Economica
  • Hard News
    • Soft News
  • Sastra
  • Mild Report
    • In-Depth
  • Penelitian
    • Kilas Riset
    • Mini Economica
    • Cerita Data
    • Riset
  • Kajian
  • Majalah Economica
  • UI Guide
No Result
View All Result
Economica
  • Hard News
    • Soft News
  • Sastra
  • Mild Report
    • In-Depth
  • Penelitian
    • Kilas Riset
    • Mini Economica
    • Cerita Data
    • Riset
  • Kajian
  • Majalah Economica
  • UI Guide
No Result
View All Result
Economica
Home Film

Menyingkap Lapisan Makna : Pesan Mendalam dibalik Film Barbie

by Evita Juliana & Trinita Riana Sitorus
23 Agustus 2023
in Film, Sastra

You have to never get old, never be rude, never show off, never be selfish, never fall down, never fail, never show fear, never get out of line. It’s too hard! It’s too contradictory and nobody gives you a medal or says thank you! And it turns out in fact that not only are you doing everything wrong, but also everything is your fault. I’m just so tired of watching myself and every single other woman tie herself into knots so that people will like us. And if all of that is also true for a doll just representing women, then I don’t even know.

Siapa yang belum nonton Barbie 2023?

Barbie, film karya Greta Gerwig ini mengisahkan pengalaman Barbie yang harus pergi ke dunia nyata karena ia mulai memikirkan hal-hal yang tidak umum di Barbieland. Kepergiannya ke dunia nyata membuat ia mempertanyakan banyak hal, seperti eksistensi diri dan patriarki. Film ini diperankan oleh Margot Robbie sebagai Barbie, Ryan Gosling sebagai Ken, America Ferrera sebagai Gloria, dan beberapa pemeran tersohor lainnya.

Barbie dan Kehidupannya yang Sempurna

Film ini diawali oleh penggambaran hidup sempurna di Barbieland. Barbieland digambarkan sebagai pulau yang didominasi warna pink, tempat para Barbie dan para Ken menjalankan kesehariannya.

Di pulau ini, perempuan bisa menjadi apa saja. Tidak ada penghalang bagi para Barbie untuk menjadi penulis, pengacara, penerima nobel, bahkan presiden. Pada pulau ini juga, semua Barbie saling mendukung satu sama lain. Semua barbie hidup dengan rutinitas yang sama di pulau pink tersebut. Bangun pagi, mandi dan berdandan, bermain di pantai, ikut konferensi, menghadiri pesta malam,serta pesta khusus perempuan. 

Semua mulus hingga Barbie mulai memikirkan tentang kematian dan mempertanyakan eksistensinya di tengah pesta malam. Pemikiran itu terus mengusiknya bahkan sampai berhari-hari. Kehidupan Barbie yang tadinya mulus justru membuat fisiknya juga berubah seiring dengan pikirannya yang amburadul. Untuk mengembalikan kesempurnaan hidup dan kondisi fisiknya, Barbie harus pergi ke dunia nyata untuk menemukan orang yang memainkannya.

Barbie dan Realita yang Kontras

Setelah Barbie dan Ken menempuh perjalanan yang jauh, mereka melihat bagaimana Barbieland sangat berbeda dengan dunia nyata. Pengaruh laki-laki di dunia nyata sangat terasa. Barbie bingung dengan apa yang ia rasakan di dunia nyata karena ia tidak pernah merasa begini di Barbieland. Di lain sisi, Ken terlihat bahagia. Ia yang hanya dianggap sebagai pendamping Barbie, kini mendapat pengakuan di dunia nyata. Ia pun semangat untuk kembali ke Barbieland dengan tujuan menyebar paham patriarki. Masalah pun dimulai.  

Barbie dan Paham Patriarki Ken

Film ini menyoroti tentang bagaimana patriarki secara tidak sadar sangat mudah diterapkan, bahkan pada populasi Barbie yang sama sekali tidak tahu tentang hal itu. Hal ini ditunjukan dengan bagaimana dalam waktu singkat, Ken yang sempat di dunia nyata bisa menyebarkan dan menerapkan paham patriarki dengan cepat ke kalangan Ken lainnya. Tidak hanya itu, para Ken juga berhasil merebut semua rumah para Barbie dan menjadikan para Barbie sebagai “pembantu” mereka. Perempuan yang tadinya memimpin mulai dianggap lemah oleh laki-laki. Barbie yang tidak terima pun mulai memikirkan cara untuk melawan arus patriarki. 

