Dewasa ini, perkembangan teknologi informasi berupa internet telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Pengguna internet di Indonesia sendiri sudah mencapai 202,6 juta jiwa 1Statista. (2021, Mei 29). Number of internet users in the Asia Pacific region as of January 2021, by country. Statista.com. Retrieved Juni 14, 2021, from https://www.statista.com/statistics/265153/number-of-internet-users-in-the-asia-pacific-region/. Masifnya angka tersebut dapat menunjukkan bagaimana Internet telah mempengaruhi berbagai bidang salah satunya yaitu bisnis, seperti kemunculan perusahaan-perusahaan berbasis teknologi layaknya BukaLapak, Traveloka, dan Kaskus yang lazim dipanggil startup. Salah satu model bisnis baru yang muncul dengan menggunakan internet merupakan share economy yang memanfaatkan networking effect dan memberikan dampak besar bagi tatanan ekonomi, sosial, dan budaya. Contohnya dapat dilihat di banyaknya lapangan pekerjaan baru, kontribusi terhadap PDB, kemudahan masyarakat mendapatkan barang dan jasa, dan perubahan orientasi kerja banyak orang. Sebut saja Gojek yangpada 2019 telah berkontribusi sebesar Rp 104,6 triliun atau setara dengan satu persen PDB2Walandouw et al, 2020. Pada sisi penambahan lapangan pekerjaan baru dapat dilihat data yang diambil oleh Gabungan Aksi Roda Dua (GARDA) pada 2020 lalu yang mengestimasikan adanya 4 juta driver ojek online di Indonesia3Kumparan. (2020, April 9). Organisasi Ojol: Ada 4 Juta Driver Ojol di Indonesia. kumparan.com. Retrieved Juni 13, 2021, from https://kumparan.com/kumparantech/organisasi-ojol-ada-4-juta-driver-ojol-di-indonesia-1tBrZLEXOEI. Jumlah tersebut juga baru dari sisi pengemudi ojek online saja, belum termasuk pekerja lain di berbagai bidang seperti IT, desain grafis, sales, marketing, dan banyak lagi.
Meskipun demikian, model bisnis share economy membawa beberapa masalah yang harus dipecahkan. Salah satunya adalah pembawaan bentuk perjanjian kerja baru bernama kemitraan. Bentuk perjanjian kerja ini lebih memihak pada pemilik platform dari pada mitra, walaupun mitra adalah penggerak utama dalam bisnis tersebut. Perusahaan berbasis share economy cenderung berpihak kepada investor dibandingkan mitra. Hal-hal seperti algoritma, data, tarif, bonus, dan berbagai hal lainnya telah diatur oleh pemilik platform dan bukan dari keputusan bersama antara mitra dengan pemilik platform. Hal tersebut membuat pihak platform berpotensi meraih lebih banyak laba tanpa memikirkan kesejahteraan para mitranya. Misalnya dengan penurunan tarif dan pemberian promosi dengan memotong pendapatan mitra tanpa pemberitahuan atau persetujuan mitra. Padahal, perjanjian kemitraan seharusnya menempatkan kedua belah pihak (pemilik platform dan mitra) secara setara. Perjanjian kemitraan bukanlah hubungan kerja seperti relasi majikan dan buruh seperti yang diatur dalam UU No 13 tahun 2003 yang berbunyi “Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.”. Dalam perjanjian share economy tidak terdapat kejelasan siapa pemberi kerja, upah, dan perintah,sehingga kedudukan kedua belah pihak yang melakukan perjanjian seharusnya seimbang tetapi tidak begitu pada kondisi saat ini. Dengan ketidakseimbangan ini, mitra tidak memiliki bargaining power yang cukup kuat terhadap perusahaan. Karena tidak ada definisi yang jelas juga tentang definisi mitra, para pekerja share economy tidak dapat membentuk serikat pekerja. Hal ini akan berujung pada kondisi kerja yang cenderung eksploitatif.
Dengan banyaknya masalah yang dibawa oleh sistem kemitraan di share economy ini, apakah ada jalan tengahnya? Platform cooperative bisa menjadi jawabannya. Model ini menawarkan kepemilikan bersama di antara para pekerja. Sehingga platform tidak lagi dimiliki oleh pihak perusahaan sendiri tetapi juga oleh para pekerja itu sendiri. Tidak hanya itu, sistem ini juga memberikan demokratisasi platform sehingga terjadi relasi yang egaliter sebab tidak ada pihak yang lebih berkuasa.
