Akhir-akhir ini fenomena “Instant Rich” tengah ramai dibicarakan. Fenomena ini mulai popular seiring dengan kemunculan beberapa kalangan di media sosial, yang masih berusia muda namun sudah memiliki kekayaan cukup besar . Fenomena Instant Rich menuai perhatian dari masyarakat. Tak sedikit dari mereka yang akhirnya tertarik untuk mencoba berbagai cara agar bisa menjadi kaya dalam waktu singkat, dari mulai berjudi hingga mempercayai software pengganda uang. Tidak mengherankan jika masih banyak masyarakat yang akhirnya terjebak modus investasi ilegal karena ingin memperoleh kekayaan secara instan. Mengutip data Kominfo pada Maret 2022, kerugian akibat investasi ilegal diperkirakan mencapai 117,5 triliun rupiah.
Dengan maraknya fenomena “instant rich”, faktor apa yang menyebabkan seseorang ingin mengejar kekayaan secara cepat?
Wealth As a Tool for Human Survival
Menurut Turke (1989), alasan manusia mengejar kekayaan didorong oleh kebutuhan utama manusia untuk bertahan hidup. Pada dasarnya, gen yang terdapat di dalam diri manusia mendorong tiap individu untuk memaksimalkan jumlah anak yang mereka hasilkan. Akan tetapi, keterbatasan sumber daya, di mana bumi tidak mempunyai kemampuan untuk mendukung makhluk hidup dalam jumlah tak terbatas mengakibatkan perjuangan untuk mempertahankan eksistensi pun muncul bagi setiap makhluk hidup. Oleh karena itu, manusia sebagai makhluk hidup akan berusaha untuk mencapai tujuannya yaitu memastikan keberlangsungan hidup dirinya dan keturunannya. Namun, untuk dapat mencapai hal tersebut, manusia membutuhkan dukungan kekayaan. Dengan alasan ini, manusia menjadi terdorong untuk melakukan tindakan tertentu yang akan meningkatkan keberhasilan sosial dan ekonomi mereka.
The Motivation to Obtain Money
Berbeda dengan penjelasan sebelumnya yang menekankan bahwa motivasi manusia mengejar uang didorong oleh kebutuhan untuk bertahan hidup dan mencapai kesuksesan ekonomi, menurut Lea & Webley (2006), motivasi manusia untuk mengejar kekayaan secara cepat berkaitan erat dengan insentif mengejar uang. Sejak lama, uang telah digunakan untuk mempengaruhi perilaku manusia. Secara spesifik, uang dapat menjadi insentif, yakni ketika seseorang melihat bahwa tindakan yang dilakukan akan menghasilkan uang, maka orang menjadi lebih tertarik untuk melakukan hal tersebut. Selain itu, uang juga memiliki sisi historis. Ketika di masa lalu seseorang mendapatkan uang akibat melakukan sebuah tindakan, maka di masa mendatang akan cenderung mengulang tindakan tersebut.
Tool Theory vs Drug Theory
Menurut Lea & Webley (2006), terdapat dua pandangan yang berbeda mengenai bagaimana arti uang bagi manusia. Kedua pandangan yang berbeda ini terbagi ke dalam dua teori, yaitu Tool Theory dan Drug Theory. Sesuai dengan namanya, Tool Theory, menganggap bahwa uang berfungsi sebagai sebuah alat. Bagi manusia, uang merupakan alat yang paling efisien untuk mengakomodir terjadinya pertukaran barang atau jasa. Teori ini tidak menganggap bahwa uang dapat bertindak sebagai sebuah insentif yang mendorong perilaku manusia.
Teori kedua, Drug Theory, merupakan metafora untuk menggambarkan bahwa uang dapat bertindak sebagai “drug” yang dapat mempengaruhi perilaku manusia. Uang memiliki empat sifat yang menyerupai sifat “drug”, yaitu dapat menjadi motivator yang kuat, bersifat adiktif, kecanduan pada benda tersebut seringkali memberi dampak buruk, dan memberikan kepuasan secara instan. Berbeda dengan Tool Theory, di mana motivasi seseorang mendapatkan uang karena didukung oleh kebutuhan untuk melakukan pertukaran, Drug Theory menganggap bahwa uang merupakan “functionless motivator” karena manusia yang mengejar uang terkadang mengesampingkan fungsi asli uang sebagai alat tukar.
Money Addiction
Jika sebelumnya dijelaskan mengenai konsep tentang uang sebagai “drug”, kecanduan uang dapat dijelaskan dengan konsep uang sebagai “non-substance addiction”. Konsep ini melihat uang memiliki efek setara dengan kecanduan pada kecanduan gambling. Konsep money addiction dikemukakan untuk menjelaskan beberapa keanehan perilaku keuangan seseorang. Namun, sebagian besar gagasan yang menjelaskan keterkaitan antara money addiction dengan perilaku keuangan tidak memiliki dasar ilmu sosiologi atau psikologi klinis. Oleh karena itu, meskipun konsep money addiction tampak sangat menarik, namun tidak dapat disimpulkan bahwa kecanduan uang dapat disetarakan dengan kecanduan gambling karena bukti penelitian yang kuat untuk mendukung hal tersebut belum ditemukan.
Conclusion
Tidak dapat dipungkiri bahwa fenomena “instant rich” yang ramai menjadi perbincangan pada dasarnya berasal dari keinginan manusia untuk mengejar kekayaan. Sejak awal, manusia menggunakan kekayaan yang dimiliki untuk dapat bertahan hidup. Mengesampingkan aspek biologis, motivasi manusia mengejar kekayaan juga dapat dijelaskan dengan motivasi manusia mengejar uang. Uang memiliki dua sifat, yaitu sebagai “tool”, di mana manusia menginginkan uang karena kebutuhan untuk melakukan pertukaran dan sebagai “drug”, di mana uang memiliki sifat insentif yang dapat mempengaruhi perilaku manusia. Meskipun kecanduan pada uang seringkali dikaitkan dengan kecanduan gambling namun belum ada bukti penelitian yang kuat untuk menjelaskan hal tersebut.
Referensi
1. Lea, S. E., & Webley, P. (2006). Money as tool, money as drug: The biological psychology of a strong incentive. Behavioral and Brain Sciences, 29(2), 161–209. https://doi.org/10.1017/s0140525x06009046
- Turke, P. W. (1989). Evolution and the demand for children. Population and Development Review, 15(1), 61. https://doi.org/10.2307/1973405
Penulis : Adis Susita Rahma, Farhan Aditya Ramadhan
Editor : Aisha Rizqi M
Discussion about this post