Economica
  • Hard News
  • Kajian
  • Penelitian
  • In-Depth
  • Sastra
  • Mild Report
  • Feature
No Result
View All Result
Economica
  • Hard News
  • Kajian
  • Penelitian
  • In-Depth
  • Sastra
  • Mild Report
  • Feature
No Result
View All Result
Economica
Home Kajian

Salah Kaprah Semangat Juang Mahasiswa

by Resha Putra Maheswara
22 Juli 2021
in Kajian, Kampus

“Dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat” merupakan ucapan Abraham Lincoln pada pidatonya di Gettysburg saat perang sipil Amerika. Pernyataan tersebut tidaklah asing bila diasosiasikan dengan demokrasi. Rakyat memiliki kekuatan utama dalam pemerintahan di negara demokrasi, sehingga tak jarang protes dilakukan oleh rakyat pada saat kondisi dan tindakan pemerintah sebuah negara sedang tidak baik-baik saja. Indonesia sebagai negara demokrasi tentu tak luput dari kenyataan ini, salah satu buktinya: Demonstrasi 1998. Gelombang demonstran yang tersusun dari mahasiswa berbagai perguruan tinggi, menjadi katalis tumbangnya pemerintahan Soeharto dan pembuka jalan menuju era reformasi1Baity, A. N. (2016). Persepsi Aktivis Mahasiswa 1998 Tentang Demonstrasi Tahun 1998 Dalam Rangka Menurunkan Soeharto. Kajian Moral dan Kewarganegaraan, 4(3.

Cara yang ditempuh dalam menyampaikan aspirasi sebagai corong perlawanan para mahasiswa kala itu diawali dengan orasi di berbagai tempat. Bermodalkan pengeras suara seperti megaphone dan ajakan dari mulut ke mulut oleh mahasiswa kepada sesamanya dan masyarakat. Dengan tujuan membakar api semangat serta menghidupkan sentimen betapa korup dan gagalnya pemerintah dalam menjalankan tugasnya dengan baik.

Kini, sudah lebih dari 20 tahun sejak gejolak revolusi tersebut berlangsung. Perkembangan zaman tidak cukup kuat untuk mengubah natur mahasiswa, gelora aspirasi masyarakat tetap jadi bahan bakar utama. Tambah lagi, kini teknologi lebih bermurah hati mengulurkan tangannya pada mereka.

Dewasa ini, media sosial tidak bisa lagi dipisahkan dari gerakan aktivisme mahasiswa. Media sosial digunakan mahasiswa sebagai sebuah senjata komunikasi dan mobilisasi untuk mengangkat isu keadilan sosial dan kondisi material. Sebut saja #MahasiswaBergerak atau #GejayanMemanggil, dua tagar tersebut merupakan bentuk ketukan ritme mahasiswa dalam bersosial media. Gerakan tersebut membuahkan aksi-aksi demonstrasi penolakan peresmian RKUHP yang akan dilakukan oleh DPR2Saubani, A. (2019, September 19). Aksi #MahasiswaBergerak Demo DPR Tolak UU KPK dan RKUHP | Republika Online. Republika Online. https://nasional.republika.co.id/berita/py2uyu409/aksi-mahasiswabergerak-demo-dpr-tolak-uu-kpk-dan-rkuhp.

Protes Mahasiswa RKUHP tahun 2019 (Sumber: Dok. Penerbit)

Semudah menggerakan jari-jari di layar gawai, begitulah analogi dalam menciptakan dorongan kuat bagi khalayak ramai. Lantas apa yang menghalangi tindakan para mahasiswa ini untuk menyuarakan keresahan-keresahan mereka?

Kisruh Unggahan BEM UI

BEM atau Badan Eksekutif Mahasiswa (dahulu bernama Senat Mahasiswa) di Indonesia hingga kini masih menyerukan upaya perlawanan terhadap kelalaian-kelalaian pemerintah, tak terkecuali Universitas Indonesia. Pada tahun 2019-2020, BEM UI beberapa kali melakukan demonstrasi terkait revisi UU KPK dan RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law yang dilakukan baik secara turun ke jalan maupun kritik melalui media sosial. Dan yang paling anyar: pada tanggal 26 Juni 2021 BEM UI melancarkan sebuah protes terhadap pemerintahan RI melalui unggahan di media sosial mereka. Kegaduhan pun mengikuti belakangan.