Akan tetapi, apa sebenarnya itu share economy dan platform cooperative? Mengapa bentuk bisnis ini muncul? Apakah platform cooperative dapat benar-benar mengatasi masalah-masalah dari sistem bisnis ini?
Pengertian Share economy
Istilah share economy pertama kali muncul pada 2008 yang dicetuskan oleh Lessig (2008)4Lessig, L. (2008). Remix: Making Art and Commerce Thrive in the Hybrid Economy (1 ed.). London: Bloomsbury Academic., merepresentasikan konsumsi kolaboratif yang dilakukan dengan aktivitas berbagi, pertukaran, dan penyewaan sumber daya tanpa memiliki barang. Share economy menjadi model di mana orang-orang saling membuat dan membagikan barang, jasa, tempat, dan uang5Miller, S. R. (2016). First-principles for regulating the sharing economy. Harvard Journal on Legislation, 53(1).. Dengan kata lain, kolaborasi dan berbagi adalah salah satu kata kunci dari model bisnis ini. Dengan berbagi, dua orang atau lebih dapat menikmati manfaat (atau biaya) yang mengalir dari memiliki sesuatu”6Belk, R. (2007). Why Not Share Rather than Own? The Annals of the American Academy of Political and Social Science, 611, 126-140.. Share economy menghilangkan pandangan bahwa manfaat dari aset pribadi hanya dapat dirasakan sendiri oleh si pemilik aset.
Dikutip dari Investopedia (2020), model bisnis ini dapat berupa co-working platforms, peer-to-peer lending Platforms, Fashion Platforms, dan Freelancing Platforms. Jika menyebut perusahaan, Gojek, Grab, Tokopedia, Uber, dan Airbnb dapat dikategorikan sebagai perusahaan yang menjalankan bisnis share economy. Berdasarkan laporan PricewaterhouseCoopers, platform streaming musik dan video dapat dikategorikan sebagai share economy7PricewaterhouseCoopers (2016) ‘The Sharing Economy. Consumer Intelligence Series, http://www.pwc.com/cis’, PwC, pp. 1–30.. Berdasarkan penjelasan tersebut, perusahaan seperti Soundcloud dan Youtube dapat dikategorikan sebagai share economy juga. Dengan kata lain, share economy sudah merambah ke banyak sektor. Selain itu, model bisnis ini mencangkup model berbasis komunitas (C2C) atau melalui intermediaries (B2C)8Puschmann, T., & Alt, R. (2016). Sharing Economy. Business & Information Systems Engineering, 58(1), 93-99. doi:10.1007/s12599-015-0420-2. Dengan kata lain, model bisnis share economy sangat fleksibel untuk diterapkan dalam berbagai bentuk.
Dengan model bisnis ini, seseorang tidak harus membangun hotel untuk menyewakan kamarnya; seseorang tidak perlu menjadi supir taksi untuk mendapatkan nilai tambah dari kendaraannya; atau seseorang tidak perlu membangun kios untuk berjualan. Karena tidak memerlukan sumber daya fisik dan menekankan pada berbagi serta kolaborasi share economy dapat menciptakan ekonomi yang lebih efisien. Contoh nyatanya adalah tarif Airbnb 30-60 persen lebih murah dibandingkan harga hotel di seluruh dunia9Yaraghi, N. and Ravi, S. (2017) ‘The Current and Future State of the Sharing Economy’, SSRN Electronic Journal, (March). doi: 10.2139/ssrn.3041207.. Selain itu, model bisnis ini menawarkan fleksibilitas dan low entry barrier bagi pekerja.
Lalu apakah share economy sama dengan gig economy? Istilah “gig” sendiri muncul dari komunitas musisi di mana mereka mendapatkan bayaran selesai tampil di sebuah acara. Menurut Alexander (2020) dalam tulisannya di whatis.techtarget.com gig economy adalah a free market system in which temporary positions are common and organizations hire independent workers for short-term commitments. Dengan kata lain, gig adalah istilah untuk pekerjaan on demand dalam waktu yang tidak tetap. Gig economy memungkinkan seseorang untuk bekerja sebagai pekerja mandiri yang dapat mengatur sendiri waktu bekerja dan pemasukan yang dia inginkan. Fleksibilitas adalah kata kunci dari gig economy. Dari pengertian tersebut juga dapat diketahui bahwa gig economy tidaklah sama dengan share economy tetapi bagian darinya. Gig worker membagi pengetahuan dan kemampuannya kepada perusahaan atau orang lain tanpa harus menjadi bagian darinya. Ini merupakan prinsip dasar dari share economy. Akan tetapi, share economy tidak selalu mengacu pada pekerja lepas tetapi juga kebermanfaatan bersama dari suatu sumber daya. Gig economy mengacu pada fleksibilitasnya sedangkan share economy adalah inti dari gig economy.
