Economica
  • Hard News
    • Soft News
  • Sastra
  • Mild Report
    • In-Depth
  • Penelitian
    • Kilas Riset
    • Mini Economica
    • Cerita Data
    • Riset
  • Kajian
  • Majalah Economica
  • UI Guide
No Result
View All Result
Economica
  • Hard News
    • Soft News
  • Sastra
  • Mild Report
    • In-Depth
  • Penelitian
    • Kilas Riset
    • Mini Economica
    • Cerita Data
    • Riset
  • Kajian
  • Majalah Economica
  • UI Guide
No Result
View All Result
Economica
Home Soft News

Hari Anak Nasional: Mari Berantas Kekerasan Demi Masa Depan Anak!

by Flora Belva Wijaya & Ivan Bintang Pamungkas
23 Juli 2023
in Headline, Nasional, News, Soft News, Umum

Berdasarkan UU No. 52 Tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami, istri dan anaknya, ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Keluarga merupakan sumber utama pembentuk fisik dan mental seorang anak yang sudah seharusnya menjadi tempat teraman bagi setiap anak. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga juga dapat menjadi sumber utama kekerasan pada anak. 

Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional, Badan Otonom Economica berkesempatan untuk berbincang dengan Efriyani Djuwita (Efriyani), selaku Dosen Psikologi Anak di Universitas Indonesia, untuk membahas terkait kekerasan yang kerap kali terjadi pada anak-anak.

Baca juga: Hari Anak Nasional: Ancaman Nyata COVID-19 pada Anak

Mengenal Berbagai Bentuk Kekerasan pada Anak

Efriyani menjelaskan bahwa bentuk kekerasan pada anak tidak hanya berupa kekerasan fisik saja, melainkan juga meliputi kekerasan verbal dan psikologis. 

Ia memaparkan, “Kekerasan verbal dapat dicontohkan dengan pemberian umpatan atau kata-kata kasar yang ditujukan pada anak. Di samping itu, ada juga kekerasan psikologis yang dapat berupa pemberian ancaman yang membuat anak merasa tidak aman berada di dalam lingkungannya, seperti saat anak tidak mau makan, sang ibu berkata, ‘Nanti Ibu tinggal, loh!’ atau ‘Kamu bukan anak ibu lagi, ya!’.”

Ia juga menyebutkan bentuk lain dari kekerasan pada anak seperti penelantaran. “Sementara itu, physical abuse dapat berupa tidak memberi anak makan dan emotional abuse seperti tidak memberikan perhatian,” ucapnya.

Mengapa Bisa Terjadi Kekerasan Kepada Anak?

Efriyani menyatakan bahwa kekerasan pada anak dapat dilatarbelakangi oleh berbagai faktor. 

Ia menyebutkan, “Secara garis besar, terjadinya kekerasan pada anak dapat dilatarbelakangi oleh masalah yang datang dari figur orang tua, baik masalah kesehatan mental atau pengetahuan orang tua yang tidak dimiliki dengan baik.” 

Faktor lain yang melatarbelakangi terjadinya hal ini adalah lingkungan yang menormalisasi adanya kekerasan dan pemberian hukuman fisik yang berlebihan. “Misalnya, dicubit supaya anak mau diem, dipukul, atau diancam. Sampai sekarang masih banyak orang tua yang bilang kalau hukuman fisik masih memiliki pengaruh untuk bisa mendisiplinkan anak,” jelas Efriyani. 

Menyelesaikan Permasalahan dengan Anak Tanpa Melalui Kekerasan

Seperti yang telah disebutkan oleh Efriyani, sampai saat ini masih banyak orang tua yang percaya bahwa hukuman fisik pada anak masih dianggap sebagai cara yang efektif untuk mendisiplinkan anak. Padahal, terdapat cara yang lebih bijak untuk menyelesaikan permasalahan dengan anak sesuai dengan usia mereka.

“Kita harus lihat juga umur dari anak. Kalau misalnya masih kecil, harus kita tegur baik-baik. Kalau sudah remaja, bisa diajak (untuk) berargumen,” ujar Efriyani.

