“Ketika Anda mempercayakan begitu banyak kehidupan sehari-hari Anda pada perangkat elektronik tersebut (Sibyl System), argumen bahwa Anda bukan robot tidaklah terlalu meyakinkan.” – Toyohisa Senguji
Perkembangan anime selama dekade terakhir menjadi suatu hal yang masif dan turut mengubah lanskap kultural secara global.1Allison, A. (2006). Millennial monsters: Japanese toys and the global imagination (Vol. 13). Univ of California Press. Anime menjadi suatu fenomena global seperti K-Pop, dimana hampir seluruh masyarakat mengonsumsinya. Perkembangan tersebut membuat anime menjadi salah satu media hiburan terpopuler, menciptakan berbagai variasi tema dan genre yang dibawa layaknya industri perfilman lainnya. Salah satu anime series yang membawa tema cukup unik dalam lingkupnya adalah Psycho Pass. Dirilis pada pertengahan Oktober, 2012, Psycho Pass menceritakan tentang petualangan seorang inspektur kepolisian bernama Akane Tsunemori dalam memberantas kejahatan yang menghantui kota Tokyo di abad ke-22. Cerita ini mengambil latar di masa yang akan datang dengan atmosfer techno futuristik layaknya Blade Runner dan Cyberpunk 2077.
Psycho Pass membawa cerita yang berputar pada Sibyl System, sebuah algoritma yang mendeteksi perilaku kejahatan sebelum kejahatan tersebut terjadi. Sistem tersebut menilai potensi kejahatan seseorang dan apabila melewati batas tertentu, individu tersebut akan ditangkap dan direhabilitasi. Sibyl System juga menyimpan informasi psikologis seluruh individu di Jepang. Walaupun dapat dilihat sebagai sebuah sistem yang dapat mencegah kekacauan dan kejahatan sebelum mereka terjadi, keberadaan sistem ini cukup mengundang tanda tanya bagi berbagai orang. Salah satunya adalah tokoh antagonis utama yang berhasil menyelip dibawah radar Sibyl System, bahkan menciptakan sistem yang memanipulasi koefisien kejahatan sehingga dapat bekerja untuk kepentingannya sendiri2Psycho-Pass Official Profiling 2. Kadokawa Shoten. 2015. ISBN 978-4041027691..
Lantas, sebuah pertanyaan muncul: apakah etis bagi kita untuk menggunakan teknologi untuk menentukan siapa yang baik dan siapa yang jahat? Apakah benar bagi kita untuk bermain Tuhan dan menentukan moralitas universal berdasarkan teknologi? Apakah penggunaan algoritma penentu moral menghilakan kemanusian kita?
Sejarah Pembentukan dan Mekanisme Sibyl System
Menurut official profiling book dari series tersebut, Sibyl System pertama kali dikembangkan pada kurun tahun 2030 hingga 20493Psycho-Pass Official Profiling 2. Kadokawa Shoten. 2015. ISBN 978-4041027691. yang pada kala itu hanya berbentuk superkomputer yang dapat membuat alat pemindaian berdasarkan gelombang secara akurat. Sistem ini diciptakan oleh Kementrian Kesehatan dan Kesejahteraan sebagai langkah awal untuk menciptakan sebuah peradaban yang stabil dan sejahtera, terutama bagi para masyarakat Jepang. Sibyl System mengonstruksi sebuah moralitas yang absolut dan berperan layaknya sebuah “Leviathan” demi menjaga keserasian4Hobbes, T. (1914). Leviathan. JM Dent.. Sebagian besar masyarakat Jepang menganggap bahwa Sibyl System telah berhasil dalam menyejahterakan kehidupan mereka apabila dibandingkan dengan periode sebelumnya5“Psycho-Pass episodes 12 – 22 Streaming”. Anime News Network. Archived from the original on January 22, 2014. Retrieved December 30, 2013.. Mereka tidak perlu takut lagi akan potensi kejahatan yang dapat timbul, mereka tidak perlu memikirkan tentang keamanan pribadi mereka, mereka juga tidak perlu memikirkan bagaimana cara mengontrol kondisi psikologis supaya dapat terkendali6“Review: Psycho-Pass Episode 2 Streaming”. Anime News Network. Archived from the original on March 28, 2013. Retrieved April 3, 2013. Karena sejatinya, Sibyl System hadir untuk mengatasi seluruh permasalahan tersebut. Sistem tersebut hadir sebagai mercusuar baru peradaban manusia menuju spesies yang lebih berkembang terutama dari objektivitasnya, ketepatannya hingga ketelitiannya hingga oleh karenanya Jepang dinobatkan sebagai negara yang paling aman di tengah periode perselisihan global pada latar waktu dalam narasi anime tersebut7Psycho-Pass Official Profiling 2. Kadokawa Shoten. 2015. ISBN 978-4041027691..
