“I mean, they say you die twice. One time when you stop breathing and a second time, a bit later on, when somebody says your name for the last time.” – Banksy
Kematian adalah sesuatu yang tidak terelakkan bagi makhluk hidup apapun di muka bumi ini, termasuk manusia. Ketika beberapa orang diberikan kesempatan untuk hidup panjang, beberapa lainnya harus meninggalkan dunia di usia muda. Kita sebagai manusia yang berinteraksi dengan manusia lainnya tentu merasa sedih dan kehilangan apabila seseorang yang kita kenal meninggal. Apalagi, kalau orang tersebut merupakan seseorang yang dikagumi oleh orang banyak, seperti seniman atau musisi. Kita kerap berpikir mengenai hal-hal hebat yang bisa mereka lakukan apabila mereka diberikan waktu yang lebih panjang.
Meskipun demikian, tampaknya kematian tidak cukup kuat menghentikan seorang seniman untuk berhenti menghasilkan karya. Posthumous music—istilah yang digunakan untuk musik yang dirilis setelah kematian sang musisi—merupakan suatu ide yang telah hidup lama sejak abad ke-191Oliveto, J. (2022). Posthumous albums explained: Definition, process & examples. Cake Blog. Retrieved July 1, 2022, from https://www.joincake.com/blog/posthumous-album/ . Posthumous music adalah sebuah bukti nyata bahwa yang telah mati ternyata masih dapat menghibur yang hidup. Terdapat berbagai legenda musik terkenal yang telah meninggal dunia yang memiliki posthumous album—album musik yang dirilis setelah kematiannya—dan jumlahnya pun tidak hanya satu. Namun, sampai sekarang masih timbul perdebatan di kalangan penikmat musik, yaitu apakah posthumous music adalah suatu karya yang pantas untuk dinikmati.
Posthumous Album yang Pernah Dirilis
Pada tahun 1834, Frederic Chopin mengkomposisi sebuah permainan piano solo yang diberi nama Fantaisie-Impromptu. Impromptu merupakan komposisi yang lahir dari improvisasi dan tidak memiliki struktur baku yang formal—hasil akhirnya adalah sesuatu yang terdengar spontan2Heru, J. (2021, December 16). Chopin’s Fantasie-Impromptu. Majalah Staccato. Retrieved July 1, 2022, from https://majalahstaccato.com/chopins-fantaisie-impromptu/. Karya ini adalah karya pertama dari keempat seri Impromptu yang ditulis oleh Chopin. Ketiga lainnya, yaitu Op. 29, Op. 36, Op. 51 telah dirilis semasa Ia hidup dan Op. 66 menjadi satu-satunya yang tidak diterbitkan. Sebelum kematiannya, Chopin secara khusus pernah menginstruksikan agar tidak satupun manuskripnya yang belum diterbitkan dirilis ke publik setelah kematiannya. Namun, instruksi tersebut nyatanya tidak selaras dengan apa yang terjadi di dunia nyata.
Setelah kematian Chopin di tahun 1849, Julian Fontana diberikan restu oleh keluarga Chopin untuk menerbitkan beberapa karyanya. Hal ini tentu bertentangan dengan pesan Chopin. Karya-karya yang belum diterbitkan, seperti “Fantasie-Impromptu” in Csharp Minor Op. posth. 66, Waltz Opp. 69, dan Opp. 70, akhirnya dirilis pada tahun 1855. Awalnya, terdapat berbagai spekulasi mengenai alasan Chopin tidak menerbitkan karya ini. Salah satunya adalah karena terdapat beberapa kesamaan nada dan melodi antara Op. 66 dengan “Moonlight Sonata” milik Ludwig van Beethoven3History. Fantaisie Impromptu. (2020, June 9). Retrieved July 1, 2022, from https://fantaisieimpromptu.org/history/ . Ditemukan pula beberapa kesamaan dengan Impromptu in Eb Major, Op. 89 milik Ignaz Moscheles. Namun, pada tahun 1960, manuskrip asli dari Fantasie-Impromptu bertanda tahun 1835 ditemukan dalam album Album of the Baroness d’Este yang dibeli oleh seorang pianis bernama Arthur Rubinstein di sebuah pelelangan di Paris. Melihat tulisan “Composed for the Baroness d’Este by Frederic Chopin” dan banyaknya perbaikan bila dibandingkan dengan manuskrip yang telah diterbitkan sebelumnya menunjukkan bahwa manuskrip tersebut adalah manuskrip final yang aslinya telah dijual oleh Chopin kepada sang Baroness.