Banyak lahir pihak pro dan kontra terhadap bentuk protes yang dilakukan oleh BEM UI tersebut, baik dari sisi mahasiswa, dosen, hingga warganet. Berdasarkan hasil tinjauan penulis, poin utama yang dikritisi pihak kontra adalah “gaya” protes para mahasiswa UI yang dianggap tidak menjunjung nilai etika, sopan, dan santun. Dalam unggahan protes, BEM UI menggunakan foto dari Presiden RI, Joko Widodo yang ditempeli coretan sedemikian rupa3BEM UI. (2021, June 26). https://twitter.com/bemui_official/status/1408744958937362433. Twitter. https://twitter.com/BEMUI_Official/status/1408744958937362433. Rektorat UI juga merupakan salah satu pihak yang mempermasalahkan gaya penyampaian yang seakan menyerang secara personal. Hal ini juga yang menjadi motif pemanggilan beberapa pihak BEM UI beberapa waktu lalu.

Tindakan yang dilakukan oleh BEM UI ini merupakan bagian dari tren student activism yang sedang menjamur di kalangan mahasiswa di seluruh dunia. Student activism dan digital activism telah melakukan persetubuhan yang melahirkan kemudahan dalam menyebarkan pesan, terutama di tengah keterbatasan gerak pada masa pandemi ini, serta meningkatkan cakupan “pendengar” yang dapat mereka—para mahasiswa ini—raih4Ntuli, M. E., & Teferra, D. (2017). Implications of Social Media on Student Activism: The South African Experience in a Digital Age. Journal of Higher Education in Africa / Revue de l’Enseignement Supérieur En Afrique, 15(2), 63–80. https://www.jstor.org/stable/26640371.

Penyatuan Aktivisme Mahasiswa dan Dunia Digital

Aktivisme merupakan sebuah tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan tujuan menyampaikan permasalahan terkait kuasa pemerintahan, isu sosial, politik, atau lingkungan. Untuk student activism, tindakan tersebut dilakukan oleh para pelajar atau mahasiswa. Di Indonesia saja tercatat tiga gerakan aktivisme besar terhadap pemerintahan. Pertama, Tritura (Tri Tuntutan Rakyat) yang mendesak Presiden Sukarno pada tahun 1966, dipicu oleh ketidakjelasan sikapnya terhadap kasus G30S 1965. Kedua, Malari (Malapetaka Lima Belas Januari) di tahun 1974, buah kegeraman mahasiswa terhadap derasnya kucuran investasi asing yang berasal dari Jepang. Terakhir, demonstrasi 1998 yang berakhir dengan tergulingnya pemerintahan Presiden Soeharto5Habibie, B. J. (2006). Detik-Detik yang Menentukan: Catatan Reformasi BJ. Habibie: Jalan Panjang Indonesia Menuju Reformasi. Cubic Creative..

Teknologi berperan besar dalam menyempitkan waktu, ruang, dan jarak sehingga saling terkoneksi satu sama lainnya dalam satu ruang bernama ruang siber atau Cyberspace. Perkembangan teknologi memiliki andil yang besar dalam terciptanya kemajuan cara bersosialisasi ini6Wasisto, O., & Jati, R. (2016). CYBERSPACE, INTERNET, DAN RUANG PUBLIK BARU: AKTIVISME ONLINE POLITIK KELAS MENENGAH INDONESIA. Jurnal Pemikiran Sosiologi, 3(1). https://jurnal.ugm.ac.id/jps/article/download/23524/15521. Interkoneksi yang timbul memengaruhi hampir segala jenis kegiatan yang berkaitan dengan interaksi antarmanusia. Misalnya saja, pergerakan aktivisme mahasiswa di tahun-tahun sebelum 2000 masehi pergerakan dilakukan secara konvensional. Seperti menggunakan surat dan jaringan telepon layaknya SLJJ (Sambungan Lokal Jarak Jauh).

