Pada Jumat (04/12) pukul 14.00, Aliansi BEM se-UI menyelenggarakan aksi massa tolak Statuta UI untuk yang keempat kalinya. Aksi ini telah direncanakan sebelumnya karena mengingat Ari Kuncoro sebagai Rektor Universitas Indonesia tidak menanggapi tiga aksi sebelumnya. Aksi keempat ini menunjukkan kegigihan Aliansi BEM se-UI untuk menolak eksistensi dari Statuta UI.
“Ini menunjukkan spirit dan semangat teman-teman untuk memperjuangkan yang dianggap benar dalam hal ini mencabut Statuta UI masih tinggi,” ucap Leon.
Ratusan Mahasiswa Datangi Kemendikbud Ristek
Jumlah mahasiswa yang turut berpartisipasi menjadi peserta aksi demo statuta jilid empat berjumlah lebih dari 100 orang. Adapun tuntutan dari aksi ini masih sama, yaitu mencabut Statuta UI, mendorong pemerintah melalui Kemendikbud Ristek, dan merevisi ulang Statuta UI yang lama dengan mengikutsertakan 4 organ UI serta Civitas Akademika. Perihal keikutsertaan elemen pada aksi-aksi sebelumnya pun masih sama.
“Masih ada mahasiswa, dosen, dan Dewan Guru Besar,” tutur Leon. Adapun jika tuntutan tidak berhasil, aksi-aksi lanjutan tentu akan dilakukan dengan aliansi mahasiswa. “Sampai statuta dicabut,” lanjut Leon untuk mempertegas pernyataannya.
Berangkat menggunakan tiga bus, rombongan mahasiswa yang terdiri dari aliansi BEM se-UI tiba di Kantor Kemendikbud Ristek. Barisan mahasiswa menuju ke depan gerbang yang sudah dijaga oleh pihak kepolisian dengan mengibarkan bendera serta membawa baliho besar bertuliskan “Menuntut mas Menteri untuk mencabut Statuta UI.”
Setibanya di depan Gedung Kemendikbud Ristek, Komandan Lapangan Aksi Tolak Statuta UI Jilid IV, Masagus Achmad Fathan, menjelaskan demo kali ini ditujukan kepada Kemendikbud Ristek karena tiga aksi sebelumnya sama sekali tak digubris oleh pihak rektorat. Orasi dari Fathan ini sekaligus juga membuka demo secara resmi.
Bukan Sekedar Masalah UI
Mengingat aksi yang kali ini tidak hanya menyangkut masalah mahasiswa, tetapi juga masa depan UI itu sendiri, pihak dosen dan guru besar turut hadir menjadi bagian dari massa. “Kami sudah mengirim surat keberatan yang ditandatangani oleh 117 profesor di UI, 120 organisasi kemahasiswaan di UI sudah mengirim surat ke lima menteri dan tetap tidak digubris,” ungkap Reni Suwarso selaku Ketua dan Pemrakarsa Aliansi Batalkan Statuta UI PP Nomor 75 tahun 2021.
Reni menjelaskan bahwa perjuangan dalam menolak Statuta UI dan PP Nomor 75 tahun 2021 ini bukan hanya sekedar permasalahan UI, tetapi masalah 6.500 PTN PTS se-Indonesia karena peraturan tersebut dapat menimbulkan efek domino terhadap kampus kampus lain.
Pertama, terjadi liberalisasi kampus dan dijauhkan dari misinya mencerdaskan kehidupan bangsa. “Hanya orang-orang kaya yang bisa kuliah, padahal kita ingin agar akses yang sama baik yang kaya maupun yang miskin,” papar Reni.
Kedua, Politisasi kampus. Hal ini terjadi karena Statuta UI memperbolehkan partai politik (Parpol) menjadi sembilan anggota kehormatan MWA UI. Jika parpol sudah berhasil memasuki UI, bagaimana di level provinsi dan kabupaten atau kota. “Nanti struktur organisasinya (Parpol) bisa-bisa DPP di level UI, ITB, UGM. DPD nya Universitas Gorontalo dan Universitas Andalas. DPC nya masuk ke universitas tingkat kabupaten,” tegas Reni. Hal ini membuat struktur pendidikan yang sakral bagi universitas dapat bergeser hakikatnya menjadi struktur parpol.
Ketiga, Merusak sistem pendidikan dan generasi muda Indonesia. “Kita (Mahasiswa, Dosen, dan Guru Besar UI) membela bukan karena merasa bagian dari UI saja misalnya, tapi kita disini membela satu generasi ke depan,” jelas Reni. Saat ini, banyak dari pendidik di level universitas, seperti rektor, dekan, dan dosen yang memiliki rangkap jabatan karena diperbolehkan oleh PP 75 Tahun 2021. “Artinya pekerjaan dan profesi menjadi dosen (mengajar) hanya sampingan, kalau pendidikan jadi side job apa dampaknya,” terang Reni.
Audiensi bersama Kemendikbud Ristek
Setelah cukup lama menghadapi penolakan, beberapa perwakilan UI, antara lain Leon, Wawan, Medeline, Dwiki, dan Reni Suwarso akhirnya diperbolehkan masuk ke dalam Gedung Kantor Kemendikbud Ristek untuk mengirimkan berkas dan menyatakan posisi menolak dengan tegas PP Nomor 75 Tahun 2021. Pihak yang diundang masuk pun menyatakan bahwa belum ada respon dan diskusi dari pihak Kemendikbud Ristek. “Namun, sekedar informasi bahwa saat ini mereka (Kemendikbud Ristek) sedang lempar-lempar tanggung jawab,” tutur Reni.
Bayu Satria Utomo, Ketua BEM FISIP UI, pun turut menjelaskan kronologis tuntutan yang telah mahasiswa lakukan. “Pertama, kami (Aliansi BEM se-UI) sudah kirim surat ke UI, terus dilempar ke Kemendikbud, terus dari Kemendikbud, kita dilempar ke Kemensetneg, dari sana kita dilempar lagi karena katanya persuratan ada di Kemendikbud,” terangnya. Ia menyatakan bahwa salah satu tujuan dari aksi ini untuk mengambil berkas yang telah dititipkan oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kemendikbud Ristek.
Ketidakpuasan dari pihak aksi kembali meluap ketika menyadari adanya ketidaklengkapan dalam penyerahan berkas. “Saat saya menanyakan ada dua berkas yang belum lengkap, yaitu naskah akademik dan rancangan peraturan, itu tidak bisa diberikan karena bukan PPID nya yang langsung memberikan,” jelas Bayu. Aliansi BEM se-UI juga telah mengirimkan surat keberatan kepada PPID Kemendikbud Ristek n. Namun, hingga sampai saat ini, Aliansi BEM se-UI belum juga digubris.
Langkah Selanjutnya, Turun ke Istana?
Pihak aksi berharap Dirjen Kemendikbud Ristek dapat hadir untuk membahas tindak lanjut dan langkah konkret Kemendikbud Ristek untuk mencabut Statuta UI. Menanggapi masalah ini, Kemendikbud Ristek menjanjikan pertemuan lanjutan pada hari Rabu (8/12) mendatang. Jika pihak Kemendikbud tidak menepati janjinya, Reni menegaskan akan diadakannya aksi lanjutan di Istana Negara.
Editor: Maurizky Febriansyah, Muhammad Zaky Nur Fajar, Hafsha Pia Sheridan, Muhammad Ramadhani
Discussion about this post