Salah satu contoh lain dari posthumous album terpopuler di dunia adalah album Made in Heaven oleh Queen. Album ini dirilis setelah kematian Freddie Mercury, vokalis Queen. Akibat penyakit AIDS yang dideritanya, Mercury sadar akan waktunya yang tidak lama lagi di dunia dan berusaha untuk menulis dan merekam sebanyak-banyaknya lagu yang Ia bisa. Mercury dan band-nya pun bekerja keras untuk menyelesaikan album ini. Namun, Mercury harus menghembuskan nafas terakhirnya sesudah melakukan rekaman untuk lagu “Mother Love”. Album ini akhirnya dirilis dengan berisikan kombinasi lagu-lagu yang mereka rekam di hari-hari sebelum kematian Mercury hingga material yang sudah mereka buat bertahun-tahun lamanya.
Made in Heaven by Queen
Kontroversi Dibalik Posthumous Album
Album Made in Heaven oleh Queen merupakan salah satu jenis album posthumous yang intended atau telah direncanakan sebelumnya4DeRiso, N. (2015, November 6). How queen pulled together for final triumph, ‘made in heaven’. Ultimate Classic Rock. Retrieved July 1, 2022, from https://ultimateclassicrock.com/queen-made-in-heaven/. Jenis album yang seperti ini merupakan album yang biasanya sudah memiliki gambaran besar. Membuat sebuah karya musik bukanlah sekadar merekam lagu-lagu dan merilisnya. Ada berbagai proses kreatif yang perlu dilalui, seperti berbagai proses produksi dan visualisasi album. Sebelum meninggal, hal-hal seperti ini sudah pernah dibicarakan oleh sang seniman kepada orang terdekatnya. Sebagai contoh tambahan, album Circles milik Mac Miller yang dirilis lebih dari setahun setelah kematiannya, merupakan sebuah album lanjutan dari proyeknya terdahulu, Swimming. Miller masih dalam proses mengerjakan album ini bersama dengan produsernya, Jon Brion, pada waktu kematiannya. Ketika album ini dirilis, keluarga Miller memberikan pernyataan bahwa mereka merasa proses ini adalah proses yang tidak memiliki jawaban yang benar, tetapi mereka percaya bahwa penting bagi Miller agar dunia mendengarnya5Blistein, J. (2020, January 8). Mac Miller’s family details posthumous album ‘circles’. Rolling Stone. Retrieved July 1, 2022, from https://www.rollingstone.com/music/music-news/mac-miller-posthumous-album-circles-release-date-935064/.
Posthumous album yang sudah direncanakan prosesnya sejak awal sering kali dikemas dengan respek dan sesuai dengan apa yang digambarkan oleh sang seniman6Valeviciute, S. (2021, January 6). The Boar. Retrieved July 1, 2022, from https://theboar.org/2021/01/how-ethical-are-posthumous-album-releases/. Walaupun seniman yang telah meninggal tidak bisa memberikan persetujuan mereka, setidaknya intensi mereka akan album tersebut tetap terjaga dan bisa tersampaikan kepada para penggemarnya. Namun, bagaimana dengan album yang unintended atau sama sekali tidak direncanakan? Banyak sekali kasus di mana label musik merilis sebuah album tepat beberapa bulan setelah kematian seniman. Padahal, sang musisi tidak memiliki niat untuk merilis album dalam waktu dekat. Beberapa album dibuat oleh produser yang dekat dengan sang musisi sehingga artistic vision yang dikandung oleh musisi tersebut tetap konsisten, seperti contohnya album Legends Never Die milik Juice WRLD yang diproduseri oleh temannya, Nick Mira7Legends Never Die. Juice WRLD Wiki. (n.d.). Retrieved July 1, 2022, from https://juice-wrld.fandom.com/wiki/Legends_Never_Die. Namun, dalam beberapa kasus lainnya, album dibuat oleh produser yang sama sekali tidak pernah berhubungan dengan sang musisi. Mereka menggunakan rekaman demo yang dibuat oleh musisi tersebut semasa hidup dan mengubahnya sesuai keinginan mereka. Beberapa produser juga mengundang musisi-musisi yang sedang naik daun untuk masuk ke dalam album demi meningkatkan popularitas album. Bahkan, ada beberapa album dibuat tanpa sepengetahuan keluarga atau orang terdekat musisi tersebut. Adanya kejadian seperti ini menimbulkan kontroversi dan tentunya membuat para penggemar kecewa.
