udara maupun laut. Fakta ini perlu diperhatikan oleh pihak penyelenggara F1. Jika benar-benar peduli terhadap lingkungan, besarnya porsi logistik (lihat gambar 1) perlu langkah konkrit untuk mengurangi porsi emisi karbon yang dihasilkan.
(https://www.ft.com/content/aecac667-7de5-4e9b-a071-22773ff83e52)
Initiatives Towards Sustainable F1
Sudah banyak usaha yang dilakukan oleh F1 dan tim untuk mendukung keberlanjutan. Seperti bensin yang bersumber dari energi alternatif, mesin yang didukung oleh ERS, dan inovasi dalam energy recovery system. Bukan hanya F1 dan tim yang ikut berpartisipasi dalam mendukung adanya keberlanjutan, FIA juga turut andil dalam menciptakan lingkungan perlombaan motor sport yang lebih berkelanjutan.
FIA merupakan organisasi internasional yang mengatur olahraga otomotif seperti Formula 1 dan Formula 2. FIA mengeluarkan standarisasi lingkungan bintang tiga dan Formula 1 menjadi perlombaan motor sport pertama yang mencapai standarisasi ini. Standarisasi ini merupakan standarisasi dengan level tertinggi dalam pengakuan environmental sustainability yang diberikan oleh pemerintah bidang olahraga. Tidak hanya kesepuluh tim, tetapi juga mitra global Pirelli dan tuan rumah sirkuit seperti Italia, UAE, Spanyol, dan Belgia sudah mendapat akreditasi lingkungan bintang tiga dari FIA.
Mesin yang digunakan pada mobil Formula 1 merupakan salah satu dari langkah untuk mendukung keberlanjutan. Mesin rumit ini, perlu pre-start rutin yang dilakukan oleh teknisi terbaik. Mesin yang digunakan pada F1 juga merupakan hybrid power units atau teknisi menyebutnya “power unit” yang terdiri mesin berbahan bakar bensin dan mesin yang menggunakan listrik. Power units didukung oleh Energy Recovery System (ERS). ERS bekerja dengan cara memulihkan tenaga dari knalpot dan rem kemudian mengubahnya menjadi listrik yang dimana bisa langsung menggerakkan mobil maupun energi disimpan di baterai mobil.
Hybrid power units atau power units bersumber salah satunya dari wind-diesel, dimana ia menghasilkan karbon emisi lebih rendah dari pada proses mesin lainnya. Selain itu, harga yang dikeluarkan untuk membuat mesin ini jauh lebih murah dari pada mesin yang sebelumnya dipakai di perlombaan. Formula 1 juga menyatakan bahwa mereka akan terus mengembangkan mesin yang lebih ramah lingkungan dengan biaya yang jauh lebih rendah.
Social Responsibility and Community Engagement
Peran F1 dalam komitmennya akan keberlanjutan sudah dimulai sejak tahun 2019. Melalui kampanye Net Zero 2030, F1 berkomitmen untuk menghadirkan balapan yang ramah lingkungan. Komitmen Net Zero 2030 ini akan mentransformasi regulasi penggunaan mesin F1 dari mesin yang mengandalkan pembakaran internal (internal combustion engine) menjadi mesin berbasis hibrida (hybrid power unit). Hal ini akan akan menggunakan lebih sedikit bahan bakar, tetapi menghasilkan tenaga yang lebih besar.
Demi keberhasilan proyek ini, F1 bekerja sama dengan perusahaan minyak dan gas Aramco (Arabian American Oil Co) dalam menghasilkan sistem tenaga rendah karbon. F1 dengan Aramco berkomitmen untuk menghasilkan riset mengenai bahan bakar yang ramah lingkungan. Dengan memanfaatkan sekitar 90% bahan bakar fosil dan 10% etanol terbarukan bernama E10.
Selanjutnya, F1 menyadari bahwa isu ini merupakan peran penting dari semua organisasi yang terkait. Hasil riset telah membuktikan bahwa F1 memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap berbagai industri seperti konstruksi, otomotif, penerbangan, dan lainnya. Oleh karena itu, Chase Carey selaku mantan CEO F1 berharap kalau kampanye Net Zero 2023 bisa memberikan dampak positif terhadap lingkungan dan juga komunitas di tempat F1 beroperasi1Dixon, E. (2019, November 12). F1 announces plans to go carbon neutral by 2030. https://www.sportspromedia.com/news/f1-carbon-neutral-2030-liberty-media-chase-carey/?zephr_sso_ott=KmMTp2.
Raising Awareness and Inspiring Change
Komitmen Net Zero 2023 oleh F1 ini juga tercermin oleh beberapa pengemudinya. Contohnya, mantan juara F1 yaitu Nico Rosberg, menunjukkan keseriusannya terhadap keberlanjutan. Rosberg dengan tegas berpendapat pentingnya menarik perhatian terhadap krisis iklim, sesuatu yang ia tidak terlalu pikirkan selama karir balapnya. 2Partridge, J. (2023, June 13). ‘I want to do something significant’: ex-F1 champion Nico Rosberg on his sustainable entrepreneurship. Retrieved from https://www.theguardian.com/business/2023/jun/13/i-want-to-do-something-significant-ex-f1-champion-nico-rosberg-on-his-sustainable-entrepreneurship.
