Teknologi dan manusia merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Dari awal manusia purba hingga manusia modern saat ini selalu menggunakan teknologi di hidupnya. Penemuan teknologi selalu berjalan beriringan dengan perkembangan peradaban manusia. Dahulu, manusia sudah menciptakan berbagai teknologi sederhana seperti kapak genggam dan roda. Lalu manusia modern mulai menciptakan mesin-mesin kompleks seperti komputer hingga robot. Kala ini, penemuan artificial intelligence menjadi terobosan baru dalam peradaban manusia. Penemuan teknologi tersebut bertujuan membantu kehidupan manusia menjadi lebih mudah dan efisien.
Pada titik tertentu dalam sejarah kehidupan manusia, teknologi yang seharusnya membantu manusia untuk mempermudah hidupnya, malah menjadi perusak hidup dari manusia sendiri. Teknologi yang tadinya menjadi barang komplementer bagi berbagai produksi barang dan jasa, menjadi substitusi dari tenaga kerja manusia. Kita menggantikan tugas seorang kameramen dan seorang pilot helikopter dalam meliput berita dari udara, dengan satu unit drone. Secara sederhana, teknologi telah menggantikan manusia.
Titik yang merupakan momentum utama dari perkembangan teknologi secara masif adalah penemuan mesin uap oleh James Watt pada abad ke-18, atau yang sering kita dengar dengan Revolusi Industri. Pada awal Revolusi Industri, ketimpangan sosial di Inggris menjadi sangat tinggi karena pabrik-pabrik yang sebelumnya menggunakan tenaga manusia, diubah dengan tenaga mesin yang lebih efisien (Fajariah & Suryo, 2020). Para pemilik modal semakin kaya dan orang yang miskin akan tetap menjadi miskin. Namun, apakah Revolusi Industri itu dianggap sebagai hal yang buruk? Tentu saja jawabnya tidak. Karena pada akhirnya, Revolusi Industri meningkatkan efisiensi produksi manusia dan membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang. Teori ini disebut Joseph A Schumpeter (Ekonom Austria) sebagai Creative Destruction, teori yang menyatakan bahwa manusia perlu melakukan destruksi atau penghancuran untuk melakukan pembangunan1FEB UB. 2021. “Creative Destruction”. Diambil dari:https://feb.ub.ac.id/creative-destruction.html.
Masa modern ini manusia dihadapkan dengan Revolusi Industri 4.0 di mana industri yang berkembang difokuskan kepada perkembangan digitalisasi dan otomatisasi dalam produksi. Revolusi ini diharapkan mampu menambah efisiensi produksi dengan menggunakan Artificial Intelligence. Namun, terdapat masalah sosial dalam perkembangan teknologi di Revolusi Industri 4.0, yaitu: “Apakah teknologi akan menyulitkan manusia dalam mencari pekerjaan?” Jawabannya adalah tidak. Saat ini, dengan adanya teknologi, manusia dapat memiliki pekerjaan baru yang belum pernah diprediksikan sebelumnya, seperti: Ojek Online, Content Creator, Programmer, dll. Teknologi bukan menghilangkan pekerjaan manusia, akan tetapi memindahkan manusia ke pekerjaan baru yang lebih modern2Bessen, J. (2015). Toil and Technology: Innovative technology is displacing workers to new jobs rather than replacing them entirely, Finance & Development, 0052(001), A007. Retrieved Sep 26, 2021, from https://www.elibrary.imf.org/view/journals/022/0052/001/article-A007-en.xml. Lantas, apakah masalah yang timbul dari perkembangan teknologi yang semakin maju? Jawabannya adalah ketimpangan sosial dalam mengakses dan menggunakan teknologi itu sendiri.
Teknologi dan Ketimpangan Sosial
Dengan memiliki akses teknologi, manusia dapat dengan mudah menggenggam dunia. Bermodal smartphone dan koneksi internet, kita dapat mengetahui bagaimana keadaan di belahan bumi lainnya. Tidak terbayangkan bagi kita untuk bisa hidup tanpa menggunakan teknologi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Karena pada dasarnya saat ini kehidupan manusia sangat bergantung kepada penggunaan teknologi itu. Namun, tidak semua orang di muka bumi ini atau bahkan di Indonesia dapat mengakses internet. Hal ini disebabkan karena ketimpangan yang ada di dunia. Kita dapat melihat dari teknologi yang sangat penting untuk saat ini, yaitu Internet.