Posthumous Appreciation
Ketika manusia meninggal, manusia kehilangan kemampuan baik secara fisik maupun mental. Namun, seperti yang dikatakan oleh pepatah bahwa harimau mati meninggalkan lorengnya, manusia pun meninggalkan riwayat hidupnya8Winter, S. (2010). Against posthumous rights. Journal of Applied Philosophy, 27(2). https://doi.org/10.1111/j.1468-5930.2009.00477.x. Di balik niat baik untuk memberikan tribute kepada seniman, posthumous music yang kian marak terjadi akhir-akhir ini juga disalahgunakan oleh beberapa pihak yang berusaha menggunakan nama musisi demi keuntungan pribadi. Walaupun niat dan pihak tersebut sering kali samar-samar dan sulit untuk diidentifikasi, latar belakang dan penyebab fenomena ini dapat kita terka dengan melihat berbagai kasus yang telah terjadi.
Terdapat beberapa kasus yang dapat menjadi contoh dimana kematian seakan memberikan spotlight bagi mendiang dan pihak yang sedang berduka. Banyak seniman yang baru mendapatkan rekognisi yang pantas mereka dapatkan semasa hidupnya setelah kematiannya, seperti komposer klasik ternama, Bach. Salah satu bentuk kasus lain yang bisa kita angkat adalah kematian Notorious B.I.G, seorang ikon legenda hip-hop. Notorious B.I.G atau yang sering dipanggil dengan sebutan Biggie, mendapat tanggapan yang baik ketika memulai debutnya. Kariernya cemerlang dan banyak karyanya diapresiasi banyak orang. Namun, perjalanan kariernya tidak panjang karena Ia mati ditembak pada tahun 1997. Enam belas hari setelah kematiannya, album Life After Death dirilis dan mendapatkan sambutan yang luar biasa dari publik. Album ini disebut sebagai magnum opus dan dengan album ini, Notorious B.I.G langsung menetapkan namanya sebagai salah satu Hip-Hop G.O.A.T9Gyasi, K., & Gyasi, K. (2022, July 3). Rest on repeat: The dubious ethics of posthumous albums. Varsity Online. Retrieved July 1, 2022, from https://www.varsity.co.uk/music/22861.
Fenomena ini menjadi ladang perbuatan tidak terpuji dalam bentuk eksploitasi. Michael Jackson memang telah menjadi figur yang disegani dalam dunia musik, tetapi semasa hidupnya, banyak ujaran kebencian yang ditujukan kepadanya. Berbagai media massa menulis berbagai berita buruk bahkan memberinya julukan yang merendahkannya. Setelah kematiannya, banyak orang mulai membuka mata dan mengakui eksistensi dan pengaruhnya di industri musik. Berbagai apresiasi disematkan di samping namanya. Dunia mencintai Michael Jackson dan merasa kehilangan atas kematiannya. Hal ini tidak luput dari pengamatan Epic Records dan Sony Music Entertainment yang berusaha meraup keuntungan dengan merilis posthumous album berjudul Michael. Banyak pihak-pihak mengecam tindakan ini, termasuk keluarga Jackson dan teman sejawatnya. Para penggemar pun meragukan keaslian dari beberapa lagu dan mengklaim bahwa beberapa lagu bukan dinyanyikan oleh Michael sendiri10Flanagan, A. (2018, August 27). The strange story of those supposedly fake Michael Jackson songs. NPR. Retrieved July 1, 2022, from https://www.npr.org/2018/08/27/642342319/the-strange-story-of-those-supposedly-fake-michael-jackson-songs. Setelah kasus ini dibawa ke persidangan, didapatkan pengakuan bahwa adanya keterlibatan impersonator untuk menyelesaikan tiga lagu dalam album tersebut.
