Kegiatan Penyampaian Rekomendasi dan Diskusi Publik Bersama 3 Calon Dekan telah dilaksanakan oleh BEM FEB UI pada Rabu (3/11). Kegiatan ini dilakukan untuk menyampaikan rekomendasi kebijakan dari mahasiswa terkait dengan empat itu besar, yaitu isu kekerasan seksual, isu akademik, isu fasilitas pendidikan, dan isu kesehatan mental. Kegiatan ini dihadiri oleh tiga calon dekan, perwakilan organisasi kemahasiswaan, dan mahasiswa FEB UI.
Beberapa rekomendasi yang diajukan berasal dari jaring aspirasi yang dilakukan oleh BEM FEB UI dan disampaikan langsung oleh pengurus BEM FEB UI, antara lain Muhammad Jihad, Putri Aaqilah, dan Anwar Hasyim. Penyampaian rekomendasi terhadap empat isu besar tersebut dalam rangka mengawal pemilihan Dekan FEB UI yang tidak lama lagi akan diselenggarakan. .
“Dekan memiliki peran strategis dalam menyelesaikan permasalahan dalam kalangan mahasiswa. Oleh karena itu, mahasiswa sebagai stakeholder utama dan terbesar selayaknya dipertimbangkan dalam keterlibatan rekomendasi kebijakan,” ungkap Jihad mengenai alasan penyampaian rekomendasi kebijakan.
Kekerasan Seksual dan Kesehatan Mental, Isu Baru yang Menjadi Prioritas
Dua isu yang sedang marak terjadi di lingkungan FEB UI adalah terkait kasus kekerasan seksual dan kesehatan mental mahasiswa. Kedua isu tersebut menjadi dua isu pertama dari rekomendasi mahasiswa untuk ketiga calon dekan.
“Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Komisi Aspirasi BPM FEB UI terhadap 261 responden, 70,5% responden menjawab bahwa mereka pernah mengalami atau mendengar kekerasan seksual saat melakukan kegiatan akademik atau non-akademik, baik di dalam maupun di luar lingkungan kampus”, jelas Anwar terkait urgensi penanganan kasus kekerasan seksual. Ia menambahkan bahwa survei tersebut juga menunjukkan kinerja penanganan kekerasan seksual di FEB UI yang kurang maksimal akibat belum adanya regulasi dan peraturan yang jelas, terutama peraturan terkait perlindungan pelapor.
Lebih lanjut, Anwar menyampaikan empat poin rekomendasi terkait penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan FEB UI. Keempat poin tersebut antara lain penetapan mekanisme P2T2 sesuai Peraturan Rektor UI No 14 Tahun 2019, penetapan sanksi pada pelapor sesuai Ketetapan MWA No.8 Tahun 2004, pembentukan lembaga pelaporan, dan mengedepankan proses rehabilitasi bagi korban dengan berbagai sarana.
Menanggapi isu kekerasan seksual, Dodik dan Teguh sepakat perlu memahami lebih lanjut terkait Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021. Dodik merasa definisi kekerasan seksual perlu diperjelas untuk menerima rekomendasi tersebut. “Perlu konfirmasi bentuk kekerasan seksualnya seperti apa. Karena, kalau melihat dari Permendikti Nomor 30 Tahun 2021 kalau dengan seizin korban itu bukan kekerasan seksual,” tegas Dodik.
Begitu juga dengan Teguh, ia akan lebih mempelajari peraturan tersebut agar dapat diadopsi prosedurnya. Teguh juga menekankan pentingnya pendekatan preventif, yaitu sosialisasi mengenai sexual harassment, terutama soal consent. “Consent itu perlu. Pengalaman yang ada itu mungkin awalnya consent, tetapi ga jadi dan dianggap sexual harassment. Itu kan repot,” jelas Teguh.
Selain isu kekerasan seksual, Putri menjelaskan bahwa kesehatan mental mahasiswa FEB UI di tengah pandemi cukup terganggu. “Hasil survei DIARI 2021 menunjukkan sekitar 150 mahasiswa FEB UI mengalami gangguan kesehatan mental selama PJJ,” tutur Putri. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa kesehatan mental mahasiswa harus menjadi prioritas di FEB UI dan merekomendasikan tiga poin terkait hal tersebut.
Ketiga poin tersebut antara lain menyediakan layanan konseling dengan psikolog profesional, memaksimalkan peran Badan Konseling Mahasiswa (BKM), dan turut menyebarkan informasi terkait layanan konseling yang ada. Terkait kesehatan mental, Teguh menekankan bahwa kantor kemahasiswaan akan membangun student wellness atau student wellbeing yang merupakan tindak lanjut dari Ruang Asa FEB UI. Sedangkan, Dodik dan Siti setuju tanpa memberi keterangan lebih lanjut.
Kampus Merdeka, PJJ, dan Isu Akademik Lainnya
Poin rekomendasi ketiga yang disampaikan terkait permasalahan akademik, terutama pelaksanaan kuliah daring dan luring dan Program Kampus Merdeka. “Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Departemen Adkesma BEM FEB UI melalui program kerja DIARI, PJJ belum berjalan dengan efektif,” ungkap Putri. Ketidakefektifan tersebut berdasar pada standarisasi metode dan ujian pembabakan pada kuliah daring. Tidak hanya itu, ketidakjelasan program KKI di tengah PJJ juga cukup disorot.