Mekanisme kerja dari Sibyl System sendiri terbilang cukup berbeda dari sekedar superkomputer yang dibentuk dari murni kesadaran buatan dan kode pemrograman tertentu8Psycho-Pass Official Profiling 2. Kadokawa Shoten. 2015. ISBN 978-4041027691.. Sistem ini mempekerjakan sekitar 247 otak manusia yang dikategorikan sebagai criminally asymptotic, yaitu manusia yang tidak memiliki crime coefficient atau yang memiliki koefisien 09“Psycho-Pass episode 11 Streaming”. Anime News Network. Archived from the original on January 22, 2014. Retrieved December 30, 2013.. Belum ada penjelasan spesifik terkait fenomena tersebut, namun yang sudah diketahui adalah beberapa diantaranya merupakan seorang pelaku kriminal kelas kakap, yang telah melakukan aksi genosida. Pemerintah Jepang melihat akan penggunaan tersebut yang sangat utilitarian, karena kematian jiwa raga mereka dibayarkan oleh pembentukan sistem moral serta acuan masyarakat yang sangat komprehensif dan kompleks10“Psycho-Pass episode 20 Streaming”. Anime News Network. Archived from the original on January 22, 2014. Retrieved December 30, 2013.. Individu-individu ini dinilai memiliki keunikan akan hal tersebut dan sangat langka untuk ditemukan diantara masyarakat Jepang, sehingga Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan melakukan pencarian intensif terhadap individu tersebut. Namun permasalahannya, para individu yang mengikuti program ini akan kehilangan hidupnya, karena otaknya dipersatukan dengan individu lain yang membentuk suatu kesatuan sistem, semacam hive mind atau collective mind11“Psycho-Pass episode 20 Streaming”. Anime News Network. Archived from the original on January 22, 2014. Retrieved December 30, 2013..
Apabila dilihat dalam pandangan kacamata yang luas, eksistensi Sibyl System bukanlah menjadi suatu masalah dalam peradaban, atau bahkan justru mempercepat perkembangan individu di dalamnya menjadi spesies yang lebih kompleks. Lantas, mengapa beberapa individu di dalam anime tersebut menolak, hingga memicu sebuah gerakan separatis untuk menonaktifkan sistem tersebut?
Menyoal Dialektika Etis dalam Utilitarianisme
Sejatinya, konstruksi Sibyl System yang ada pada series anime Psycho Pass ini dilandasi oleh aliran filsafat utilitarianisme. Utilitarianisme merupakan suatu aliran dalam filsafat etika normatif yang menyatakan bahwa suatu aksi yang etis didasari oleh kepercayaan bahwa aksi tersebut akan membawa kebahagiaan atau kesejahteraan bagi seluruh individu yang terkait, dalam konteks ini adalah masyarakat12Duignan, Brian. [1999] 2000. “Utilitarianism” (revised). Encyclopædia Britannica. Retrieved 5 July 2020.13“Utilitarianism”. Ethics Unwrapped. Austin, TX: McCombs School of Business. Retrieved 27 May 2020.. Sibyl System memastikan bahwa seluruh kebijakan hingga aksi yang diambil sejalan dengan keinginan dan pedoman dari masyarakat tersebut. Karena sejatinya, ide ini dikembangan dalam rangka memaksimisasi tingkat kepuasan, terutama yang diraih oleh sebanyak-banyaknya individu14Mill, J. S. (1859). Utilitarianism (1863). Utilitarianism, Liberty, Representative Government, 7-9.. Oleh karena itu, pembentukan suatu konsensus adalah kunci dalam penentuan pedoman utilitarianisme bagi para individu untuk bertingkah laku. Apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam masyarakat, hal tersebut perlu dieliminasi oleh cara apapun, asalkan tidak mengganggu kepuasan sebagian besar mayoritas individu dalam kelompok tersebut. Salah satu analogi yang biasa digunakan untuk menggambarkan utilitarianisme adalah dengan menganalogikan masyarakat sebagai sebuah organisme yang terdiri dari organ-organ seperti institusi, pemerintah, dan kelompok yang diisi oleh manusia didalam masyarakat15Spencer, H. (1860). The social organism. Westminster review, 73(143), 90-121..
Utilitarianisme di dunia nyata muncul di tengah peradaban manusia yang semakin berkembang yaitu pada revolusi industri pertama di dunia16Rosen, Frederick. 2003. Classical Utilitarianism from Hume to Mill. Routledge. p. 32.. Aliran ini kemudian mendarah daging dalam peradaban hingga periode saat ini terutama dalam perkembangan ilmu ekonomi sebagai parameter ukuran kesejahteraan suatu negara17Myrdal, G. (1987). Utilitarianism and modern economics. In Arrow and the Foundations of the Theory of Economic Policy (pp. 273-278). Palgrave Macmillan, London.. Secara garis besar, aliran ini memiliki landasan moral yang tidak dikepalai oleh Tuhan atau konsep abstrak seperti passion hingga niat baik a priori manusia18Denis, L. (2008). Kant and Hume on morality., melainkan didasari pada nilai-nilai yang telah ditetapkan konsensus atas suatu hal yang baik atau buruk. Hal tersebut menyebabkan pemahaman bahwa moral merupakan suatu subjek yang relatif, dan perbedaan dalam nilai masyarakat akan menciptakan suatu landasan moral yang berbeda.