Saat ini, Global internet penetration rate berada di titik 60,1%3Johnson, J. (2021, September 7). Global regional internet penetration RATE 2021. Statista. Retrieved September 26, 2021, from: https://www.statista.com/statistics/269329/penetration-rate-of-the-internet-by-region/.. Indeks ini menunjukkan bahwa sebanyak 60,1% dari total penduduk dunia telah terjangkau oleh internet. Terdapat hampir setengah penduduk atau 40% penduduk di dunia yang tidak dapat mengakses internet. Di Indonesia sendiri, terdapat 202,6 juta penduduk Indonesia yang telah menggunakan internet pada maret 20214Published by Statista Research Department, & 29, M. (2021, March 29). Internet penetration in Asia-pacific 2019. Statista. Retrieved September 26, 2021, from https://www.statista.com/statistics/265153/number-of-internet-users-in-the-asia-pacific-region/. . Jumlah itu melonjak bertambah dari 196 juta pada November 2020, hal ini menandakan bahwa pertumbuhan teknologi internet di Indonesia dianggap sudah cukup baik.
Namun, perlu diingat bahwa mayoritas pembangunan di Indonesia dipusatkan di Pulau Jawa yang mana 100 juta lebih penduduk di Indonesia berada di pulau tersebut. Data pada November 2020 tersebut memperlihatkan bahwa lebih dari 50% dari 196 juta pengguna internet di Indonesia berada di Pulau Jawa, sedangkan pulau lain masih terpantau sedikit dan tidak sebanding dengan Pulau Jawa.
Sumber: APJII
Data-data di atas mengukuhkan pendapat bahwa tidak semua orang dapat dijangkau oleh internet. Penetrasi Internet di daerah seperti Bali & Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua bahkan masih ada di bawah 10%, bahkan, apabila ditotalkan, jumlahnya tidak sampai keseluruhan pengguna di pulau Sumatera .Padahal, penggunaan teknologi seperti internet sangat krusial di era pandemi Covid-19.
Seperti yang kita ketahui, pandemi Covid-19 membuat orang-orang di seluruh dunia harus berada di rumah untuk menghindari penyebaran virus. Hal tersebut membuat manusia harus melakukan segala aktivitasnya dari rumah, seperti belajar dan bekerja. Pandemi ini telah banyak memperlihatkan besarnya jurang antara si kaya dan si miskin. Menurut laporan UNICEF, pada agustus 2020, sebanyak 31% atau sekitar 460 juta anak di dunia kesulitan mengakses pendidikan selama masa pandemi Covid-19.
UNICEF juga menyatakan bahwa secara global, 72 persen murid yang tidak dapat mengakses pembelajaran adalah anak-anak yang berasal dari rumah tangga termiskin di negaranya5COVID-19: LAPORAN baru UNICEF Mengungkap setidaknya sepertiga anak sekolah DI seluruh Dunia tidak DAPAT mengakses pembelajaran Jarak jauh selama sekolah DITUTUP. UNICEF. (2021, September 22). Retrieved September 26, 2021, from https://www.unicef.org/indonesia/id/press-releases/covid-19-laporan-baru-unicef-mengungkap-setidaknya-sepertiga-anak-sekolah-di-seluruh.. Hal tersebut disebabkan sulitnya akses teknologi seperti ketersediaan smartphone atau internet di sejumlah wilayah seperti perdesaan atau daerah pinggiran . Kemendikbud mengidentifikasi empat masalah yang menjadi tantangan dalam proses pembelajaran secara online yaitu: 1) ketimpangan teknologi antara sekolah di kota besar dan daerah; (2) keterbatasan kompetensi guru dalam pemanfaatan aplikasi pembelajaran; (3) keterbatasan sumber daya untuk pemanfaatan teknologi Pendidikan seperti internet dan kuota; dan (4) relasi guru-murid-orang tua dalam pembelajaran daring yang belum integral6Kemendikbud.go.id. (2020) “Pembelajaran Online di Tengah Pandemi Covid-19, Tantangan yang Mendewasakan”. Diambil dari: https://pusdatin.kemdikbud.go.id/pembelajaran-online-di-tengah-pandemi-covid-19-tantangan-yang-mendewasakan/.