Sedangkan, untuk isu Program Kampus Merdeka dinilai juga kurang efektif dijalankan. “Banyak mahasiswa tidak mengetahui apa yang harus dilakukan jika diterima Program Kampus Merdeka. Lalu, mahasiswa sering kali tidak mengetahui dampak Program Kampus Merdeka terhadap rencana studinya,” tambah Putri. Berdasarkan berbagai masalah tersebut, mahasiswa mengeluarkan tujuh poin rekomendasi kepada ketiga bakal calon dekan.
Menanggapi isu Program Kampus Merdeka, Dodik mengakui bahwa kampus lain lebih siap dibanding UI. Berbeda dengan Dodik, Teguh menilai bahwa UI adalah kampus yang terdepan dalam mengadopsi Program Kampus Merdeka. Namun, ia menegaskan bahwa desain kurikulum Kampus Merdeka adalah untuk angkatan 2020 ke bawah. Sedangkan, untuk angkatan 2020 ke atas memang lebih tidak fleksibel sehingga diperlukan penyesuaian.
Siti juga mengomentari terkait informasi program magang di Kampus Merdeka bahwa mahasiswa memang harus mencari informasi mandiri karena sudah cukup mudah. “Kalau dari FEB pasti akan menyediakan supporting sistem dan memilih info magang yang bagus-bagus dimana menyeleksi partner yang bisa sesuai dengan apa yang dibutuhkan, memantau, juga mengevaluasi,” tambah Siti.
Di tengah ketidakefektifan pembelajaran daring, muncul wacana pembelajaran tatap muka hingga blended. Ketiga calon dekan menekankan bahwa mahasiswa akan ikut terlibat dalam proses pelaksanaan dan penentuan metode pembelajaran di periode mendatang. Mahasiswa akan dilibatkan melalui diskusi dan jaring. aspirasi seperti sebelumnya. “Jadi memang ada satu sosialisasi prosedur melibatkan stakeholder (mahasiswa FEB UI) dalam suatu pembuatan kebijakan,” jawab Siti menanggapi masalah keterlibatan mahasiswa dalam perencanaan pembelajaran.
Selain ikut melibatkan mahasiswa di dalamnya, Dodik juga menegaskan bahwa pembelajaran offline perlu memperhatikan kondisi dan persetujuan dari pihak universitas. “Kita juga harus bekerja sama dengan UI. Gak mungkin misalnya FEB offline gitu kan ya, tapi UI masih online atau gimana. Tapi kalo saya, saya usahakan offline lah ya,” terang Dodik. “Jika dicampur-campur akan timbul masalah baru,” tambah Dodik.
Fasilitas FEB UI, Perlukah Diperbaiki?
Selain ketiga isu rekomendasi sebelumnya, isu perbaikan fasilitas FEB UI, baik kuliah daring atau tutup muka, juga direkomendasikan kepada ketiga calon dekan. Putri mengungkapkan bahwa selama PJJ berlangsung, banyak kendala teknis dialami oleh mahasiswa, seperti kondisi jaringan, kondisi lingkungan rumah, dan kondisi device yang kurang baik. Mahasiswa FEB UI juga tidak disediakan fasilitas aplikasi berbayar yang mampu mendukung aktivitas akademik.
“UI telah menyediakan akun premium dengan jangka waktu satu tahun, tetapi masih dirasa kurang karena aplikasi akan dipakai hingga lulus,” tutur Putri. Selain isu yang berkaitan dengan PJJ, kualitas jaringan wifi yang masih buruk di beberapa tempat di Gedung A juga disoroti. Atas masalah tersebut, mahasiswa FEB UI merekomendasikan sembilan poin terkait perbaikan fasilitas FEB UI. Kesembilan poin tersebut antara lain perbaikan MUFE, jaringan wifi, hingga SDM di kantor kemahasiswaan.
Menanggapi berbagai rekomendasi perbaikan fasilitas FEB UI, masing-masing calon dekan memberi respon positif dengan berkomitmen bahwa fasilitas yang memang dibutuhkan dan belum ada, akan dicoba dihadirkan. Kemudian, untuk fasilitas yang diperlukan perbaikan, para calon dekan juga akan mengupayakan perbaikan.
Seperti masalah kualitas jaringan wifi yang buruk di beberapa tempat Gedung A, Dodik menyadari perlu ada perbaikan ke depan, terlebih masalah alat yang digunakan. Dalam posisi Siti, masalah tersebut tentu akan diakomodasikan, tetapi perlu diperhatikan mana isu strategis dan mana isu teknis. Ditambah lagi, cepatnya era globalisasi sekarang, Siti menuturkan, “Bisa jadi ada yang memang belum terakomodasi di dalam kurikulum-kurikulum kita (FEB UI). Dan tentu saya yakin kami dosen pun berkomitmen untuk mengakomodasi apa yang telah disebutkan”.