“Humans only have one ending. Ideas live forever”

Dalam perjalanannya melawan patriarki, Barbie juga mulai mempertanyakan eksistensinya, sebagai perempuan dan sebagai makhluk yang ingin hidup dengan makna. Ia berpikir bahwa keberadaan Barbie bisa menyadarkan perempuan bahwa mereka bisa menjadi apa saja. 

“If Barbie can be anything, women can be anything” 

Namun, rupanya tidak semudah itu. Gloria, sebagai perempuan dewasa yang sudah merasakan asam garam hidup menjadi perempuan di dunia nyata, memberikan gambaran susahnya menjadi perempuan. Pencarian jati diri Barbie dalam film ini diakhiri dengan percakapan yang panjang antara ia dengan Mattel, pencipta Barbie. Setelah percakapan mendalam itu, Barbie memutuskan untuk tidak lagi menjadi Barbie yang hidup selamanya dengan rutinitas yang sama. Ia ingin menjalani hidup yang dinamis, hidup dengan makna. 

It’s literally Impossible to be a woman.

It’s literally impossible to be a woman. You are so beautiful, and so smart, and it kills me that you don’t think you’re good enough. Like, we have to always be extraordinary, but somehow we’re always doing it wrong. 

You have to be thin, but not too thin. And you can never say you want to be thin. You have to say you want to be healthy, but you also have to be thin. You have to have money, but you can’t ask for money because that’s crass. You have to be a boss, but you can’t be mean. You have to lead, but you can’t squash other people’s ideas. You’re supposed to love being a mother, but don’t talk about your kids all the damn time. You have to be a career woman, but always be looking out for other people. You have to answer for men’s bad behavior which is insane, but if you point that out, you’re accused of complaining.

You’re supposed to stay pretty for men, but not so pretty that you tempt them too much or that you threaten other women because you’re supposed to be a part of the sisterhood. But always stand out and always be grateful. But never forget that the system is rigged. So find a way to acknowledge that but also always be grateful.

You have to never get old, never be rude, never show off, never be selfish, never fall down, never fail, never show fear, never get out of line. 

It’s too hard! It’s too contradictory and nobody gives you a medal or says thank you! And it turns out in fact that not only are you doing everything wrong, but also everything is your fault.

I’m just so tired of watching myself and every single other woman tie herself into knots so that people will like us. And if all of that is also true for a doll just representing women, then I don’t even know. 

Honest Review on Barbie Casting

Salah satu keunggulan film ini terletak pada pemilihan pemeran yang sangat baik. Margot Robbie dengan ahli menggambarkan sosok Barbie yang ideal, tidak hanya dengan kecantikannya tetapi juga dengan kemampuannya dalam mengungkapkan emosi yang diharapkan dari sebuah boneka plastik. Di sisi lain, Ryan Gosling dengan sempurna memerankan transformasi dari seorang lelaki yang bodoh menjadi sosok Ken yang ingin terlihat gagah dan patriarkis, seperti yang selalu kita bayangkan.

Honest Review on Barbie’s Plot and Idea

Greta Gerwig berhasil menciptakan film Barbie yang unik tanpa melupakan untuk mengangkat salah satu topik penting saat ini – kesetaraan gender – dan berhasil melakukannya dengan cara yang tidak rumit dan cukup sederhana. Film ini dengan sempurna menggambarkan bagaimana perasaan wanita yang hidup di dunia di mana semua orang mengharapkan mereka untuk menjadi sempurna. Bagi para gadis dan wanita di luar sana, film ini dapat memberi kenyamanan dan memberikan validasi untuk mereka. Dengan menonton film ini, wanita dan gadis-gadis akan merasakan kedekatan saat menyaksikan ketakutan dan kebingungan Robbie ketika berhadapan dengan pria-pria di dunia yang ingin membatasinya sesuai dengan konsep “wanita ideal” yang mereka ciptakan.