Platform Cooperative dan Latar Belakang Kemunculannya
Perkembangan share economy ini memunculkan raksasa-raksasa perusahaan teknologi yang menggurita di berbagai belahan dunia. Perusahaan ini mengumpulkan banyak sumber daya dari masyarakat untuk dimanfaatkannya sebagai pondasi bisnisnya. Perusahaan ini menjadi perantara antara pekerja dengan konsumen. Sistem ini memang memberikan fleksibilitas dan independensi tanpa batas akan tetapi dapat menjadi monopolistis, eksploitatif, pengontrolan oleh sebagian kecil orang, memperburuk ketidaksetaraan sistemik dan memfasilitasi pengawasan data dan pengambilan data10Borkin, S. (2019) ‘Solving the Capital Conundrum’, (February).. Sistem inilah yang disebut platform capitalism.
Trebor Scholz dalam esainya yang berjudul “Own This! A portfolio of platform cooperativism, in progress”11Scholz T (2018). ‘Own This! A Portfolio of Platform Co-operativism, in Progress’, Public Seminar. http://www.publicseminar.org/2018/08/ownthis/ menyebutkan dampak dari kemunculan platform capitalism ini yaitu, merusak kontrak sosial, memperburuk ketimpangan sistemik, dan pengawasan kapitalisme. Sistem ini memang memberikan manfaat bagi konsumen, pemilik, dan stockholders tetapi nilai tambah jangka panjang bagi pekerja dan konsumen masih bukan yang terbaik12Scholz, T. (2016). Platform Cooperativism Challenging the Corporate Sharing Economy. ROSA LUXEMBURG STIFTUNG.. Dengan sistem ini, perusahaan akan hilang tanggung jawabnya dari upah minimum, batasan jam kerja, jaminan sosial, dan perlindungan pekerja lainnya.
Dari kemunculan platform capitalism ini muncul sebuah antitesis sebagai upaya perbaikan sistem yang ada. Solusi yang ditawarkan ini bukan sekedar memoles platform capitalism untuk lebih “memperhatikan pekerja” tetapi sebuah perubahan radikal yang membawa dampak jangka panjang. Sistem ini bernama platform cooperative atau biasa disebut platform coop.
Platform coop adalah bisnis yang menggunakan situs web, aplikasi seluler, atau protokol untuk menjual barang atau jasa dengan mengandalkan pengambilan keputusan yang demokratis dan kepemilikan bersama atas platform oleh pekerja dan pengguna13Platform Cooperative Consorsium. (n.d.). What Is a Platform Co-op? https://platform.coop/. Retrieved Juni 13, 2021, from https://platform.coop/. Platform coop menggabungkan prinsip koperasi dengan potensi yang dibawa dari platform capitalism. Dengan kata lain, bentuk bisnis ini mendemokratisasi platform. Model bisnis ini tidak sekedar menempatkan pekerja sebagai shareholders tetapi stakeholder yang dapat berkontribusi lebih kepada perusahaan.
Dengan berbasis koperasi, perusahaan platform dapat memperoleh beberapa keunggulan. Menurut Perotin (2016)14Perotin V (2015). ‘What do we really know about worker co-operatives?’, Co-operatives UK. https://www.uk.co-op/sites/default/files/uploads/attachments/worker_co-op_report.pdf, koperasi lebih produktif dibandingkan bisnis konvensional, pekerja lebih sering terlibat dalam perusahaan, memiliki kepercayaan tinggi, dan lebih efektif dalam berbagi pengetahuan. Di sisi lain, koperasi dua kali lebih mungkin untuk survive dibandingkan model bisnis konvensional15Co-operatives UK (2018). The Co-operative Economy Report 2018. http://reports.uk.co-op/economy2018/. Terakhir, Koperasi telah terbukti memiliki tingkat pergantian staf yang lebih rendah, ketidaksetaraan gaji yang lebih rendah, dan tingkat ketidakhadiran yang lebih rendah dibandingkan dengan bisnis lain16Mayo E (ed.) (2015). ‘The Co-operative Advantage: Innovation, co-operation and why sharing business ownership is good for Britain’, Co-operatives UK.