Melanjutkan tanggapan dari dua calon dekan sebelumnya, Teguh beranjak pada poin peningkatan Sumber daya Manusia (SDM) di kantor kemahasiswaan FEB UI. “Komitmen kita (FEB UI) tidak hanya sarjana saja, melainkan pasca-sarjana juga,” ucap Teguh. Ia juga mencoba mengintegrasikan berbagai isu yang disebutkan ke dalam beberapa program di kantor kemahasiswaan, seperti Student Service Center, Student Wellbeing Center, Campus Living, Student Achievements, hingga Student Career Development.
Dukungan Kegiatan Non-Akademik Mahasiswa
Di luar keempat poin rekomendasi, ketiga calon Dekan memberikan pernyataan senada perihal dukungan mereka akan eksistensi organisasi di lingkungan FEB UI. Teguh menjelaskan bahwa peran pihak dekanat di sini adalah untuk menyokong keberadaan organisasi tanpa ikut campur dalam kegiatan organisasi tersebut. “Saya akan menjamin ruang mahasiswa untuk berekspresi, menjadi kebebasan bersuara asal tetap dalam koridor,” tegas Teguh.
Di sisi lain, Siti menyatakan bahwa dirinya sangat mendorong organisasi sebagai sarana pembelajaran bagi mahasiswa agar siap terjun ke dunia real nantinya. “Saya berharap organisasi ini dapat memberikan berbagai supporting skill yang tidak dapat diberikan dalam pembelajaran kuliah secara formal, khususnya kemampuan-kemampuan yang bermanfaat untuk bersaing di era global,” terang Siti.
Tanggapan Calon Dekan Perihal Statuta UI
Ditanya mengenai kontroversi Statuta UI, ketiga calon Dekan memiliki pandangan yang cenderung searah. Teguh meminta mahasiswa untuk lebih pandai dalam menyaring informasi dan jangan hanya terpaku pada sumber informasi dari satu pihak. “Akan tetap ada revisi perihal poin Statuta yang dirasa kurang pas dan sudah ada kesepakatannya, sehingga seharusnya tidak perlu dipermasalahkan,” terang Teguh. “Fokus saya bukan isu Statuta atau gak Statuta, tapi menjamin nasib mahasiswa yang dititipkan pada saya,” tegas Teguh.
Di lain pihak, Siti menerangkan bahwa kita perlu melihat permasalahan Statuta UI ini secara helicopter view. “Saya merasa bahwa di sini ada governance problem dan UI cuma imbas dari dampak yang terjadi secara nasional,” jelas Siti. Dodik menambahkan bahwa mahasiswa tidak boleh hanya memperhatikan poin bermasalah saja. “Pasti masih ada poin baiknya (Statuta UI), sehingga perlu ada sosialisasi lebih lanjut tentang peraturan ini ke Civitas Akademika UI,” tambah Dodik.
Menerima atau Tidak Poin Rekomendasi?
Dari isu mengenai kekerasan seksual, kesehatan mental, fasilitas pendidikan, serta akademik, mahasiswa FEB UI membuat poin komitmen yang akan diberi feedback oleh ketiga calon dekan dan setelah disepakati, ditandatangani oleh ketiga calon dekan. Poin komitmen tersebut antara lain:
- Berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan dari empat isu yang disebutkan di atas
- Berkomitmen untuk selalu menindaklanjuti usulan yang diberikan dan melakukan transparansi terkait empat isu tersebut selama menjabat kepada mahasiswa
- Berkomitmen untuk menandatangani dan melaksanakan rekomendasi kebijakan ini.
- Berkomitmen untuk selalu membantu mahasiswa FEB UI yang mengalami kesulitan finansial yang dapat berpotensi membuat mahasiswa FEB UI kehilangan kesempatan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan melalui proses akademik di FEB UI.
- Berkomitmen untuk terus berdialog dengan mahasiswa mengenai perkembangan masalah yang terjadi di dalam dan di luar cakupan rekomendasi kebijakan ini mengingat kondisi yang dinamis.
Dalam diskusi yang berlangsung selama kurang lebih 2 jam, masing-masing calon Dekan memberikan sinyal positif terkait empat isu utama serta rekomendasi yang diberikan oleh mahasiswa melalui BEM. Ketiga calon dekan terbuka dan setuju untuk menandatangani poin rekomendasi yang disampaikan oleh BEM FEB UI. Namun, terdapat beberapa catatan penting yang mesti dikonsiderasi oleh pihak BEM hasil feedback dari calon Dekan.
Dodik menyampaikan bahwa perlu dilakukan perincian serta penyelarasan definisi terkait kekerasan seksual yang tercantum dalam poin rekomendasi dengan Permendikti. Siti juga menyampaikan bahwa beragam isu dan rekomendasi yang disampaikan oleh BEM perlu dilakukan kategorisasi ke dalam beberapa kelompok, seperti isu strategis, isu teknis, root of problems, dan kategori lainnya.
Editor : Maurizky Febriansyah, Muhammad Zaky Nur Fajar, Muhammad Ramadhani, Hafsha Pia Sheridan
Discussion about this post