Publik sebagai Juri
Andil publik sebagai penikmat musik dan juri moral di saat yang bersamaan merupakan salah satu cara untuk mengidentifikasi apakah album posthumous dibuat dengan intensi yang baik atau buruk. Setiap penggemar tentunya merasa senang ketika mampu menikmati karya terbaru dari musisi favoritnya. Akan tetapi, dalam kasus ini, mengingat karya tersebut dirilis tanpa ada persetujuan dari musisi tersebut, ada sedikit perasaan tidak nyaman yang timbul. Walaupun demikian, ada beberapa penggemar yang merasa bahwa posthumous album merupakan cara efektif untuk memberikan penghargaan kepada musisi dan membantu meneruskan legacy sang musisi ke generasi selanjutnya. Di sisi lain, ada yang merasa tindakan ini menunjukkan bahwa para musisi hanyalah pion dan mengambil keputusan akan karyanya bukanlah porsi seorang musisi.
Salah satu cara awam yang diambil oleh para penggemar untuk menentukan tujuan dibalik sebuah album adalah dengan menilai kualitas dari album tersebut. Selain itu, para penggemar juga dapat mengidentifikasi apakah artistic vision yang dimiliki oleh sang musisi ditemukan dalam karya tersebut. Apabila album tersebut dikerjakan dengan penuh perhatian dan memiliki hasil kualitas yang memuaskan, penggemar tidak memiliki masalah dan menganggap album tersebut sebagai bentuk honor bagi sang musisi. Namun, apabila album tersebut tidak memenuhi ekspektasi para penggemar, album tersebut akan dikecam dan dianggap sebagai bentuk disrespect. Penilaian seperti ini tidak bisa sepenuhnya menentukan yang benar dan salah. Kasus serupa dialami oleh Amy Winehouse dan album Lioness: Hidden Treasures. Album ini dianggap tidak dapat memenuhi ekspektasi atau menerangkan sinar Winehouse dalam industri musik11Ryce, A. (2011, December 9). Amy Winehouse: Lioness: Hidden treasures. Pitchfork. Retrieved July 1, 2022, from https://pitchfork.com/reviews/albums/16112-lioness-hidden-treasures/. Ayah Winehouse pun menerima berbagai pertanyaan mengenai banyaknya uang yang diterimanya dari album ini. Ia tidak menyangkal hal tersebut, tetapi Ia menyatakan bahwa Ia rela menyerahkan semua uangnya untuk mendapatkan putrinya kembali. Selain itu, kedua produser yang menyelesaikan album ini pun telah bekerja sama dengan Winehouse selama bertahun-tahun. Walaupun kurang memuaskan, album ini merupakan media orang-orang terdekat Winehouse untuk menceritakan kisah hidupnya dan membuktikan bahwa dia pantas untuk diingat. Dengan demikian, untuk menilai tujuan dibalik suatu album atau menentukan apakah posthumous album ini merupakan hal yang pantas kita nikmati atau tidak masih merupakan hal yang sulit dilakukan.
Sentimen Para Seniman
Bila kita harus menelisik pendapat beberapa seniman musik, kita akan menemukan pernyataan yang keras dari beberapa seniman. Pada tahun 2021 yang lalu, Anderson .Paak memancing perhatian dengan tattoo barunya yang bertuliskan “When I’m gone, please don’t release any posthumous albums or songs with my name attached. Those were just demos and never intended to be heard by the public.”12Willman, C. (2021, August 18). Anderson .Paak gets a key part of his will tattooed on ARM: No posthumous albums. Variety. Retrieved July 1, 2022, from https://variety.com/2021/music/news/anderson-paak-tattoo-posthumous-albums-1235043411/ Dengan langkah ekstrim yang diambilnya, .Paak menunjukkan keseriusan dalam permintaannya ini. Salah satu musisi lainnya yang memberikan permintaan mengenai karyanya adalah Tyler, the Creator. Masih di tahun yang sama, Tyler mengungkapkan bahwa dia tidak ingin namanya digunakan ketika dia sudah meninggal nanti. “Do not continue anything in my name if I die. You got this on record,” ucapnya dalam interview dengan XXL13Sadler, A. (2021, November 24). Who profits from the posthumous album release? Consequence. Retrieved July 1, 2022, from https://consequence.net/2021/11/posthumous-rap-albums-who-profits-essay/.
Tentunya ada alasan dibalik opini musisi-musisi ini. Seorang seniman yang mencintai karyanya pasti ingin memiliki kendali akan karya yang mereka buat. Karya-karya yang mereka buat merupakan hasil perasan otak mereka yang dibentuk sedemikian rupa agar dapat dikonsumsi oleh banyak orang. Namun, ada kalanya seorang musisi merasa bahwa suatu karya belum layak atau tidak pantas untuk diperdengarkan kepada orang lain karena suatu alasan tertentu atau standar yang telah mereka ciptakan. Tidak semua seniman berani untuk mengungkapkan hal ini seperti kedua musisi di atas. Kebanyakan dari mereka tetap diam karena merasa tidak akan ada yang mau mendengarkan mereka. Padahal, karya mereka merupakan sebuah aset dan atau kekayaan intelektual yang harganya sangat bernilai.