Konsep ini memiliki tiga bagian: mengkloning teknologi dari Uber, Taskrabbit, Airbnb, atau UpWork, solidaritas, dan pembingkaian ulang inovasi konsep inovasi dan efisiensi dalam kebermanfaatan untuk semua bukan hanya profit untuk sebagian orang17Scholz, T. (2016). Platform Cooperativism Challenging the Corporate Sharing Economy. ROSA LUXEMBURG STIFTUNG.. Platform cooperative adalah sebuah bentuk share economy yang sebenarnya. Melalui cara ini tidak hanya dipikirkan profit tetapi juga kebermanfaatan bersama. Bentuk di mana pekerja tidak bergantung pada perantara tetapi dapat berdikari.
Menelisik Lebih Jauh Masalah Kemitraan dalam Perusahaan Share Economy di Indonesia
Lalu, apakah platform cooperative dapat menjadi sebuah solusi dalam masalah kemitraan berbasis share economy yang terjadi di Indonesia? Sebelum menjawab hal itu, ada baiknya kita melihat lebih dalam mengenai masalah ini dalam konteks Indonesia.
Dilansir dari The Conversation (2020)18The Conversation. (2021, April 30). Riset: empat alasan kemitraan Gojek, Grab, hingga Maxim merugikan para Ojol. theconversation.com. Retrieved Juni 13, 2021, from https://theconversation.com/riset-empat-alasan-kemitraan-gojek-grab-hingga-maxim-merugikan-para-ojol-159832 setidaknya ada beberapa alasan kemitraan transportasi online merugikan mitra. Tulisan yang bersumber pada hasil riset Di Bawah Kendali Aplikasi: Dampak Ekonomi Gig terhadap Kelayakan Kerja “Mitra” Industri Transportasi Online itu menjelaskan bahwa: pertama segala keputusan penting dalam proses kerja menjadi kewenangan perusahaan platform. Keputusan seperti penentuan tarif, sanksi, bonus, pesanan, algoritma, dan mekanisme kerja dalam kemitraan diputuskan sepihak oleh perusahaan, tanpa ada ruang bersuara bagi mitra. Dalam perjanjian kemitraannya pun—Gojek misalnya—hanya mendefinisikan mitra sebagai “Mitra adalah pihak yang melaksanakan antar-jemput barang dan/atau orang, pesan-antar barang yang sebelumnya telah dipesan konsumen, atau jasa lainnya melalui Aplikasi dengan menggunakan kendaraan bermotor roda dua yang dimiliki oleh Mitra sendiri” bukan sebagai pihak yang bekerja sama dengan mereka atau definisi yang menjelaskan posisi mitra secara tegas. Di sana juga dijelaskan bahwa persyaratan kerja sama dapat diubah dan ditambahkan oleh pihak Gojek sewaktu-waktu secara sepihak. Mitra yang tidak setuju bisa tidak menggunakan aplikasinya tanpa menjelaskan mekanisme yang jelas untuk bersuara tentang ketidaksetujuannya. Gojek dalam perjanjiannya pun menyatakan dengan jelas bahwa setiap hak terkait aplikasi adalah menjadi miliknya19Gojek. (n.d.). PERJANJIAN KERJASAMA KEMITRAAN Gojek. Gojek.Com. Retrieved July 1, 2021, from https://www.gojek.com/app/kilat-contract/. Dengan kata lain, kontrol penuh terhadap keseluruhan proses kerja ada telah diakui secara jelas di awal perjanjian. Ini tentu aneh ketika sebuah perusahaan ingin membuat sebuah kerja sama tetapi menempatkan pihak lain lebih rendah darinya.
Hal kedua yang merugikan para mitra adalah perusahaan mengontrol proses kerja dari mitra. Fungsi kontrol ini digunakan untuk mendisiplinkan ojol, sehingga membuat mereka harus kerja lebih disiplin, lebih lama, dan lebih berat lagi. Kontrol kerja dari perusahaan kepada ojol dilakukan melalui tiga cara: sanksi, penilaian konsumen, dan bonus . Karena jarang membuka aplikasi, sering menolak order atau mendapat penilaian yang kurang baik, mitra dapat dikenai sanksi berupa pemutusan kemitraan dan pembatasan aplikasi selama beberapa waktu20The Conversation. (2021, April 30). Riset: empat alasan kemitraan Gojek, Grab, hingga Maxim merugikan para Ojol. theconversation.com. Retrieved Juni 13, 2021, from https://theconversation.com/riset-empat-alasan-kemitraan-gojek-grab-hingga-maxim-merugikan-para-ojol-159832. Penilaian pelanggan juga dapat menjadi masalah jika menjadi satu-satunya dasar pemberian sanksi. Hal ini karena karena pihak mitra tidak memiliki mekanisme untuk membela dirinya atau melakukan klarifikasi. Hal ini tentu bertentangan dengan semangat kebebasan dan fleksibilitas yang dibawa oleh model bisnis ini.