Ia juga menyarankan bahwa sebaiknya hukuman fisik dihindari oleh orang tua. “Meskipun penerapannya kecil, hal tersebut dapat membahayakan anak ketika orang tua sedang mengalami kondisi mental dan emosi yang tidak stabil,” jelasnya.  Dengan begitu, orang tua perlu memperkaya pengetahuan mengenai pengasuhan sehingga dapat meminimalisasi pemberian hukuman fisik pada anak.

Berbagai Macam Dampak yang Timbul Akibat Kekerasan Pada Anak

Berbagai macam bentuk kekerasan pada anak ini tentunya berimbas negatif pada anak. Mula-mula, kekerasan menimbulkan permasalahan internalizing, di mana anak akan menarik diri dari lingkungannya, tidak dapat bersosialisasi, serta rentan mengalami depresi.

“Saat proses berkembang, anak membutuhkan sosok yang bisa dipercaya dan diandalkan. Jika terabaikan, anak dapat membentuk skema bahwa tidak ada (orang) yang dapat dipercaya. Pertanyaan seperti, ‘Apakah saya berharga?’ dan ‘Apakah saya cukup bernilai untuk diperhatikan?’ mungkin muncul dan berpotensi menjadi masalah di kemudian hari,” ujar Efriyani.

Jika tidak segera ditangani, maka akan berlanjut pada permasalahan externalizing yang ditandai dengan bentuk perilaku agresif, mencuri, dan berkelahi. Ia menjelaskan, “Hal tersebut dapat terbangun apabila anak lebih banyak ditelantarkan. Ini menjadi kasus yang sangat berat dan sulit untuk dibangun lagi kepercayaannya dengan lingkungan.”

Pada kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), perceraian dapat menjadi solusi terbaik bagi kesehatan mental orang tua dan anak korban, terutama jika pelaku tidak mungkin berubah. 

“Ada banyak orang tua yang nggak mau anaknya trauma dengan perceraian, tetapi keluarga yang penuh kekerasan juga tidak sama baiknya, bahkan bisa lebih buruk dibandingkan perceraian dan berdampak signifikan bagi anak-anak,” ucap Efriyani

Apa yang Dapat Dilakukan oleh Orang Tua dan Masyarakat?

Tindakan preventif untuk menghindari terjadinya kekerasan dalam rumah tangga adalah memahami cara mengelola stres dan emosi. 

“Ketika kita berhubungan dengan anak, kita tidak boleh melampiaskan rasa capek kita. (Kita harus) tenangin diri dulu supaya emosi bisa dijaga. Kontribusi pasangan jadi penting, misal ibunya capek, bapaknya yang maju. Saling mengisi intinya,” jelas Efriyani.

Memutus rantai kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya menjadi tanggung jawab keluarga, melainkan juga masyarakat sekitar. “Orang sekitar harus menjadi support system agar kejadian tidak lagi terulang, misalnya (dengan) menghubungi pihak berwajib atau menempatkan korban ke perlindungan anak. Banyak tindakan yang bisa dilakukan oleh lingkungan, hukum, dan negara,” tambahnya. 

Hal ini juga mencakup permasalahan yang masih terjadi hingga saat ini, di mana anak-anak menjadi properti untuk mengemis dan kemudian dieksploitasi. Masyarakat yang menyaksikan hal tersebut dapat melakukan beberapa cara untuk mengatasinya.

Ia menjelaskan bahwa masyarakat dapat melaporkan kejadian tersebut kepada instansi terkait, seperti yayasan sosial dan pihak kepolisian. Ia turut menambahkan, “Selain itu, mereka juga dapat memberikan makanan atau kue daripada uang yang dapat menjadi alternatif karena uang (dapat) menjadi pemicu eksploitasi anak. Harus ada campur tangan pemerintah juga.”