Intellectual Property
Menurut Daniel Sperling, tidak cukup bagi kita apabila kita hanya mengakui bahwa manusia memiliki posthumous interest. Hal tersebut dikarenakan ada beberapa interest yang dapat diproteksi oleh pribadi masing-masing dan ada juga yang tidak memiliki proteksi secara legal14Wilkinson, T. M. (2009). Daniel Sperling, posthumous interests: Legal and Ethical Perspectives. The Journal of Value Inquiry, 43(4), 3–3. https://doi.org/10.1007/s10790-009-9163-y. Oleh karena itu, beberapa di antaranya sepantasnya diproteksi oleh perundang-undangan. Kekayaan intelektual atau intellectual property merupakan harta yang dimiliki oleh seorang seniman atau musisi yang berkarya. Apabila seorang musisi ingin agar kekayaan intelektualnya terproteksi dengan baik, maka mereka harus dapat memahami intellectual property rights. Terdapat empat tipe kekayaan intelektual: patent, copyright, trademark, dan trade secret15Kosturakis, I. (2014). Intellectual Property 101. Tex. J. Bus. L., 46, 37.. Patent memproteksi ide, gagasan, atau proses original. Copyright memproteksi karya kreatif yang berwujud. Trademark memproteksi identitas brand. Trade secret adalah aspek produksi, desain, daftar harga, kustomer, segala hal yang berhubungan dengan kegiatan transaksi atau operasi bisnis yang perlu disembunyikan dari publik. Seorang penulis, komposer, atau penyanyi yang menciptakan suatu karya tulis atau demo rekaman sebaiknya mendaftarkannya dan mendapatkan copyright atau hak cipta atas karya mereka. Copyright ini dapat mencegah adanya perbuatan yang tidak inginkan terhadap karya yang telah mereka buat. Selain memproteksi karya mereka, dengan mendapatkan hak cipta ini, mereka bisa mereproduksi, mendistribusikan, dan menampilkan karya tersebut, serta mereka juga dapat menciptakan karya baru berdasarkan karya tersebut.
Sperling merasa hambatan dari adanya posthumous music ini timbul ketika seorang seniman meninggal tanpa membuat keputusan apa-apa sebelumnya. Sperling percaya bahwa posthumous rights berjalan berdampingan dengan kedua hal: pilihan dan interest theories. Oleh sebab itu, sulit untuk menentukan baik dan buruk dari perilisan sebuah seni posthumous karena sangat sulit untuk mengetahui apa isi hati dari orang yang sudah meninggal, apalagi pilihan yang dia buat. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Sperling: “the person before death could make choices and thus satisfy the condition of the choice theory.”16Wilkinson, T. M. (2009). Daniel Sperling, posthumous interests: Legal and Ethical Perspectives. The Journal of Value Inquiry, 43(4), 2–2. https://doi.org/10.1007/s10790-009-9163-y
Akhir Kata
Posthumous music tentunya memberikan banyak manfaat bagi para penggemar dan penikmat musik. Namun, bukan para penikmat musik atau penggemar, melainkan seorang senimanlah yang pantas mengambil keputusan untuk karya dan dirinya sendiri. Hal ini menjadi kebebasan mereka mengingat tanpa adanya mereka, tidak akan ada karya tersebut. Sekarang ini, banyak seniman yang menuliskan instruksi mengenai karya mereka yang belum terbit dalam surat wasiat, seperti contohnya Lana Del Rey17Gallagher, A. (2021, August 19). Lana Del Rey says her will prohibits posthumous release of Music. NME. Retrieved July 1, 2022, from https://www.nme.com/en_asia/news/music/lana-del-rey-says-her-will-prohibits-posthumous-release-of-music-3023482. Hal ini bertujuan untuk memberikan wewenang bagi keluarga terdekat mereka sebagai orang yang paling berhak setelah sang musisi meninggal. Menentukan perizinan akan posthumous release merupakan hak yang tidak bisa diabaikan. Tindakan pengabaian hak ini bisa berdampak kepada seniman-seniman muda yang akhirnya takut untuk berkreasi karena merasa privasinya suatu waktu akan dilanggar tanpa sepengetahuan mereka. Timbul juga krisis kepercayaan yang menghambat hubungan antara seniman dan berbagai pihak lainnya dalam industri. Dengan demikian, diharapkan adanya respek yang diberikan kepada para seniman atau musisi agar semakin banyak legenda musik yang tidak kehilangan hasrat untuk tetap berkarya.