Sedikit mengulas mengenai student activism, di Afrika Selatan pada 2015 tagar #RhodesMustFall sempat hangat dan menggaungkan pesan para mahasiswa University of Cape Town (UCT) untuk merobohkan patung Cecil Rhodes7Hall, M. (2015, March 25). The symbolic statue dividing a South African university. BBC News. https://www.bbc.com/news/business-31945680 yang melebar hingga protes terhadap kebebasan akademik dengan ditandai upaya dekolonisasi pendidikan di Afrika Selatan. Gerakan ini tidak hanya terjadi di Afrika Selatan, tetapi juga melebar hingga penjuru dunia dengan penggunaan media sosial8Kamanzi, B. (2015, March 29). “Rhodes Must Fall” – Decolonisation Symbolism – What is happening at UCT, South Africa? – The Postcolonialist. Postcolonialist.com. http://postcolonialist.com/civil-discourse/rhodes-must-fall-decolonisation-symbolism-happening-uct-south-africa/).

Rhodes must fall (Rodger Bosch/AFP/Getty Images)

Contoh penggunaan digital activism yang dilakukan para mahasiswa UCT ini berhasil pada output yang mereka inginkan. Teknologi digital dan komunikasi daring merupakan sebuah ruang yang sangat menarik untuk diamati dalam hubungannya dengan aktivisme, pada saat yang sama merupakan objek studi yang kompleks9Cernison, M. (2019). Models of Online-Related Activism. JSTOR; Amsterdam University Press. https://www.jstor.org/stable/j.ctvc77nv5.6. Hal-hal seperti dampak yang diberikan oleh digitalisasi dan aktivisme tidak dapat secara gamblang dijelaskan oleh jurnal-jurnal ilmiah, tetapi dengan mudah dapat kita lihat bahwa gabungan digitalisasi komunikasi dan aktivisme menghasilkan cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan cara konvensional10Ntuli, M. E., & Teferra, D. (2017). Implications of Social Media on Student Activism: The South African Experience in a Digital Age. Journal of Higher Education in Africa / Revue de l’Enseignement Supérieur En Afrique, 15(2), 63–80. https://www.jstor.org/stable/26640371.

Setelah melihat contoh aktivisme mahasiswa di atas, baik yang dilakukan secara konvensional maupun modern (bantuan teknologi dan jagat maya), dapat kita simpulkan satu hal: demonstrasi mahasiswa berskala masif selalu meninggalkan jejaknya pada sejarah suatu bangsa.

Perubahan Permintaan atas Informasi

Perlu ditelisik terlebih dahulu mengapa mahasiswa menjadi peran penting dalam katalisator informasi di lanskap peradaban saat ini. Apabila menilik periode hegemoni pemerintahan di Indonesia, terdapat perbedaan yang signifikan. Kedua periode tersebut menjelaskan bagaimana mahasiswa perlu memiliki pendekatan berbeda terutama sebagai penuntun maupun pemberi informasi masyarakat.

Pada masa orde baru, lalu lintas informasi tidaklah sepadat periode pasca reformasi. Pemerintah memiliki kontrol pada media massa melalui persyaratan yang disebut sebagai SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) ditambah dengan Peraturan Menteri Penerangan nomor 01 tahun 1984 pasal 33h. Peraturan tersebut menjadi landasan bagi pemerintah dalam mengatur aktivitas media massa dalam tema, materi, arah substansi, dan corak ketimbang dalam kebebasan pengelolaannya maupun konsumennya. Pada masa itu, kebebasan akademik belum berkembang karena seluruh informasi yang ditawarkan melalui kurikulum juga diatur oleh pemerintah. Penyatuan informasi tersebut diperparah dengan kondisi teknologi yang belum mutakhir, dimana medium untuk menyebarkan informasi hanya bertajuk melalui medium seperti radio dan televisi11Dwi N., Susilastuti (2000), “Kebebasan Pers Pasca Orde Baru”, Jurnal Ilmu Sosial dan Politik Vol.4 No.2 , Yogyakarta.