Tidak mengherankan bila kita sering mendengar berita mengenai tindakan kriminal yang berdalih kepentingan sekolah online. Salah satu contoh kasusnya yaitu, seorang ayah di Garut yang mencuri handphone untuk mendukung pembelajaran anaknya7Hendy, Aep. (2020). “Kasus Ayah Curi HP Demi Belajar Online sang Anak di Garut, Wakil Bupati Angkat Bicara“. Diambil dari: https://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/pr-01652911/kasus-ayah-curi-hp-demi-belajar-online-sang-anak-di-garut-wakil-bupati-angkat-bicara. Kasus ini merupakan bukti nyata bahwa akses teknologi sangat diperlukan untuk saat ini.Tanpa adanya akses teknologi yang memadai selama pandemi ini, pelajar akan kesulitan untuk menempuh pendidikan. Seperti yang kita ketahui, ketimpangan pendidikan merupakan salah satu masalah yang terbesar di dunia. Tetapi, Keadaan tersebut menjadi semakin parah karena akses pendidikan yang semakin sulit akibat teknologi.
Selain masalah ketidakmerataan akses teknologi, terdapat juga masalah yang berkaitan dengan hal tersebut yaitu, rendahnya literasi teknologi. Literasi teknologi adalah kemampuan untuk menggunakan teknologi secara efektif untuk mengakses, mengevaluasi, mengintegrasikan, membuat, dan mengkomunikasikan informasi8IGI Global. (2021). “What is Technology Literacy“. Diambil dari: https://www.igi-global.com/dictionary/teacher-preparation-programs-and-learner-centered-technology-integrated-instruction/29528. Literasi teknologi sangatlah dibutuhkan untuk dapat bersaing di dunia modern yang dipenuhi oleh teknologi terutama dalam melaksanakan pendidikan dan pekerjaan secara online. Bayangkan kita memiliki sebuah buku yang sangat bagus yang dapat mempermudah hidup kita, tetapi kita tidak dapat membaca buku tersebut sehingga akhirnya akan menjadi sia-sia. .Kurangnya literasi teknologi ini juga membuat orang-orang yang tidak memiliki kemampuan tersebut akan cenderung menjadi lebih mudah terpapar oleh hoax dan misinformasi. Data BPS pada tahun 2020 memperlihatkan persentase remaja hingga dewasa yang berumur 15-59 yang memiliki keterampilan dalam menggunakan teknologi informasi dan komputer.
Sumber: BPS
Data grafik kita dapat melihat bahwa rata-rata penduduk Indonesia yang dapat menggunakan Teknologi informasi dan Komputer kurang lebih mencapai 60%. Akan tetapi, perbandingan tiap daerah tidak merata antara satu dengan yang lain. Grafik tersebut menunjukkan bahwa masih banyak daerah yang persentasenya dibawah rata-rata nasional.
Tidak meratanya akses teknologi dan kemampuan menggunakan teknologi merupakan masalah yang besar bagi setiap negara, tak terkecuali Indonesia. Setelah masa pandemi, Akses teknologi dan kemampuan menggunakannya merupakan hal yang sangat diperlukan dalam pendidikan. Namun, tanpa adanya kedua hal tersebut, pendidikan akan sulit didapatkan. Kesulitan dalam mengakses pendidikan ini akan mempengaruhi hal yang lainnya. Seperti pendapatan, kualitas tenaga kerja, bahkan ketimpangan sosial itu sendiri. Ketimpangan teknologi ini menciptakan suatu paradoks baru dalam sejarah kehidupan manusia. Di satu sisi ketimpangan sosial akan menyebabkan ketimpangan teknologi karena adanya jurang si kaya dan si miskin yang membuat tidak semua orang dapat memiliki akses teknologi. Akan tetapi, ketimpangan teknologi sendiri akan mengarah kepada ketimpangan sosial, dimana saat ini untuk dapat bekerja dan menempuh pendidikan kita harus menggunakan teknologi.
Bagaimana Kedepannya?