Ketiga, perusahaan memonopoli akses informasi dan data. Walaupun data dan informasi tersebut diperoleh dari aktivitas mitra, mereka tidak dapat mengaksesnya. Ketiadaan akses dan kendali atas data yang kemudian diatur oleh sistem algoritma ini menjauhkan mitra dari informasi tentang bagaimana tata kelola yang seharusnya dilakukan untuk saling menguntungkan dalam hubungan kemitraan21The Conversation. (2021, April 30). Riset: empat alasan kemitraan Gojek, Grab, hingga Maxim merugikan para Ojol. theconversation.com. Retrieved Juni 13, 2021, from https://theconversation.com/riset-empat-alasan-kemitraan-gojek-grab-hingga-maxim-merugikan-para-ojol-159832.
Masalah eksploitasi pun juga muncul di sistem yang ada saat ini. Menurut Arif Novantio, analisis kebijakan publik Institute of Governance and Public Affairs (IGPA) Universitas Gajah Mada, eksploitasi ini muncul ketika tenaga kerja tidak dibayar sesuai nilainya22Logos. (2021, June 12). Opresi Driver dalam Kultur Kerja “Gig Economy” STARTUP Indonesia [Video]. YouTube. https://www.youtube.com/watch?v=ZTf8TUQU0CY&t=1312s. Nilai tenaga kerja ini tidak sekedar upah hidup subsisten karena manusia bukan mesin. Manusia memerlukan pendidikan, waktu luang, kesehatan mental, dan ruang untuk berkreativitas. Saat ini, banyak nilai yang tidak dibayar seperti biaya penyusutan kendaraan, penyusutan ponsel, kuota internet, jaminan sosial, bahan bakar, pajak pendapatan, service kendaraan, biaya parkir, data yang diambil, pendapatan di waktu kerja berlebih, hingga nilai real tenaga kerja23Logos. (2021, June 12). Opresi Driver dalam Kultur Kerja “Gig Economy” STARTUP Indonesia [Video]. YouTube. https://www.youtube.com/watch?v=ZTf8TUQU0CY&t=1312s. Dengan kata lain, perusahaan-perusahaan platform saat ini masih memandang mitranya sebagai mesin bukan sebagai manusia.
Saat ini Indonesia juga belum memiliki kejelasan hukum mengenai definisi hubungan kemitraaan di perusahaan platform. Perusahaan tidak ingin perjanjian ini dikategorikan sebagai perjanjian kerja karena mereka menganggap konsumen yang memberi kerja kepada para mitra. Akan tetapi kontradiksinya adalah mereka memiliki kuasa yang besar terhadap mitra layaknya pemberi kerja, bahkan melebihi para pekerja karena mereka melepaskan diri dari berbagai kewajiban pemberi kerja. Walaupun UU No 20 tahun 2008 menyebutkan tentang kemitraan, definisi tersebut kurang tepat karena konteksnya adalah hubungan kemitraan antara UMKM dengan usaha besar. Saat ini perjanjian kerja sama kemitraan tersebut hanya dapat berlandaskan KUH Perdata tentang perjanjian.
Reportase khusus Project Multatuli
Project Multatuli—jurnalisme non profit yang membawakan isu-isu kelompok marginal—membawakan sebuah reportase khusus yang bertajuk “#Sekrupkecil di Mesin Big Tech”. Reportase ini menyajikan pengalaman beberapa pekerja share economy dan masalah yang mereka hadapi.
Franco B. Dengo—salah satu penulis dalam reportase ini—menceritakan pengalaman yang Rifkiansyah Suleman (22) dan beberapa orang lainnya dalam tulisannya yang berjudul Cerita Kurir di Gorontalo: Dari Disidang Bupati Sampai Ancaman Parang Di Kepala sebagai pekerja share economy di bidang ekspedisi. Di dalam tulisan ini diceritakan bahwa Rifki biasa berangkat dari rumah pukul 07.00 dan pulang pada 00.00 WITA. Hal ini menunjukan bahwa dia tidak memiliki peran yang jelas dalam mengantarkan paketnya. Selain itu, dia tidak ada beban kerja yang jelas. Rifki memiliki hak libur sehari dalam seminggu, akan tetapi dia dapat dipanggil begitu saja walaupun telah mengabarkan kalau sedang libur. Suatu saat ketika mengambil jatah liburnya untuk merawat ibunya, Rifki tetap dipanggil karena banyak paket yang masuk. Bahkan ketika sakit, ia dan kolega-koleganya bisa dianggap lalai karena paket terus masuk dan menumpuk. Jika mereka mengambil libur, paket pada hari sebelumnya akan dibebankan untuk keesokan harinya. Menurut pengakuan kurir lain, Gusnul Yakin (22) paket yang mereka bawa tidak dapat diprediksi. Selain itu, mereka harus menanggung risiko banyak sendiri misalnya Rifki yang pernah diancam parang dan disidang mendadak oleh seorang bupati. Tidak hanya risiko keamanan, risiko rusaknya kendaraan, atau rusaknya barang bawaan juga harus ditanggung sendiri oleh para kurir.Terakhir, menurut pengakuan Gusnul, pendapat para kurir tidak pernah didengarkan walaupun sudah disuarakan.