Lompat ke masa sekarang, sebuah waktu di mana akses menuju informasi sudah lebih mudah. Kalau dulu, bacaan hanya bisa diperoleh lewat perpustakaan umum (ini pun terbatas karena pada masa itu banyak sekali buku-buku yang diharamkan), kini buku berserakan di mana-mana (meski tidak sepenuhnya, karena masih ada saja daerah yang susah mendapatkannya). Hal ini ditambah dengan bagaimana media massa berubah menjadi badan yang independen dari kontrol pemerintah pasca reformasi. Belum lagi kepandaian gawai yang sudah bisa menampilkan bacaan dalam format virtual, atau YouTube sebagai kanal pengalih wahana sumber informasi. Yang terakhir dan paling penting, munculnya media sosial telah mengubah lanskap lalu lintas informasi menjadi sangat padat12Martini, Rina (2014), “Analisis Peran dan Fungsi Pers Sebelum dan Sesudah Reformasi Politik di Indonesia”, Jurnal Ilmu Sosial Vol.13 No.2 Agustus 2014 1-9, Semarang, available at: https://media.neliti.com/media/publications/101204-ID-analisis-peran-dan-fungsi-pers-sebelum-d.pdf.

Media sosial adalah sebuah panggung terbuka. Panggung hura-hura para pendakwah. Bayangkan melenggang ke sebuah cafe, memesan segelas kopi hitam, duduk menghadap panggung kosong, dan menanti komika naik untuk melanturkan banyolan (baca: open mic). Tentu tidak semua komika itu lucu, atau kalau lucu itu subjektif, tidak semua komika dapat menghibur kita. Begitulah sosial media. Semua orang berhak naik panggung, ada atau tidak yang menonton itu belakangan, syukur-syukur memerhatikan. Anggap ada sebuah banyol yang terus menari dalam kepala, sepulangnya dari sana, kita masih akan terkekeh sepanjang jalan. Kemudian kita ingin yang lain tergelak juga, maka kita mulai membagi lawakan itu kepada sanak sahabat. Dengan tetap membawa pakem serupa: syukur kalau ada yang tertawa, kalau tidak, ya sudah.

Sialnya, informasi dan pembelajaran bukan senda gurau semata. Ada kalanya, dogma yang tersebar luas melalui sosial media merupakan waham, pemikiran destruktif yang bisa meledak apabila jumlah penganutnya menggelembung melampaui titik batas.

Di sinilah status maha pada mahasiswa dipertaruhkan. Mereka tidak boleh semena-mena menyebarkan informasi yang tidak jelas juntrungannya. Mereka harus mampu jadi pembeda, juruselamat, ketika “nabi-nabi” palsu penuntun masyarakat ke jalan penuh sesat bermunculan. Karena kita semua seharusnya tahu dan sepakat, bahwasanya diluar sana ada saja komika yang sama sekali tidak bisa melucu.

Menelaah Kritik

Lalu, mengapa mahasiswa perlu mengambil andil yang lebih dalam penyampaian kritik berdasarkan sumber informasi yang telah dipaparkan? Sejatinya, alasan tersebut dapat disimpulkan dari kondisi masyarakat yang semakin terpelajar atas liberalisasi informasi tersebut. Secara relatif, data yang ditunjukkan dari BPS menggambarkan bahwa terdapat kenaikan keikutsertaan masyarakat terhadap pendidikan formal pada era reformasi dan orde baru13Statistik, B. (2021). Indikator Pendidikan, 1994-2020. Retrieved 22 July 2021, from https://www.bps.go.id/statictable/2010/03/19/1525/indikator-pendidikan-1994-2019.html. Perbedaan lanskap ini memberikan proposisi bahwa mahasiswa sebagai salah satu pemberi pertunjukkan dalam sandiwara informasi perlu mempertunjukkan hal yang berbeda dari masyarakat umum, terutama posisi mereka sebagai salah satu entitas akademik.

Berbicara mengenai entitas akademik, khususnya mahasiswa, tidak bisa terlepas dari Tri Dharma Perguruan Tinggi. Yakni; pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian kepada masyarakat. Pada poin kedua dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, elemen terkait di Perguruan Tinggi seperti mahasiswa dan dosen wajib melakukan penelitian dan pengembangan. Sehingga mahasiswa sebagai elemen perguruan tinggi seharusnya melakukan penelitian dan pengembangan yang bisa saja diimplementasikan dalam protes-protes mereka terhadap keadaan14Rustandi, D. (2020, October 22). Dirjen Dikti: Tri Dharma Perguruan Tinggi Tidak Berhenti Meski Pandemi Covid-19. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia. https://dikti.kemdikbud.go.id/kabar-dikti/kabar/dirjen-dikti-tri-dharma-perguruan-tinggi-tidak-berhenti-meski-pandemi-covid-19/.

