Setelah dua tahun diselenggarakan secara online, The 45th Jazz Goes To Campus (JGTC) akhirnya kembali diselenggarakan secara offline di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia pada Minggu (13/11). Acara ini menandakan berakhirnya penantian panjang Jazzphoria dalam menikmati genre musik dan penyanyi favorit secara langsung.
Sesuai dengan tema tahun ini, yaitu “Where the Jazzphoria Sets”, festival musik jazz tertua di Indonesia ini memberikan lineup puluhan musisi yang berhasil membenamkan Jazzphoria dalam keindahan dan kemegahan musiknya yang tersebar dalam tiga panggung dengan menghadirkan nama-nama seperti SLCHLD, Rizky Febian, Rossa, Tiara Andini, Kahitna, Tulus, Ardhito Pramono, dan masih banyak lagi. Selain itu, Festival ini juga dimeriahkan dengan kehadiran berbagai tokoh ternama lainnya, seperti Cinta Laura dan Waseda Boys.
Adaptasi Kondisi Pasca Pandemi
Dengan adanya peningkatan penyebaran kasus COVID-19 kembali, isu-isu mengenai overload, hingga kericuhan yang terjadi pada beberapa festival yang sudah berjalan, Raffly Geneva selaku Project Officer The 45th Jazz Goes To Campus mengaku bahwa timnya mengambil keputusan untuk menurunkan target peserta yang semula dari 15.000 menjadi 9.000 penonton. “Gue pengen JGTC 45 ini menjadi festival yang aman dan nyaman. Dengan kuota penonton sekian, diharapkan juga nantinya penonton yang hadir masih bisa untuk merasakan kenyamanan,” ucap Raffly.
Tak hanya keberlangsungan acara, persiapan JGTC juga mengalami adaptasi besar-besaran. Kendala yang datang mulai dari panitia yang belum pernah merasakan pelaksanaan offline, pengaturan venue, hingga persiapan agar festival dapat dinikmati secara aman dan nyaman. Raffly mengatakan, “Kita 300 orang belajar bareng-bareng dari nol dan itu membutuhkan waktu yang lama, tapi kendalanya waktu (yang kita punya) juga nggak lama.”
Perkara Penipuan Tiket hingga Mekanisme Keamanan di Festival JGTC
Raffly mengaku bahwa penipuan tiket tidak dapat dihindari. Akan tetapi, pihak JGTC telah memperingatkan bahwa transaksi jual-beli tiket tersebut hanya dapat diakses dengan aplikasi Ser Morpheus. “Dari Ser Morpheus ini, yang gue senangnya adalah secondary market tiketnya berbasis online. Jadi, tiket itu dijual dari orang-orang yang gak jadi nonton. Meskipun harganya di-markup, tapi menurut gue itu sangat membantu meminimalisir penipuan,” jelas Raffly terkait isu ini.
Sementara itu, untuk memitigasi risiko kericuhan, pihak JGTC melakukan pengerahan 80 orang yang terdiri dari bagian crowd control, professional security, aparat kepolisian, serta staf keamanan FEB UI dan UI itu sendiri. “Untuk hal-hal yang tidak diinginkan, kita menyewa anjing K-9 di mana kita pengen semua penonton dan stakeholder yang ada tuh bersih, tidak membawa alat-alat seperti peledak dan bahan kimia,” tambah Raffly.
Langkah preventif lain yang dilakukan adalah menyiapkan posko-posko medis, peta untuk memudahkan evakuasi, serta informasi-informasi lain yang telah dipublikasikan di media sosial JGTC. Saat ditanyakan mengenai evaluasi acara yang dilakukan oleh Badan Otonom Economica, Raffly belum bisa memberikan jawaban lebih lanjut karena belum melakukan evaluasi bersama internal panitia.
Pegang Teguh Tradisi sebagai Festival Jazz Tertua dan Terbesar di Indonesia
Dengan jumlah penonton yang begitu banyak, JGTC tidak tergoyahkan untuk mengganti FEB UI sebagai lokasi venue-nya. Hal ini disebabkan karena adanya tradisi yang dipegang teguh oleh panitia. “Walaupun kapasitasnya setiap tahun akan sama, antusiasnya akan bertambah, tetap sih kebanggaan dan tempat lahirnya JGTC ini di FEB UI dan gue gak mau lepas dari tradisi itu,” ujar Raffly.
Raffly berharap festival JGTC selanjutnya dapat terus berkembang mengikuti tren yang ada, tetapi harus tetap mengingat tradisi dan orang-orang yang telah membangun JGTC. “Ini jazz festival terbesar dan tertua di Indonesia yang dikelola oleh mahasiswa. Kita tuh bukan dianggap sebagai orang profesional, tapi kita dianggap sebagai orang yang mungkin masih amatir. Tapi, tunjukkanlah sikap seakan-akan kita tuh udah profesional dibanding orang-orang lain,” pesan Raffly.
Editor: Anindya Vania dan Tara Saraswati
Discussion about this post