Cerita lain dibawakan oleh Viriya Singgih dalam tulisannya yang berjudul Lebaran Bersama Latifah, Menempuh 184 KM Mengantar Paket. Raden Siti Latifa (52) merupakan seorang driver mitra Grab dari 2017. Menurut pengakuannya, setelah membuka aplikasi pesanan akan terus masuk tanpa bisa pilih-pilih arah dan jenisnya. Hal ini membuatnya dapat diarahkan jauh sekali dari rumahnya untuk mengantar barang. Dia juga sempat mengambil paket di luar aplikasi hingga keluar kota. Bahkan ketika lebaran pun Latifa terus terpacu untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Berdasarkan pengakuannya ini, terlihat bahwa dalam berlabelkan “fleksibilitas” Grab membangun sebuah budaya kerja yang tidak sehat. Perusahaan platform tersebut membangun hustle culture di antara para driver-nya baik secara sengaja maupun tidak. Hal ini tentu akan berbahaya bagi kesehatan para mitra. yang akan berdampak masalah lain, misalnya penurunan produktivitas.
Dalam reportase ini masih banyak kisah yang dibawa mengenai relasi kerja sama antara mitra dengan perusahaan platform ini. Hal ini menunjukan bahwa sesungguhnya banyak masalah yang muncul dari kerja sama ini yang tidak sekedar mengenai upah tetapi juga sosial dan budaya.
Platform Cooperative Sebagai Solusi
Lalu apakah relasi buruh dan majikan dapat menjadi solusi? Sayangnya tidak. Walaupun banyak hak pekerja yang dilindungi dalam relasi buruh dan majikan potensi untuk terjadinya eksploitasi dan beragam masalah masih dapat terjadi. Pada 2019—2020 lalu misalnya terjadi perselisihan antara Aice dengan buruhnya karena kondisi kerja yang tidak sesuai dengan undang-undang, eksploitasi, dan cek kosong24CNN, 2020. Selain itu akan selalu terjadi bentrokan kepentingan antara pekerja dengan perusahaan. Pekerja akan selalu menginginkan kesejahteraan lebih sementara perusahaan selalu menginginkan biaya serendah-rendahnya untuk keuntungan setinggi-tingginya. Lalu bagaimana dengan kemitraan yang sesungguhnya? Kemitraan di mana ada kontrol yang berimbang di antara dua pihak? Menurut Arif Novantio (2021), hal ini dapat menjadi solusi sementara karena win-win solution tidak akan tercapai karena bentrokan kepentingan yang sama muncul dari relasi buruh dengan majikan. Dengan demikian, diperlukan sebuah perubahan yang lebih fundamental dan radikal untuk menyelesaikan masalah ini.
Platform cooperative adalah cara merubah bentuk bisnis ini secara fundamental. Melalui platform cooperative pekerja tidak lagi menggunakan hubungan antar mitra tetapi menjadi perkoperasian. Dengan cara ini, pekerja share economy akan memiliki platform-nya secara kolektif. Tidak ada satu pihak pun yang lebih tinggi daripada anggota. platform-coop juga membuka peluang bagi konsumen untuk menjadi bagian darinya. Tanpa perlu menjadi pekerja, konsumen dapat berkontribusi pada platform. Kepemilikan bersama dengan konsumen ini juga dapat meningkatkan hubungan antara pekerja dan konsumen sehingga terjadi hubungan yang saling membutuhkan. Konsumen dapat menyampaikan kebutuhannya dengan lebih efisien dan pekerja dapat mewujudkan dengan lebih cepat25Unfound, n.d. Kepemilikan ini membersihkan hubungan antara konsumen dan pekerja dari parasit pihak ketiga. Dengan kepemilikan bersama ini juga, platform akan dimiliki oleh mereka yang menghasilkan sebagian besar nilai untuk platform tersebut26Scholz, T. (2016). Platform Cooperativism Challenging the Corporate Sharing Economy. ROSA LUXEMBURG STIFTUNG..