Sebagai mahasiswa yang berkutat pada nilai keilmuan, maka sewajarnya dapat melakukan penelitian dengan skala yang sesuai kemampuan. Penelitian tersebut dapat menggunakan data sekunder seperti jurnal akademik, buku, ataupun melakukan penelitian dengan data primer sederhana yang masih bisa dilakukan. Dengan demikian, konten protes yang dipamerkan lebih mencirikan seorang akademisi.

Pada akhirnya, ilmu yang telah dipelajari di dalam kelas tidak hanya berakhir di meja ujian. Memanfaatkannya dengan mengaplikasikan pada kegiatan seperti protes atau demonstrasi bukanlah sesuatu yang salah. Alih-alih tindakan tersebut akan lebih mencirikan bahwa protes tersebut dilakukan oleh mahasiswa yang terpelajar, bukan dari manusia yang memiliki embel-embel mahasiswa. Lantas, apa yang membedakan protes mahasiswa dengan protes siswa sekolah dasar* jika mahasiswa tidak menggunakan ilmunya? Pertanyaan ini biarkan pembaca saja yang menyimpulkan.

Jika memerhatikan bagian referensi yang ditampilkan oleh BEM UI, mayoritas adalah kutipan dan saduran dari portal berita. Lalu apakah hal tersebut salah?

Untuk bisa menjawabnya, kita perlu memahami tujuan pengunggahannya terlebih dahulu. Tentu saja tidak apabila kita melihatnya sebagai sebuah unggahan yang bertujuan untuk sekadar mengingatkan kembali “kata-kata” Presiden Joko Widodo. Namun, jika kita melihatnya sebagai sebuah “tuntutan mahasiswa”, kaum-kaum berlatar belakang akademik, yang dalam penyampaian diberi label student activism, maka seyogyanya konten referensi yang dipergunakan tidak hanya berita-berita semata. Benar memang seorang jurnalis harus imparsial atau tidak memihak15Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (n.d.). Hasil Pencarian – KBBI Daring Imparsial. Kbbi.kemdikbud.go.id. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/imparsial. Walakin, beberapa perusahaan media massa dimiliki oleh pelaku-pelaku politik yang kita tidak mengetahui secara pasti motif yang dipergunakan dan juga akan lebih baik jika menambah point of view sebuah tulisan.

Berdasarkan survey yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), masyarakat sekarang sudah lebih terpelajar daripada sebelumnya16Statistik, B. (2021). Indikator Pendidikan, 1994-2020. Retrieved 22 July 2021, from https://www.bps.go.id/statictable/2010/03/19/1525/indikator-pendidikan-1994-2019.html. Fakta inilah yang menuntut mahasiswa untuk menjadi lebih terpelajar. Terlebih, mahasiswa juga diharapkan untuk tumbuh menjadi entitas yang memiliki paradigma ilmiah dalam memandang persoalan kehidupan kebangsaan17RI, S. (2021). Mahasiswa Sebagai Masyarakat Intelektual Miliki Ragam Ide dan Gagasan. Retrieved 22 July 2021, from https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/26455/t/Mahasiswa+Sebagai+Masyarakat+Intelektual+Miliki+Ragam+Ide+dan+Gagasan. Pengejawantahannya hadir melalui kajian-kajian yang (seharusnya) lebih mendalam dibandingkan dengan produk yang dikeluarkan oleh sumber-sumber lain.

Tetapi, lebih pintar tidak berarti semua pintar. Bagaimana jika, salah satu dari kelompok apes tersebut, menyuarakan opininya yang tidak didahului analisis dan pencarian sumber kredibel? Sayangnya kita memang tidak bisa serta merta menyalahkan mereka karena satu dan lain hal. Yang bisa kita lakukan adalah berlomba-lomba dengan mereka dalam kompetisi “pencarian nabi ke-26”.

