Sudah dua tahun berturut-turut, ada yang berbeda dari perayaan hari anak. Di tengah pandemi Covid-19, hari yang diperingati setiap tanggal 23 Juli hanya bisa dimeriahkan secara virtual. Situs resmi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia mempublikasikan tema Hari Anak Nasional 2021, yaitu “Anak Terlindungi, Indonesia Maju” dengan tagar #AnakPedulidiMasaPandemi.
Kondisi Anak Indonesia di Masa Pandemi Covid-19
Kasus Covid-19 pada anak semakin meningkat akhir-akhir ini. “Di awal pandemi, proporsi anak (di Indonesia) yang terkena Covid-19 kurang dari 5%. Namun, proporsi tersebut semakin meningkat hingga mencapai 12,8%,” tutur dr. Yogi Prawira Sp.A(K)., Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Anak Indonesia, pada sesi wawancara bersama Badan Otonom Economica (13/07).
Tingginya kasus Covid-19 pada anak disebabkan oleh perkembangan varian virus yang terus berevolusi. Beberapa varian Covid-19 memiliki tingkat kecepatan lebih tinggi dari virus asalnya. “Varian Alpha kira-kira 40-50% lebih cepat dibanding varian original, sedangkan varian Delta yang saat ini mulai menyebar di Indonesia 30-50% lebih menular dibanding varian Alpha. Dapat dilihat betapa berbahayanya varian Delta tersebut,” tutur dr. Yogi.
Gejala Covid-19 pada Anak
Menurut pemaparan dr. Yogi, kesalahan umum masyarakat adalah mengira Covid-19 sebagai infeksi respiratori (saluran nafas) saja. Padahal, Covid-19 merupakan penyakit multisistem. Gejala yang muncul bisa berupa demam, batuk, pilek, sesak, gejala saluran cerna, hingga merah-merah pada kulit. Covid-19 bisa dibilang master of disguise, bisa menyerupai banyak hal sehingga dalam kondisi transmisi lokal tidak terkendali.
“Jangan seperti menggunakan kacamata kuda. Saya perhatikan itu anaknya demam, di-swab, di-swab, di-swab ternyata pada hari ketiga, hari keempat, demamnya turun. Anaknya lemas, ternyata (sakitnya) DBD. Perlu diingat Indonesia ini gudang penyakit tropik. Ada banyak penyakit lain yang bisa berbahaya dan bisa tertangani dengan baik apabila terdiagnosa,” tambah dr. Yogi.
Perbandingan Kasus Covid-19 pada Anak dan Orang Dewasa
Kondisi yang menjadi perbedaan antara anak dengan orang dewasa adalah multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C). Kondisi ini ditemukan cukup banyak ketika anak mengalami perburukan, seperti peradangan, selama dua hingga enam minggu sejak terinfeksi. Dalam jangka waktu tersebut, bisa saja hasil PCR negatif dan antibodi telah terbentuk.
Keadaan ini bisa berlanjut hingga peradangan hebat dan gangguan multiorgan. Apabila terdeteksi lebih awal dan segera ditangani, perbaikannya bisa signifikan dan sembuh secara sempurna. Namun, keterlambatan penanganan akan menyebabkan gangguan jantung yang sifatnya permanen. Dengan begitu, orang tua harus tetap waspada meski anaknya sudah negatif dan segera ke rumah sakit apabila muncul gejala.
Pencegahan Covid-19 pada Anak
Salah satu bentuk pencegahan virus pada anak yang penting dilakukan adalah menggunakan masker. “IDAI menyarankan anak di atas 2 tahun sudah menggunakan masker. Selain terhindar dari Covid, hal tersebut akan menumbuhkan kebiasaan baik bagi anak hingga dewasa nantinya,” jelas dr. Yogi.
Pemerintah juga melakukan upaya pencegahan lain seperti mewajibkan masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan dan menekankan 3T (testing, tracing, dan treatment). Kebijakan 3T ini harus lebih ditekankan karena masih banyak daerah yang belum memenuhi kapasitas tes.
“Harusnya ada minimal testing berapa per seribu penduduk per minggu. Misalnya, begitu ada satu kasus positif, maka rasio lacak isolasi atau kontak tracing minimal 30. Satu kasus lalu dilakukan 30 pelacakan apakah ada orang di sekitar selama masa inkubasi itu tertular,” tegas dr. Yogi. Pemerintah juga mengupayakan treatment dengan memanggil relawan dan tenaga kesehatan serta mengubah lokasi tertentu menjadi rumah sakit darurat.
Penanganan Anak yang Positif Covid-19
“Isolasi mandiri sebenarnya tidak ada yang berlaku umum. Semuanya harus dikembalikan kepada keunikan keluarga masing-masing,” tutur dr. Yogi. Hal yang harus diperhatikan adalah jangan self-diagnose atau self-treatment. Dokter Yogi menyarankan untuk berkonsultasi kepada dokter melalui layanan telekonsultasi. Jika gejala pada anak yang terkonfirmasi positif Covid-19 ringan, anak tersebut bisa diisolasi mandiri dengan kondisi rumah yang memungkinkan. Jika anak memiliki penyakit menahun, lebih baik diperiksakan secara langsung untuk dilakukan pemeriksaan penunjang.
Saat melakukan isolasi mandiri untuk anak, orang tua harus memberi penjelasan yang mudah dimengerti pada anaknya, mendampingi anaknya, dan tetap mematuhi protokol kesehatan. Jika memungkinkan, bagian rumah dipisahkan menjadi zona merah (tempat anak yang sakit) dan zona hijau (keluarga lain yang sehat). Zona yang penting diawasi untuk anak terjangkit Covid-19 adalah area tidur, area bermain, dan kamar mandi. Orang tua juga wajib memantau tanda vital dan menghafalkan tanda bahaya. Jika ada yang tidak normal, keluarga dapat langsung menghubungi dokter untuk konsultasi.
Serba Serbi Vaksinasi pada Anak
Vaksinasi merupakan salah satu langkah untuk menangani pandemi Covid-19. Proses vaksinasi dilakukan untuk mencapai tingkat imunitas komunal paling tidak sekitar 70% dari masyarakat. Meskipun begitu, vaksin tidak melindungi 100%. Vaksin lebih berfungsi untuk pencegahan sehingga dapat meminimalisasi gejala berat bagi yang terinfeksi.
“Apabila berbicara terkait anak, isu utama adalah isu safety, baru efficacy,” tegas dr. Yogi. Saat ini, IDAI merekomendasikan vaksinasi difokuskan pada anak usia 12-17 tahun dengan alasan isu keamanan, efektifitas, dan kemungkinan terpapar lebih besar. Penelitian lanjutan untuk vaksinasi anak di bawah 12 tahun masih terus dilakukan. Seandainya bukti menunjukkan vaksin sudah aman dan efektif maka vaksinasi untuk anak di bawah 12 tahun bisa segera dilaksanakan.
Pesan untuk Pembaca
“Kalau ditanya kapan pandemi ini selesai, itu bukan berdasarkan waktu, tapi berdasarkan seberapa kita bisa melakukan perubahan perilaku,” ucap dr. Yogi. “Pandemi ini bukan tentang saya, tapi kita semua. Seberapa besar kita memikirkan orang lain, bukan cuma diri sendiri. Jadilah bagian dari solusi,” tutup dr. Yogi.
Foto oleh Atoms dari Unsplash
Editor: Muhammad Zaky Nur Fajar, Maurizky Febriansyah, Haikal Qinthara
Discussion about this post