Saat ini Teknologi merupakan salah satu penyokong kehidupan manusia. Saat ini kita tidak perlu bepergian untuk membeli makanan, tetapi dengan menggunakan aplikasi di smartphone, makanan dapat datang dengan sendirinya kepada kita. Bahkan, saking berpengaruhnya teknologi dalam kehidupan manusia, 7 dari 10 orang terkaya di dunia merupakan orang yang berkecimpung di dunia teknologi9Forbes. (2021). https://www.forbes.com/real-time-billionaires/#630d35d23d78. Hal tersebut menandakan besarnya pengaruh teknologi. Akan tetapi, hal tersebut menjadi sebuah hal yang ironis bagi manusia. Teknologi dapat mencetak orang-orang terkaya di dunia, tetapi di sisi yang lain juga memperparah ketimpangan sosial di dunia. Jurang antara si kaya dan si miskin sudah selalu menjadi masalah dalam kehidupan manusia justru semakin lebar dan dalam karena adanya teknologi.
Kemajuan Teknologi saat ini memang tidak dapat disangkal lagi. Adanya teknologi yang maju sangat mempermudah manusia. Bahkan, dalam mengerjakan tulisan ini, penulis juga menggunakan teknologi. Akan tetapi kemajuan tersebut tidak diiringi oleh penyebaran dari teknologi itu sendiri. Kita dapat melihat di belahan dunia yang satu, mobil dapat berjalan sendiri tanpa perlu dikendalikan oleh manusia. Tetapi di belahan dunia yang satu, anak-anak tidak dapat bersekolah karena tidak memiliki internet atau smartphone. Jika terjadi ketimpangan yang semakin parah, maka nilai dari eksistensi teknologi sudah tidak ada lagi. Eksistensi teknologi bertujuan untuk membantu manusia, tetapi tidak semua manusia dapat merasakan nilai eksistensi teknologi tersebut. Penulis berpendapat bahwa tidak ada gunanya kemajuan teknologi tanpa diikutsertakan penyebaran teknologi kepada seluruh manusia. Karena teknologi yang seharusnya membantu mempermudah hidup manusia, malah memperbesar masalah ketimpangan yang ada.
Referensi
↵1 | FEB UB. 2021. “Creative Destruction”. Diambil dari:https://feb.ub.ac.id/creative-destruction.html |
---|---|
↵2 | Bessen, J. (2015). Toil and Technology: Innovative technology is displacing workers to new jobs rather than replacing them entirely, Finance & Development, 0052(001), A007. Retrieved Sep 26, 2021, from https://www.elibrary.imf.org/view/journals/022/0052/001/article-A007-en.xml |
↵3 | Johnson, J. (2021, September 7). Global regional internet penetration RATE 2021. Statista. Retrieved September 26, 2021, from: https://www.statista.com/statistics/269329/penetration-rate-of-the-internet-by-region/. |
↵4 | Published by Statista Research Department, & 29, M. (2021, March 29). Internet penetration in Asia-pacific 2019. Statista. Retrieved September 26, 2021, from https://www.statista.com/statistics/265153/number-of-internet-users-in-the-asia-pacific-region/. |
↵5 | COVID-19: LAPORAN baru UNICEF Mengungkap setidaknya sepertiga anak sekolah DI seluruh Dunia tidak DAPAT mengakses pembelajaran Jarak jauh selama sekolah DITUTUP. UNICEF. (2021, September 22). Retrieved September 26, 2021, from https://www.unicef.org/indonesia/id/press-releases/covid-19-laporan-baru-unicef-mengungkap-setidaknya-sepertiga-anak-sekolah-di-seluruh. |
↵6 | Kemendikbud.go.id. (2020) “Pembelajaran Online di Tengah Pandemi Covid-19, Tantangan yang Mendewasakan”. Diambil dari: https://pusdatin.kemdikbud.go.id/pembelajaran-online-di-tengah-pandemi-covid-19-tantangan-yang-mendewasakan/ |
↵7 | Hendy, Aep. (2020). “Kasus Ayah Curi HP Demi Belajar Online sang Anak di Garut, Wakil Bupati Angkat Bicara“. Diambil dari: https://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/pr-01652911/kasus-ayah-curi-hp-demi-belajar-online-sang-anak-di-garut-wakil-bupati-angkat-bicara |
↵8 | IGI Global. (2021). “What is Technology Literacy“. Diambil dari: https://www.igi-global.com/dictionary/teacher-preparation-programs-and-learner-centered-technology-integrated-instruction/29528 |
↵9 | Forbes. (2021). https://www.forbes.com/real-time-billionaires/#630d35d23d78 |
Discussion about this post