Young people don’t just symbolize the future of our nation, we are the background for future generations. Whether we realize it or not, our actions are shaping the world around us. It is our duty to drive social change and vocalize our ideas in the strongest possible terms. Without a nation’s youth, we cannot survive. By actively participating, we pave the way for our country to reach its goals and aspirations. We are the future and only the next generation can change the future as we do.
Kekhawatiran warga sipil di Myanmar semakin memuncak akibat peristiwa kudeta diiringi dengan suara senjata dan tangis kebingungan yang menyelimuti Negeri Seribu Pagoda ini. Keputusasaan melanda sejalan dengan impian masa depan yang beralih menjadi mimpi buruk tak terhindarkan. Junta militer dengan cepat mengambil alih kekuasaan dan menangkap pemimpin demokratis terkemuka.
Kudeta yang tak kunjung berhenti dipicu oleh dugaan kecurangan Aung San Suu kyi dan partai National League for Democracy (NLD) dalam pemilu yang menguasai lebih dari 50 persen kursi parlemen. Angkatan bersenjata menolak kekalahan hasil pemilu dan berupaya merebut kekuasaan di Myanmar. Akhirnya, pada (6/12/2021), Aung San Suu Kyi dijatuhi hukuman dua tahun penjara dengan tuduhan menghasut perlawanan terhadap militer.
Krisis Politik di Tengah Krisis Pandemi
Tak terelakan bahwa ketidakstabilan politik dan krisis pandemi yang melanda menjadi momok menakutkan masyarakat Myanmar di berbagai penjuru negara, termasuk Sani (nama samaran), seorang pemuda Myanmar.
“Beberapa minggu setelah kudeta, terjadi protes secara masif di seluruh negeri. Bahkan, puluhan ribu orang turut bergabung dalam gerakan Civil Disobedience Movement yang diikuti oleh sejumlah dokter, bankir, pelajar, dan guru,” ujar Sani.
Walau tidak turun di garis paling depan, masih lekat diingatannya bagaimana siulan burung yang biasanya menemani paginya berubah menjadi derapan langkah kaki tentara bersama dengan suara tembakan. Kondisi tersebut terus terjadi hingga artikel ini diterbitkan.
“Tahun 2021 menjadi masa-masa kelam dalam kehidupan saya. Saya duduk di depan pagoda dengan berlinang air mata selama 30 menit dan berharap semua orang selamat karena saya tidak memiliki cukup keberanian untuk melawan mereka (militer),” tangis Sani.
Krisis Kembar: Pandemi dan Kudeta Mengakibatkan Keruntuhan Ekonomi Myanmar
Krisis kembar yang disebabkan oleh pandemi COVID-19 dan kudeta mengakibatkan kerugian besar bagi perekonomian Myanmar. Bahkan, nilai mata uang Myanmar (Kyat) telah kehilangan sekitar setengah nilainya dari semula.
“Ayah saya adalah tulang punggung keluarga yang gajinya cukup untuk membiayai empat orang anggota keluarga dan dua ekor anjing. Setelah kekacauan politik dan gejolak ekonomi ini terjadi, kehidupan semakin pas-pasan dan tidak ada lagi uang yang dapat kami tabung,” ujar Sani.
Berbicara Lebih Jauh Mengenai Civil Disobedience Movement
Berbagai aksi dilakukan sebagai realisasi dari Civil Disobedience Movement di Myanmar, seperti memukul-mukul panci dan wajan, mengadakan demonstrasi publik, menolak untuk membayar pajak, serta memboikot lotre yang dikelola oleh negara dan sejumlah perusahaan yang berhubungan dengan militer.
“Sejak peristiwa kudeta, kami harus menggunakan VPN untuk mengakses media sosial. Selain itu, banyaknya penangkapan terhadap anak muda karena dianggap melakukan pemberontakan di media sosial membuat situasi semakin mencekam sehingga kami tidak berani untuk menyuarakan pendapat melalui akun utama media sosial kami,” ujar Sani.
Secara umum, gerakan Civil Disobedience Movement ini mengarah pada tindakan pegawai negeri yang berjanji untuk tidak bekerja di bawah kepemimpinan militer. Hal ini menunjukkan adanya penolakan secara tegas tanpa kekerasan terhadap kelompok militer yang memerintah negara serta adanya tuntutan untuk mewujudkan perdamaian dan persatuan.
“Gerakan ini (CDM) terdiri dari berbagai kalangan partisipan tanpa memandang adanya perbedaan jenis kelamin, kelas sosial, dan usia. Diversifikasi inilah yang menjadi simbol kekuatan kelompok yang termarjinalkan sekaligus bertujuan untuk mengatasi eksklusivitas patriarki dan sebagai kritik atas represi terhadap kaum marjinal di Myanmar,” ujar Sani.