Andai memang tujuannya hanya untuk menyuguhkan fakta guna mengingatkan hal-hal yang telah dijanjikan tetapi tidak dilaksanakan, tetaplah mahasiswa harus memahami berita-berita tersebut. Karena seorang mahasiswa juga manusia, menyadari batasan ilmu adalah sesuatu yang seharusnya dimiliki. Apabila ia tidak memahami sebuah cabang ilmu, alangkah baiknya bertanya kepada mereka yang memahami ilmu tersebut. Mirip dengan pepatah yang berbunyi: “malu bertanya sesat di jalan”. Karena saya tidak tahu apa yang dimaksudkan oleh BEM UI dalam unggahannya yang menggambarkan dan menuliskan Jokowi ”mencegat” masyarakat untuk menggugat sebuah undang-undang. Nyatanya yang dituliskan dalam portal berita adalah sebuah petitum, yakni bagian surat gugat yang dimohon untuk diputuskan atau diperintahkan oleh pengadilan18Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (n.d.-b). Hasil Pencarian – KBBI Daring Petitum. Kbbi.kemdikbud.go.id. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/petitum yang jelas hal tersebut bukan lah sebuah amar putusan. Sedikit menggelitik dan berbahaya karena masuk dalam miskonsepsi dan menyebarluaskan salah paham.

Pencarian Payung Hukum

Perlakuan yang didapatkan oleh BEM UI dan beberapa fungsionaris organisasi lain seperti DPM dari pihak rektorat sangat disayangkan kurang berkenan. Meskipun bentuk protes yang digunakan oleh BEM UI mungkin tidak bisa diterima oleh masyarakat, tetapi hal tersebut tidaklah menyalahi aturan sama sekali, sistem media dan politik hampir tidak bisa dilepaskan19Schroeder, R. (2018). Media systems, digital media and politics. JSTOR; UCL Press. https://www.jstor.org/stable/j.ctt20krxdr.5. Maka, wajar bila para mahasiswa ini menggunakan media digital untuk menyampaikan pesan politik mereka.

Penulis sedikit melakukan pendalaman mengenai apakah mencoret-coret foto presiden dapat dipenjara? Dari hasil yang penulis temukan, jika seseorang melakukan penghinaan terhadap presiden maka bisa dikenakan (RUU) KUHP pasal 134 dan 136. Namun, turun putusan MK yang membatalkan pasal tersebut karena dapat dianggap sebagai hal yang multitafsir. Ya, sedikit disayangkan meski pada 2006 telah ditolak, entah kenapa pasal ini dicoba dikembalikan lagi di RUU KUHP20Bernie, M. (2021, June 11). Pasal Penghinaan Presiden Dibatalkan MK, Muncul Lagi di RUU KUHP. Tirto.id. https://tirto.id/pasal-penghinaan-presiden-dibatalkan-mk-muncul-lagi-di-ruu-kuhp-ggLt.

Lagi pula jika unggahan coret-coretan presiden dibawa ke ranah hukum, perlu dibuktikan mens reanya21Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (n.d.-c). Hasil Pencarian – KBBI Daring Mens Rea. Kemdikbud.go.id. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/mens%20rea dari unggahan BEM UI tersebut. Menurut penulis pribadi tidak ada inisiatif jahat untuk menghina presiden yang dilontarkan oleh BEM UI dalam postingan tersebut. Seharusnya kita mempertanyakan tindakan rektorat yang memanggil jajaran organisasi mahasiswa UI akibat dari unggahan protes mereka.

Melihat banyaknya penggunaan platform digital ini, perlu diperhatikan pula isi dari konten yang disebarluaskan di media sosial. Karena kemudahan dalam menyebarluaskan sebuah konten adalah milik semua khalayak, baik mereka yang bertanggung jawab, maupun tidak (re: penyebar hoaks/berita burung.). Maka, perlulah kita sebagai pembaca memerhatikan dan mengkritisi sebuah konten protes/propaganda yang disebarluaskan oleh siapapun itu.

Akhir Kata

Apabila unggahan kritik saja mendapatkan respons negatif, lantas bagaimana seorang mahasiswa dapat meraih ilham dalam bentuk kebebasan akademik? Kalau kesempatan berpendapat saja disunat habis, ada dimana kesempatan mahasiswa mempelajari hal-hal yang dianggap tidak baik oleh pihak-pihak berkepentingan?

