Enola Holmes 2 merupakan kisah lanjutan setelah Enola berhasil memecahkan kasus pertamanya bersama dengan Viscount Tewkesbury yang saat ini telah dikenal sebagai tokoh pembaharuan Inggris. Berbeda dengan nasib sang Viscount, Enola yang ingin membuktikan diri dan melepaskan bayang-bayang sang kakak justru menghadapi banyak keraguan dari masyarakat kala itu yang menganggap rendah wanita, terlebih sebagai detektif. Di tengah keputusasaan tersebut muncul Berry, seorang anak kecil pekerja pabrik korek api, yang meminta bantuan untuk mencari kakaknya yang menghilang. Kasus yang dianggap sepele ternyata memiliki rahasia tersembunyi dengan masalah yang jauh lebih besar dan pelik, serta berkaitan dengan banyak tokoh yang tidak terduga.
Premis yang dibangun dalam sekuel ini terasa lebih intens dengan kasus yang cukup pelik dan terasa lebih nyata. Perasaan tersebut dapat terbangun karena dibalut dengan potongan kisah-kisah nyata bersejarah di Inggris saat revolusi industri pertama terjadi dan segregasi antara kaum borjuis dan proletar yang semakin dalam. Pesan yang ingin disampaikan tentang ketidakadilan serta perjuangan kaum buruh wanita secara kolektif juga mampu disampaikan dengan baik di tengah plot cerita yang dipenuhi misteri dan teka-teki.
Bisa dikatakan sekuel dari Enola Holmes ini dapat lebih menyihir para penonton untuk terbawa ke dalam alur suasana film yang menegangkan dan membuat penonton berdecak kagum jika dibandingkan dengan film pertama. Plot cerita yang tidak mudah ditebak dan lebih terasa aura “detektifnya”, akting yang mengagumkan, serta set dan editing yang mumpuni serasa menahan kita untuk beranjak pergi dan berpaling dari awal detik film tersebut dimulai. Sang sutradara berhasil membuat Enola lebih bersinar di tengah gempuran tokoh-tokoh yang tidak kalah menarik, khususnya Sherlock Holmes yang banyak memiliki andil dalam cerita jika dibandingkan film sebelumnya. Konsep Enola yang seringkali berbicara kepada kamera menjadi nilai tambah yang membuat penonton seakan “diajak masuk” ke dalam skenario dari setiap strategi yang dimainkan Enola ketika memecahkan kasusnya.
Love-hate relationship antara Enola dan Sherlock yang disajikan sepanjang film mengingatkan pada hubungan kakak-beradik di dunia nyata yang seringkali berselisih, namun tetap saling membutuhkan satu sama lain. Walau dididik untuk menjadi individu yang kuat dan mandiri, dua kasus berbeda yang ternyata saling berkaitan memaksa kakak-beradik tersebut untuk saling bekerja sama sehingga menciptakan kemistri yang membuat mereka semakin melekat satu sama lain. Cara dua keluarga Holmes dalam mengobservasi berbagai petunjuk yang luput dari mata, menyatukan berbagai potongan petunjuk menjadi gambaran utuh, serta mendeduksinya menjadi bukti kuat dalam memecahkan kasus sudah tidak dapat diragukan lagi.
Kilasan-kilasan masa lalu bagaimana sang Ibu, Eudoria, mengajarkan Enola mengenai kehidupan sangat berpengaruh pada perilaku serta strategi yang digunakan Enola pada masa kini, kombinasi duo Eudoria dan Edith dalam membantu Enola menjadikan plot cerita semakin kompleks dan tidak monoton. Selain itu, Viscount Tewkesbury, yang tidak banyak memiliki adegan seperti film sebelumnya, tetap dapat larut dalam film ini dengan perannya sebagai figur bangsawan pembaharuan yang memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi untuk menegakkan keadilan. Kisah romansa tipis-tipis antara Enola dan Tewkesbury juga membuat penonton tidak hanya bertanya-tanya dan menebak plot selanjutnya sepanjang film, tetapi juga gemas dengan perilaku dua sejoli tersebut.
Akhir kata, salah satu hal yang berbekas di ingatan saya atas film ini adalah nasihat yang disampaikan Eudoria kepada Enola. Walau kita memiliki kekuatan untuk menjadi seorang yang independen dan mandiri, tidak ada salahnya jika bergantung dan menyandarkan diri kepada orang lain. Pikiran kita sendiri mungkin bisa digunakan untuk memecahkan masalah, tetapi bekerja sama dan meleburkan dua atau lebih pikiran menjadi satu mampu menciptakan keajaiban.
Editor: Alfina Nur Afriani
Discussion about this post