Overall Review on Barbie 2023

Banyak sekali pesan yang ingin disampaikan di film ini sehingga membuat penontonnya sulit fokus pada satu isu. Film ini membahas isu isu berat seperti patriarki, kritik feminisme (women support women) dan jati diri. Untuk merangkum semuanya dalam satu film, Greta mendominasi filmnya dalam percakapan agar berbagai isu tersebut bisa dirangkum secara lengkap dalam durasi yang singkat. Sebagai contoh, pemecahan masalah patriarki di Barbieland cukup diselesaikan dengan memaksa para barbie untuk mendengar kata kata dari Gloria. Permasalahan jati diri juga berhasil diselesaikan dengan adegan percakapan Barbie yang diperankan Margot Robbie dengan Mattel, pencipta Barbie. Percakapan itu berhasil membuat Barbie memutuskan untuk meninggalkan Barbie Land dan hidup di dunia nyata. 

Kesimpulan

Kesimpulannya, film Barbie adalah film yang secara brilian bisa membahas isu isu berat seperti patriarki, jati diri, dan feminisme dengan storyline yang ringan. Suasana yang serba pink dan dipenuhi banyak nyanyian layaknya drama musikal juga membuat film ini digemari penonton dari berbagai usia dan latar belakang. Namun ada beberapa kekurangan seperti plot dan pesan pesan yang terlampau banyak. Untuk keseluruhannya, penulis memberikan nilai 8,5/10 pada film Barbie.

Ilustrasi oleh Gregory Timothy Ibrahim

Editor : Aribho Rahman, Dhia Rana Nugraha, dan Qisthan Ghazi

Tweet128

Discussion about this post

POPULER

  • Mahasiswa FEB UI Pelaku Kekerasan Seksual: Menilik Proses dan Sanksi yang Dijatuhi

    Mahasiswa FEB UI Pelaku Kekerasan Seksual: Menilik Proses dan Sanksi yang Dijatuhi

    711 shares
    Share 284 Tweet 178
  • Ketika Kekerasan Seksual Marak Terjadi di Kampus, Dekan FEB UI: Kami Anti Segala Bentuk Kekerasan!

    518 shares
    Share 207 Tweet 130
  • Darurat Polusi: Haruskah Indonesia Berkaca pada China?

    506 shares
    Share 202 Tweet 127
  • Kewajiban 30 KUM bagi Mahasiswa Baru, Birpend FEB UI: Jangan Dijadikan Beban

    526 shares
    Share 210 Tweet 132
  • Kasat-Kusut Subsidi Kendaraan Listrik: Benarkah Satu Visi dengan Pembangunan Berkelanjutan?

    526 shares
    Share 210 Tweet 132
  • Kontroversi OKK UI 2023 Part 2: Tanggapan Ketua DPM UI

    621 shares
    Share 248 Tweet 155
  • Tentang
  • Kontak
  • Kebijakan Privasi
  • id Indonesian
    ar Arabiczh-CN Chinese (Simplified)nl Dutchen Englishfr Frenchde Germanid Indonesianit Italianpt Portugueseru Russianes Spanish

© 2019 Badan Otonom Economica

No Result
View All Result
  • Hard News
    • Soft News
  • Sastra
  • Mild Report
    • In-Depth
  • Penelitian
    • Kilas Riset
    • Mini Economica
    • Cerita Data
    • Riset
  • Kajian
  • Majalah Economica
  • UI Guide
Situs ini menggunakan cookie. Dengan menggunakan situs ini Anda memberikan izin atas cookie yang digunakan.

Selengkapnya Saya Setuju
Privacy & Cookies Policy

Privacy Overview

This website uses cookies to improve your experience while you navigate through the website. Out of these cookies, the cookies that are categorized as necessary are stored on your browser as they are essential for the working of basic functionalities of the website. We also use third-party cookies that help us analyze and understand how you use this website. These cookies will be stored in your browser only with your consent. You also have the option to opt-out of these cookies. But opting out of some of these cookies may have an effect on your browsing experience.
Necessary
Always Enabled
Necessary cookies are absolutely essential for the website to function properly. This category only includes cookies that ensures basic functionalities and security features of the website. These cookies do not store any personal information.
Non-necessary
Any cookies that may not be particularly necessary for the website to function and is used specifically to collect user personal data via analytics, ads, other embedded contents are termed as non-necessary cookies. It is mandatory to procure user consent prior to running these cookies on your website.
SAVE & ACCEPT
id Indonesian
ar Arabiczh-CN Chinese (Simplified)nl Dutchen Englishfr Frenchde Germanid Indonesianit Italianpt Portugueseru Russianes Spanish