Kepada BEM UI dan mahasiswa lainnya, termasuk penulis, yang ingin menyerukan protes terhadap permasalahan yang ada, mari sampaikan secara objektif dan berlandaskan bukti-bukti konkret yang telah dirangkai.
Alangkah baiknya bagi pihak-pihak terlibat melakukan introspeksi diri, baik BEM UI, Rektorat UI, Pemerintahan RI, dan yang paling penting, warganet dalam menyampaikan pendapatnya dan merespon opini atau pandangan pihak lain.

Semoga saja agitasi-agitasi yang dilakukan oleh teman-teman mahasiswa lainnya dari manapun institusi dan asalnya tidak mendapatkan perlakuan buruk. Kedepannya, diharapkan teman-teman tetap mengobarkan semangat untuk mengawasi pemerintahan dan menyuarakan kekecewaan serta keluhan masyarakat. Tabik.

 

*Siswa Sekolah Dasar belum memiliki pemahaman yang setara dengan mahasiswa
**Terima kasih kepada para editor yang sudah mau membantu saya dalam berdiskusi dan merapikan tulisan saya yang masih jauh dari kata sempurna. Serta kepada Ridho teman saya dari FH yang mau sedikit berdiskusi mengenai perihal hukum yang saya tidak kuasai secara luas, dan jika ada kesalahan dalam penggunaan makna kata harap berikan saran dan mohon maklum.

Editor: Yudhistira GS, M Daffa Nurfauzan, Oliver JMS, Aurelia Julia Irvana

Illustrator: Abelardo

Referensi[+]

Referensi
↵1 Baity, A. N. (2016). Persepsi Aktivis Mahasiswa 1998 Tentang Demonstrasi Tahun 1998 Dalam Rangka Menurunkan Soeharto. Kajian Moral dan Kewarganegaraan, 4(3
↵2 Saubani, A. (2019, September 19). Aksi #MahasiswaBergerak Demo DPR Tolak UU KPK dan RKUHP | Republika Online. Republika Online. https://nasional.republika.co.id/berita/py2uyu409/aksi-mahasiswabergerak-demo-dpr-tolak-uu-kpk-dan-rkuhp
↵3 BEM UI. (2021, June 26). https://twitter.com/bemui_official/status/1408744958937362433. Twitter. https://twitter.com/BEMUI_Official/status/1408744958937362433
↵4, ↵10 Ntuli, M. E., & Teferra, D. (2017). Implications of Social Media on Student Activism: The South African Experience in a Digital Age. Journal of Higher Education in Africa / Revue de l’Enseignement Supérieur En Afrique, 15(2), 63–80. https://www.jstor.org/stable/26640371
↵5 Habibie, B. J. (2006). Detik-Detik yang Menentukan: Catatan Reformasi BJ. Habibie: Jalan Panjang Indonesia Menuju Reformasi. Cubic Creative.
↵6 Wasisto, O., & Jati, R. (2016). CYBERSPACE, INTERNET, DAN RUANG PUBLIK BARU: AKTIVISME ONLINE POLITIK KELAS MENENGAH INDONESIA. Jurnal Pemikiran Sosiologi, 3(1). https://jurnal.ugm.ac.id/jps/article/download/23524/15521
↵7 Hall, M. (2015, March 25). The symbolic statue dividing a South African university. BBC News. https://www.bbc.com/news/business-31945680
↵8 Kamanzi, B. (2015, March 29). “Rhodes Must Fall” – Decolonisation Symbolism – What is happening at UCT, South Africa? – The Postcolonialist. Postcolonialist.com. http://postcolonialist.com/civil-discourse/rhodes-must-fall-decolonisation-symbolism-happening-uct-south-africa/
↵9 Cernison, M. (2019). Models of Online-Related Activism. JSTOR; Amsterdam University Press. https://www.jstor.org/stable/j.ctvc77nv5.6
↵11 Dwi N., Susilastuti (2000), “Kebebasan Pers Pasca Orde Baru”, Jurnal Ilmu Sosial dan Politik Vol.4 No.2 , Yogyakarta
↵12 Martini, Rina (2014), “Analisis Peran dan Fungsi Pers Sebelum dan Sesudah Reformasi Politik di Indonesia”, Jurnal Ilmu Sosial Vol.13 No.2 Agustus 2014 1-9, Semarang, available at: https://media.neliti.com/media/publications/101204-ID-analisis-peran-dan-fungsi-pers-sebelum-d.pdf
↵13, ↵16 Statistik, B. (2021). Indikator Pendidikan, 1994-2020. Retrieved 22 July 2021, from https://www.bps.go.id/statictable/2010/03/19/1525/indikator-pendidikan-1994-2019.html
↵14 Rustandi, D. (2020, October 22). Dirjen Dikti: Tri Dharma Perguruan Tinggi Tidak Berhenti Meski Pandemi Covid-19. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia. https://dikti.kemdikbud.go.id/kabar-dikti/kabar/dirjen-dikti-tri-dharma-perguruan-tinggi-tidak-berhenti-meski-pandemi-covid-19/
↵15 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (n.d.). Hasil Pencarian – KBBI Daring Imparsial. Kbbi.kemdikbud.go.id. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/imparsial
↵17 RI, S. (2021). Mahasiswa Sebagai Masyarakat Intelektual Miliki Ragam Ide dan Gagasan. Retrieved 22 July 2021, from https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/26455/t/Mahasiswa+Sebagai+Masyarakat+Intelektual+Miliki+Ragam+Ide+dan+Gagasan
↵18 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (n.d.-b). Hasil Pencarian – KBBI Daring Petitum. Kbbi.kemdikbud.go.id. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/petitum
↵19 Schroeder, R. (2018). Media systems, digital media and politics. JSTOR; UCL Press. https://www.jstor.org/stable/j.ctt20krxdr.5
↵20 Bernie, M. (2021, June 11). Pasal Penghinaan Presiden Dibatalkan MK, Muncul Lagi di RUU KUHP. Tirto.id. https://tirto.id/pasal-penghinaan-presiden-dibatalkan-mk-muncul-lagi-di-ruu-kuhp-ggLt
↵21 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (n.d.-c). Hasil Pencarian – KBBI Daring Mens Rea. Kemdikbud.go.id. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/mens%20rea
Tweet176