Tidak hanya itu, cara ini tidak hanya menghadirkan kepemilikan bersama tetapi juga demokrasi. Melalui demokrasi, proses kerja, data, dan beragam hal lainnya diambil menggunakan keputusan bersama bukan sepihak oleh pemilik platform seperti di situasi saat ini. Dengan demokrasi juga setiap orang dapat berdaulat karena dipandang setara. Setiap orang dapat mengutarakan pendapatnya, setiap orang dapat ikut menentukan, dan setiap orang dapat ikut berkontribusi terhadap kemajuan perusahaan. Cara ini membuat seseorang berdikari dan berdaulat atas dirinya sendiri bukan menjadi boneka perusahaan raksasa.
Perubahan fundamental inilah yang menjadi dasar bagi perubahan besar lainnya. Perubahan-perubahan itu yang menjadi prinsip-prinsip platform coop yang dicetuskan oleh Scholz (2016)27Scholz, T. (2016). Platform Cooperativism Challenging the Corporate Sharing Economy. ROSA LUXEMBURG STIFTUNG. yang terdiri dari: Decent Pay and Income Security, Transparency & Data Portability, Appreciation and Acknowledgement, Co-determined Work, A Protective Legal Framework, Portable Worker Protections and Benefits, Protection Against Arbitrary Behavior, Rejection of Excessive Workplace Surveillance dan The Right to Log Off. Dengan begitu, pekerja akan lebih diperhatikan sebagai seorang manusia yang berdaulat atas dirinya bukan sebagai mesin pencetak uang saja.
Tentu ada banyak pihak yang meragukan system in terutama terhadap keberhasilan koperasi. Namun, nyatanya, banyak koperasi yang telah berhasil. Jika kita mengacu pada koperasi saja terdapat Ace hardware yang saat ini memiliki 5000 toko di seluruh dunia, Barcelona FC dengan penghasilan 839,5 juta euro, Frieslandcampina dengan 11.100 peternakan anggota dan 16.995 peternak anggota di Belanda, Belgia dan Jerman) 28Ace Hardware. (n.d.). About Ace Hardware. acehardware.com. Retrieved juni 13, 2021, from https://www.acehardware.com/about-us29Frieslandcampina. (n.d.). Owned by member dairy farmers. frieslandcampina.com. Retrieved Juni 13, 2021, from https://www.frieslandcampina.com/our-farmers/owned-by-farmers/30Saleh, N. (2020, Januari 15). Pendapatan Barcelona Tertinggi di Antara 8 Juara Liga di Eropa. bola.tempo.co. Retrieved Juni 14, 2021, from https://bola.tempo.co/read/1295391/pendapatan-barcelona-tertinggi-di-antara-8-juara-liga-di-eropa/full&view=ok. Koperasi di Indonesia pun tidak bisa dipandang sebelah mata. Pada 2017 saja koperasi di Indonesia memiliki aset sebesar 7,03 triliun dan volume usaha Rp 4,6 triliun31Walfajri, M. (2017, Oktober 30). Berikut 13 koperasi unggulan Indonesia. keuangan.kontan.co.id. Retrieved Juni 14, 2021, from https://keuangan.kontan.co.id/news/berikut-13-koperasi-unggulan-indonesia. Di sisi platform coop terdapat Stocksy platform coop fotografi yang memberikan $25,7 juta dengan $800.000 berupa patronage atau SHU kepada lebih dari 1.000 artis mereka;
Ide platform coop memang terdengar radikal. Ide ini membuat banyak pihak harus merubah perspektif mendasar tentang sebuah kepemilikan. Akan tetapi, ide ini membawa semangat solidaritas keegaliteran di antara para pekerja. Walaupun begitu, sistem ini sangat sejalan dengan share economy. Di mana berbagai pihak menjalin kerja sama dan berbagi kebermanfaatan.