Editor: Ricardo Juan, Raka Yuda Priyangga, Aurelia Julia Irvana
Referensi
↵1 | Oliveto, J. (2022). Posthumous albums explained: Definition, process & examples. Cake Blog. Retrieved July 1, 2022, from https://www.joincake.com/blog/posthumous-album/ |
---|---|
↵2 | Heru, J. (2021, December 16). Chopin’s Fantasie-Impromptu. Majalah Staccato. Retrieved July 1, 2022, from https://majalahstaccato.com/chopins-fantaisie-impromptu/ |
↵3 | History. Fantaisie Impromptu. (2020, June 9). Retrieved July 1, 2022, from https://fantaisieimpromptu.org/history/ |
↵4 | DeRiso, N. (2015, November 6). How queen pulled together for final triumph, ‘made in heaven’. Ultimate Classic Rock. Retrieved July 1, 2022, from https://ultimateclassicrock.com/queen-made-in-heaven/ |
↵5 | Blistein, J. (2020, January 8). Mac Miller’s family details posthumous album ‘circles’. Rolling Stone. Retrieved July 1, 2022, from https://www.rollingstone.com/music/music-news/mac-miller-posthumous-album-circles-release-date-935064/ |
↵6 | Valeviciute, S. (2021, January 6). The Boar. Retrieved July 1, 2022, from https://theboar.org/2021/01/how-ethical-are-posthumous-album-releases/ |
↵7 | Legends Never Die. Juice WRLD Wiki. (n.d.). Retrieved July 1, 2022, from https://juice-wrld.fandom.com/wiki/Legends_Never_Die |
↵8 | Winter, S. (2010). Against posthumous rights. Journal of Applied Philosophy, 27(2). https://doi.org/10.1111/j.1468-5930.2009.00477.x |
↵9 | Gyasi, K., & Gyasi, K. (2022, July 3). Rest on repeat: The dubious ethics of posthumous albums. Varsity Online. Retrieved July 1, 2022, from https://www.varsity.co.uk/music/22861 |
↵10 | Flanagan, A. (2018, August 27). The strange story of those supposedly fake Michael Jackson songs. NPR. Retrieved July 1, 2022, from https://www.npr.org/2018/08/27/642342319/the-strange-story-of-those-supposedly-fake-michael-jackson-songs |
↵11 | Ryce, A. (2011, December 9). Amy Winehouse: Lioness: Hidden treasures. Pitchfork. Retrieved July 1, 2022, from https://pitchfork.com/reviews/albums/16112-lioness-hidden-treasures/ |
↵12 | Willman, C. (2021, August 18). Anderson .Paak gets a key part of his will tattooed on ARM: No posthumous albums. Variety. Retrieved July 1, 2022, from https://variety.com/2021/music/news/anderson-paak-tattoo-posthumous-albums-1235043411/ |
↵13 | Sadler, A. (2021, November 24). Who profits from the posthumous album release? Consequence. Retrieved July 1, 2022, from https://consequence.net/2021/11/posthumous-rap-albums-who-profits-essay/ |
↵14 | Wilkinson, T. M. (2009). Daniel Sperling, posthumous interests: Legal and Ethical Perspectives. The Journal of Value Inquiry, 43(4), 3–3. https://doi.org/10.1007/s10790-009-9163-y |
↵15 | Kosturakis, I. (2014). Intellectual Property 101. Tex. J. Bus. L., 46, 37. |
↵16 | Wilkinson, T. M. (2009). Daniel Sperling, posthumous interests: Legal and Ethical Perspectives. The Journal of Value Inquiry, 43(4), 2–2. https://doi.org/10.1007/s10790-009-9163-y |
↵17 | Gallagher, A. (2021, August 19). Lana Del Rey says her will prohibits posthumous release of Music. NME. Retrieved July 1, 2022, from https://www.nme.com/en_asia/news/music/lana-del-rey-says-her-will-prohibits-posthumous-release-of-music-3023482 |
Discussion about this post