Tidak hanya itu, komitmen terhadap keberlanjutan juga ditunjukkan oleh Sebastian Vettel, yang telah meraih gelar F1 sebanyak empat kali. Ia kerap melakukan tindakan seperti membersihkan podium setelah selesainya balapan. Hal ini ia lakukan karena ia ingin memberikan pengaruh terhadap orang lain mengenai kebersihan dan pentingnya daur ulang. Selanjutnya, Vettel juga mengatakan peran F1 dalam mengatasi keberlanjutan dan perubahan iklim mempunyai potensi yang signifikan untuk mengadvokasi isu tersebut 3Edmondson, L. (2021, August 24). Vettel is pushing for sustainability in Formula One, one piece of trash at a time. ESPN. Retrieved August 30, 2023, from https://www.espn.com/f1/story/_/id/32076241/sebastian-vettel-pushing-sustainability-formula-one-one-piece-trash.
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, F1 memiliki potensi besar untuk memberikan pengaruh terkait isu keberlanjutan. Salah satu inisiatif yang dilakukan F1 adalah Formula 1 Powerboat World Championship yang pernah diadakan di Danau Toba. Acara ini berfokus pada pengembangan konsep berwisata yang dapat memberikan dampak jangka panjang, baik itu terhadap lingkungan, sosial, budaya, serta ekonomi.
Future Outlook and Challenges
Disaat dunia semakin beralih ke mobil bertenaga listrik, F1 masih menggunakan mesin V6 dimana bensin sebagai bahan bakar utamanya. Meskipun demikian, mereka sudah berupaya untuk mengatasi masalah ini dengan komitmennya terhadap keberlanjutan dan bebas karbon pada tahun 2030. Namun, dalam menyelesaikan masalah ini tentunya ada berbagai tantangan yang harus dihadapi F1. Salah satunya dalam aspek logistik dan juga perjalanan bisnis, F1 harus memindahkan peralatan, perlengkapan, dan sumber daya manusia ke berbagai dunia demi menjalankan acaranya. Kedua hal tersebut berkontribusi sebesar 72,7% terhadap jejak karbon F1. Hal ini sangat membutuhkan bahan bakar yang signifikan, sehingga berkontribusi besar terhadap jejak karbon F1.
Selain itu, tantangan yang harus dihadapi adalah konsumsi energi yang digunakan pada saat acara untuk menunjang fasilitas seperti penerangan, perhotelan, pusat media, dan peralatan lainnya. Hal ini berkontribusi sebesar 27,3% terhadap jejak karbon F1.
Sejak pertama kali F1 merilis strategi untuk mengurangi jejak karbonnya di tahun 2017, mereka sudah berhasil mengurangi jejak karbonnya sebesar 17% di tahun 2021 4Cooper, A. (2023, June 13). F1 reports progress towards 2030 net zero target. Autosport. Retrieved September 2, 2023, from https://www.autosport.com/f1/news/f1-report-progress-towards-2030-net-zero-target/10482248/. Selanjutnya, komitmen F1 terhadap keberlanjutan didasari atas tiga pilar yaitu mencapai bebas karbon pada tahun 2030, menyelenggarakan dan juga mendukung acara-acara yang berkelanjutan, dan memastikan acara olahraga F1 lebih beragam dan inklusif. Fokus utama F1 untuk mengurangi jejak karbonnya adalah pada logistik perjalanan yang berkontribusi dua pertiga total jejak karbon F1. Dalam mewujudkan net zero pada tahun 2030, ada beberapa hal yang harus digaris bawahi, seperti mengubah proses operasi untuk mengirim lebih sedikit, melakukan perjalan yang berjarak pendek dan berbobot ringan. Dengan demikian, tindakan-tindakan ini sangat mengandalkan perubahan teknologi, perubahan budaya setiap individu di F1, serta memahami peran dan dampak keputusan mereka.
Conclusion
Keberlanjutan telah menjadi tema sentral bagi Formula 1. Dengan fokus pada pengurangan limbah, pengurangan emisi karbon, dan eksplorasi sumber energi inovatif, mereka adalah pelopor dalam menciptakan masa depan balap yang ramah lingkungan. Tindakan ini tidak hanya mendukung pelestarian lingkungan, tetapi juga menginspirasi budaya inovasi dan keberlanjutan di dunia motorsport secara global. Dengan dukungan dari penggemar, kita bersiap untuk melihat masa depan olahraga yang lebih hijau, berkelanjutan, dan inklusif.
Ilustrasi oleh Viona Avinda Zahran
Editor: Alfina Nur Afriani, Alifia Yumna, Jeni Rima Puspita, Muhammad Ramadhani, Muhammad Zaky Nur Fajar, dan Yasmine Nathifa Zahira.
Referensi
↵1 | Dixon, E. (2019, November 12). F1 announces plans to go carbon neutral by 2030. https://www.sportspromedia.com/news/f1-carbon-neutral-2030-liberty-media-chase-carey/?zephr_sso_ott=KmMTp2 |
---|---|
↵2 | Partridge, J. (2023, June 13). ‘I want to do something significant’: ex-F1 champion Nico Rosberg on his sustainable entrepreneurship. Retrieved from https://www.theguardian.com/business/2023/jun/13/i-want-to-do-something-significant-ex-f1-champion-nico-rosberg-on-his-sustainable-entrepreneurship. |
↵3 | Edmondson, L. (2021, August 24). Vettel is pushing for sustainability in Formula One, one piece of trash at a time. ESPN. Retrieved August 30, 2023, from https://www.espn.com/f1/story/_/id/32076241/sebastian-vettel-pushing-sustainability-formula-one-one-piece-trash. |
↵4 | Cooper, A. (2023, June 13). F1 reports progress towards 2030 net zero target. Autosport. Retrieved September 2, 2023, from https://www.autosport.com/f1/news/f1-report-progress-towards-2030-net-zero-target/10482248/ |
Discussion about this post