Discussion about this post

POPULER

  • Pancasila di antara Sosialisme dan Kapitalisme

    6369 shares
    Share 2548 Tweet 1592
  • Program dan Kebijakan Kesehatan Mental, Tanggung Jawab Siapa?

    6220 shares
    Share 2488 Tweet 1555
  • Over-socialization: Is Social Media Killing Your Individuality?

    3826 shares
    Share 1530 Tweet 957
  • Pendidikan Seks di Indonesia: Tabu atau Bermanfaat?

    3597 shares
    Share 1439 Tweet 899
  • Indikasi Kecurangan Tim Futsal Putri FT UI dalam Olim UI 2019

    3233 shares
    Share 1293 Tweet 808
  • Tentang
  • Kontak
  • Kebijakan Privasi

© 2019 Badan Otonom Economica

No Result
View All Result
  • Hard News
  • Kajian
  • Penelitian
  • In-Depth
  • Sastra
  • Mild Report
  • Feature
Situs ini menggunakan cookie. Dengan menggunakan situs ini Anda memberikan izin atas cookie yang digunakan.

Selengkapnya Saya Setuju
Privacy & Cookies Policy

Privacy Overview

This website uses cookies to improve your experience while you navigate through the website. Out of these cookies, the cookies that are categorized as necessary are stored on your browser as they are essential for the working of basic functionalities of the website. We also use third-party cookies that help us analyze and understand how you use this website. These cookies will be stored in your browser only with your consent. You also have the option to opt-out of these cookies. But opting out of some of these cookies may have an effect on your browsing experience.
Necessary
Always Enabled
Necessary cookies are absolutely essential for the website to function properly. This category only includes cookies that ensures basic functionalities and security features of the website. These cookies do not store any personal information.
Non-necessary
Any cookies that may not be particularly necessary for the website to function and is used specifically to collect user personal data via analytics, ads, other embedded contents are termed as non-necessary cookies. It is mandatory to procure user consent prior to running these cookies on your website.
SAVE & ACCEPT