Dalam hal ini, sebagian besar peserta Civil Disobedience Movement berasal dari sektor kesehatan dan pendidikan. Berdasarkan laporan yang diperoleh, gerakan ini diikuti oleh lebih dari 90 persen dari seluruh anggota layanan kesehatan dalam bulan pertama setelah terjadinya kudeta.
Di samping itu, perawatan kesehatan dan pendidikan dianggap sebagai dua sektor penting dalam suatu negara. Bahkan, 50 hingga 65 persen staf pengajar bergabung dalam gerakan CDM di berbagai negara bagian sebagai bentuk penolakan untuk tunduk di bawah rezim militer.
Solidaritas Generasi Muda: Ribuan Nyawa Hilang dalam Gerakan Anti Kudeta
Ribuan partisipan kehilangan nyawanya saat menyerukan gerakan anti kudeta tersebut. Salah satu diantaranya adalah Kyal Sin, perempuan berusia 19 tahun yang tewas tertembak saat menyerukan aksinya di tengah unjuk rasa di Jalan Mandalay. Kematiannya mengundang banyak simpati rakyat Myanmar, terutama generasi muda untuk bangkit dan bersatu dalam memperjuangkan kebenaran serta keadilan. Kyal Sin dikenal sebagai simbol perlawanan anak muda Myanmar.
Sani berkata, “Sebagai seorang siswa, mayoritas teman saya menolak untuk kembali ke sekolah negeri dan mereka berpartisipasi dalam demonstrasi damai terlepas dari potensi risiko represi oleh militer.”
Ketika kudeta mulai terjadi, semua sekolah ditutup karena pandemi COVID-19. Setelah kurang lebih satu tahun, sekolah-sekolah mulai dibuka meski pandemi belum berakhir karena pihak militer ingin membuat citra bahwa negara kembali normal. Hampir semua siswa menolak kembali ke sekolah.
“Menurut pendapat saya, gerakan CDM membuat militer kesulitan untuk memerintah dengan lancar karena gerakan ini terdiri dari sektor-sektor vital bagi keberlangsungan negara, seperti kedokteran, pendidikan, dan perbankan,” jelas Sani.
Hambatan Generasi Muda selama CDM
Pengalaman yang dialami Sani, terlihat beberapa siswa telah menghentikan karir akademis mereka secara tiba-tiba dengan mengubah rencana studi atau bahkan melarikan diri untuk mencari pekerjaan. Salah satu alasannya adalah karena mereka bergabung dengan koalisi anti-rezim dalam upaya untuk menggulingkan militer.
Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) sipil Myanmar mendirikan kementerian pendidikan untuk menawarkan akses pendidikan dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi kepada siswa yang menantang pemerintah. Namun, ada kendala yang signifikan untuk melaksanakan platform pembelajaran jarak jauh bagi pembelajar CDM, mencakup keamanan, proses verifikasi sertifikat dan gelar, serta kurangnya pengajar.
Hambatan yang terjadi dalam sektor pendidikan akibat junta militer juga membuat banyak pelajar Myanmar yang memilih pergi ke luar negeri untuk melanjutkan studi atau bahkan mencari pekerjaan.
“Peluang kerja di luar negeri untuk menjaga stabilitas keuangan serta kondisi sistem pendidikan yang lebih aman dan mumpuni di negara lain menjadi tantangan bagi masa depan Myanmar,” ujar Sani.
Harapan Myanmar di Masa Mendatang
Terlepas dari gejolak politik dan kemunduran ekonomi, Sani dan segenap masyarakat Myanmar tetap menyimpan harapan yang kuat untuk masa depan bangsa mereka. Terukir harapan dalam benak Sani bahwa generasi mendatang beserta anak-anak mereka kelak akan sama hebatnya dengan mereka, bahkan lebih gemilang.
“Kami akan menyatukan telapak tangan, hati, dan imajinasi kami dan berjuang bersama untuk solusi nasional selagi kami masih hidup, tidak hanya untuk kami tetapi untuk masa depan generasi kami,” ujar Sani.
Mengikutsertakan pemuda dalam dunia politik akan mendorong mereka untuk lebih aktif terlibat dalam urusan sipil, bahkan bisa memotivasi mereka untuk terlibat dalam kegiatan pelayanan masyarakat.
Hal ini memberikan manfaat bagi komunitas lokal dengan memastikan bahwa pandangan dan gagasan pemuda diakui dan dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan di tingkat lokal. Mereka berharap partisipasi politik pemuda akan mengubah masa depan negara.
Editor: Tara Saraswati, Muhammad Ramadhani, dan Titania Nikita
Discussion about this post