Walaupun begitu, Efriyani juga menyadari bahwa hukum perlindungan anak di Indonesia masih belum jelas, terutama terkait pemberian hukuman fisik. “Komite perlindungan anak telah berusaha dengan baik untuk mengangkat topik ini, termasuk masalah punishment dan lainnya. Namun, perlu dilakukan kampanye yang lebih luas agar masyarakat bisa mengetahui bagaimana dan ke mana (untuk) mencari pertolongan,” jelas Efriyani.

Sedikit Pesan dari Efriyani untuk Para Orang Tua di Luar Sana

Efriyani berujar, “Anak tidak dapat terlepas dari keluarga, sehingga keluarga harus selalu memperkaya diri dengan pengetahuan mengenai cara pengasuhan yang lebih positif dan efektif.” 

Selain itu, orang tua juga harus memiliki kesadaran yang baik tentang kondisi diri sendiri serta cara untuk dapat menghindari dan mengatasi kekerasan dalam rumah tangga.

Selamat Hari Anak Nasional untuk seluruh anak di Indonesia!🙂

 

Editor: Anindya Vania dan Tara Saraswati

Ilustrasi oleh Alethea Finietha Ester Kumaat

Tweet132

Discussion about this post

POPULER

  • Mahasiswa FEB UI Pelaku Kekerasan Seksual: Menilik Proses dan Sanksi yang Dijatuhi

    Mahasiswa FEB UI Pelaku Kekerasan Seksual: Menilik Proses dan Sanksi yang Dijatuhi

    711 shares
    Share 284 Tweet 178
  • Ketika Kekerasan Seksual Marak Terjadi di Kampus, Dekan FEB UI: Kami Anti Segala Bentuk Kekerasan!

    518 shares
    Share 207 Tweet 130
  • Darurat Polusi: Haruskah Indonesia Berkaca pada China?

    506 shares
    Share 202 Tweet 127
  • Kewajiban 30 KUM bagi Mahasiswa Baru, Birpend FEB UI: Jangan Dijadikan Beban

    526 shares
    Share 210 Tweet 132
  • Kasat-Kusut Subsidi Kendaraan Listrik: Benarkah Satu Visi dengan Pembangunan Berkelanjutan?

    526 shares
    Share 210 Tweet 132
  • Kontroversi OKK UI 2023 Part 2: Tanggapan Ketua DPM UI

    621 shares
    Share 248 Tweet 155
  • Tentang
  • Kontak
  • Kebijakan Privasi
  • id Indonesian
    ar Arabiczh-CN Chinese (Simplified)nl Dutchen Englishfr Frenchde Germanid Indonesianit Italianpt Portugueseru Russianes Spanish

© 2019 Badan Otonom Economica

No Result
View All Result
  • Hard News
    • Soft News
  • Sastra
  • Mild Report
    • In-Depth
  • Penelitian
    • Kilas Riset
    • Mini Economica
    • Cerita Data
    • Riset
  • Kajian
  • Majalah Economica
  • UI Guide
Situs ini menggunakan cookie. Dengan menggunakan situs ini Anda memberikan izin atas cookie yang digunakan.

Selengkapnya Saya Setuju
Privacy & Cookies Policy

Privacy Overview

This website uses cookies to improve your experience while you navigate through the website. Out of these cookies, the cookies that are categorized as necessary are stored on your browser as they are essential for the working of basic functionalities of the website. We also use third-party cookies that help us analyze and understand how you use this website. These cookies will be stored in your browser only with your consent. You also have the option to opt-out of these cookies. But opting out of some of these cookies may have an effect on your browsing experience.
Necessary
Always Enabled
Necessary cookies are absolutely essential for the website to function properly. This category only includes cookies that ensures basic functionalities and security features of the website. These cookies do not store any personal information.
Non-necessary
Any cookies that may not be particularly necessary for the website to function and is used specifically to collect user personal data via analytics, ads, other embedded contents are termed as non-necessary cookies. It is mandatory to procure user consent prior to running these cookies on your website.
SAVE & ACCEPT
id Indonesian
ar Arabiczh-CN Chinese (Simplified)nl Dutchen Englishfr Frenchde Germanid Indonesianit Italianpt Portugueseru Russianes Spanish