Editor: Yudhistira GS, Oliver JMS, M Daffa Nurfauzan, Erika Tanudjaya
Illustrator: Haikal Rahardian
Referensi
↵1 | Statista. (2021, Mei 29). Number of internet users in the Asia Pacific region as of January 2021, by country. Statista.com. Retrieved Juni 14, 2021, from https://www.statista.com/statistics/265153/number-of-internet-users-in-the-asia-pacific-region/ |
---|---|
↵2 | Walandouw et al, 2020 |
↵3 | Kumparan. (2020, April 9). Organisasi Ojol: Ada 4 Juta Driver Ojol di Indonesia. kumparan.com. Retrieved Juni 13, 2021, from https://kumparan.com/kumparantech/organisasi-ojol-ada-4-juta-driver-ojol-di-indonesia-1tBrZLEXOEI |
↵4 | Lessig, L. (2008). Remix: Making Art and Commerce Thrive in the Hybrid Economy (1 ed.). London: Bloomsbury Academic. |
↵5 | Miller, S. R. (2016). First-principles for regulating the sharing economy. Harvard Journal on Legislation, 53(1). |
↵6 | Belk, R. (2007). Why Not Share Rather than Own? The Annals of the American Academy of Political and Social Science, 611, 126-140. |
↵7 | PricewaterhouseCoopers (2016) ‘The Sharing Economy. Consumer Intelligence Series, http://www.pwc.com/cis’, PwC, pp. 1–30. |
↵8 | Puschmann, T., & Alt, R. (2016). Sharing Economy. Business & Information Systems Engineering, 58(1), 93-99. doi:10.1007/s12599-015-0420-2 |
↵9 | Yaraghi, N. and Ravi, S. (2017) ‘The Current and Future State of the Sharing Economy’, SSRN Electronic Journal, (March). doi: 10.2139/ssrn.3041207. |
↵10 | Borkin, S. (2019) ‘Solving the Capital Conundrum’, (February). |
↵11 | Scholz T (2018). ‘Own This! A Portfolio of Platform Co-operativism, in Progress’, Public Seminar. http://www.publicseminar.org/2018/08/ownthis/ |
↵12, ↵17, ↵26, ↵27 | Scholz, T. (2016). Platform Cooperativism Challenging the Corporate Sharing Economy. ROSA LUXEMBURG STIFTUNG. |
↵13 | Platform Cooperative Consorsium. (n.d.). What Is a Platform Co-op? https://platform.coop/. Retrieved Juni 13, 2021, from https://platform.coop/ |
↵14 | Perotin V (2015). ‘What do we really know about worker co-operatives?’, Co-operatives UK. https://www.uk.co-op/sites/default/files/uploads/attachments/worker_co-op_report.pdf |
↵15 | Co-operatives UK (2018). The Co-operative Economy Report 2018. http://reports.uk.co-op/economy2018/ |
↵16 | Mayo E (ed.) (2015). ‘The Co-operative Advantage: Innovation, co-operation and why sharing business ownership is good for Britain’, Co-operatives UK |
↵18, ↵20, ↵21 | The Conversation. (2021, April 30). Riset: empat alasan kemitraan Gojek, Grab, hingga Maxim merugikan para Ojol. theconversation.com. Retrieved Juni 13, 2021, from https://theconversation.com/riset-empat-alasan-kemitraan-gojek-grab-hingga-maxim-merugikan-para-ojol-159832 |
↵19 | Gojek. (n.d.). PERJANJIAN KERJASAMA KEMITRAAN Gojek. Gojek.Com. Retrieved July 1, 2021, from https://www.gojek.com/app/kilat-contract/ |
↵22, ↵23 | Logos. (2021, June 12). Opresi Driver dalam Kultur Kerja “Gig Economy” STARTUP Indonesia [Video]. YouTube. https://www.youtube.com/watch?v=ZTf8TUQU0CY&t=1312s |
↵24 | CNN, 2020 |
↵25 | Unfound, n.d |
↵28 | Ace Hardware. (n.d.). About Ace Hardware. acehardware.com. Retrieved juni 13, 2021, from https://www.acehardware.com/about-us |
↵29 | Frieslandcampina. (n.d.). Owned by member dairy farmers. frieslandcampina.com. Retrieved Juni 13, 2021, from https://www.frieslandcampina.com/our-farmers/owned-by-farmers/ |
↵30 | Saleh, N. (2020, Januari 15). Pendapatan Barcelona Tertinggi di Antara 8 Juara Liga di Eropa. bola.tempo.co. Retrieved Juni 14, 2021, from https://bola.tempo.co/read/1295391/pendapatan-barcelona-tertinggi-di-antara-8-juara-liga-di-eropa/full&view=ok |
↵31 | Walfajri, M. (2017, Oktober 30). Berikut 13 koperasi unggulan Indonesia. keuangan.kontan.co.id. Retrieved Juni 14, 2021, from https://keuangan.kontan.co.id/news/berikut-13-koperasi-unggulan-indonesia |
Discussion about this post