Selain itu, moral berdasarkan nilai utilitarian akan berubah atau menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang memaksimumkan kepuasan jumlah individu masyarakat yang lebih dominan. Salah satu contoh pemikiran utilitarianisme dapat dilihat pada sebuah uji pikir yang populer,the trolley problem, yang memaksa seorang individu untuk memilih antara membiarkan 1 orang atau 5 orang yang terbunuh, seorang utilitarian akan memilih untuk membiarkan 1 orang terbunuh atas dasar pilihan mana yang menyelamatkan lebih banyak individu19Edmonds, D. (2013). Would you kill the fat man?: The trolley problem and what your answer tells us about right and wrong. Princeton University Press.. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa seorang utilitarian akan menimbang suatu aksi atau pilihan berdasarkan konsekuensi, dibandingkan dari nilai intrinsik pribadi yang bersangkutan. Karena sejatinya, masyarakat lah yang memiliki hak untuk menentukan nilai bagi para individu di dalamnya20McCloskey, H. J. (1957). An examination of restricted utilitarianism. The Philosophical Review, 66(4), 466-485..
Meskipun aliran ini sangat populer dan telah menjadi tulang punggung pemikiran berbagai peradaban manusia, utilitarianisme memiliki beberapa poin yang patut diperhatikan. Salah satunya adalah utilitarianisme secara implisit melimitasi kebebasan individu manusia dengan konsesi atas nilai kelompok atau masyarakat21Hutcheson, Francis (2002) [1725]. “The Original of Our Ideas of Beauty and Virtue”. In Schneewind, J. B. (ed.). Moral Philosophy from Montaigne to Kant. Cambridge University Press. p. 515. ISBN 978-0521003049.. Ketika seorang individu menjadi bagian dari masyarakat utilitarian, ia mengorbankan kebebasan personal nya dalam rangka menyatukan tujuan dengan kelompok22Bentham, J., & Mill, J. S. (2004). Utilitarianism and other essays. Penguin UK.. Karena pada dasarnya ia akan menginternalisasi nilai-nilai dalam kelompok pada dirinya sehingga menjadi suatu organisme yang utuh. Adapun ketika seorang individu memberontak dan mengabaikan ilai kelompok, ia melakukannya dengan salah satunya yaitu mengubah dasar nilainya menjadi sesuatu yang individualistik. Hal ini dapat dianalogikan sebagai sebuah sel kanker yang perlu dimusnahkan, karena pada dasarnya sel tersebut merupakan sel yang tidak mengikuti aturan dalam kinerja organisme dan memilih untuk melakukan pemberontakan dengan mereproduksi sendiri secara masif. Apabila dikaji dalam ranah sosiologis, utilitarianisme merupakan sistem yang menaungi pemikiran Emile Durkheim, bahwa sejatinya masyarakat bekerja layaknya bekerja sebagai suatu kesatuan utuh dengan struktur dan fungsinya (teori fungsionalisme struktural)23Durkheim, E. (1895). The division of labor in society. Simon and Schuster.. Dan hal ini membuat individu yang menjadi bagian dalam organisme tersebut tidak dapat bergerak secara bebas dalam artian implisit.
Tendensi Peradaban Manusia yang Sentralistik
Kendati demikian, meskipun utilitarianisme melimitasi kebebasan pribadi bagi individu, sejarah telah menunjukkan bahwa peradaban manusia yang berkembang hingga saat ini terus memicu pada tendensi utilitarian dengan proses sentralisasi yang cukup masif24Schultz, B., & Varouxakis, G. (Eds.). (2005). Utilitarianism and empire. Lexington Books.. Revolusi-revolusi yang berlabuh dan mengubah hegemoni tetap mengukuh pada suatu sistem pemerintahan sentral, tidak menitikberatkan pada perubahan dasar sistem tersebut. Hal tersebut dikarenakan secara natural, manusia memiliki tendensi terhadap keteraturan. Sejak masa prasejarah, manusia kuno seperti homo erectus memiliki sifat untuk berkelompok, mulai dari yang terkecil melalui keluarga dan kelompok besar yaitu suku. Mereka menyadari bahwa hidup bersama individu lain memiliki manfaat lebih dibandingkan dengan hidup sendiri25Welch, P. D. (1986). Models of Chiefdom Economy: Prehistoric Moundville as a Case Study (Doctoral dissertation).. Dimulai dari hasil berburu yang lebih banyak diperoleh, adanya keamanan atas kelompok, hingga perkembangan alat teknologi untuk memperpanjang waktu bertahan hidup mendorong para individu untuk hidup secara berkelompok. Dan sejatinya, dalam kelompok tersebut memiliki tujuannya sendiri, yang kemudian mengekang para individu untuk tunduk pada nilai-nilai yang terkandung didalamnya hingga menjadi sebuah organisme kasat mata dengan sendirinya. Menjadi bagian dari suatu kelompok, negara, atau afiliasi tertentu merupakan acuan dari tendensi sentralistik manusia26Posner, R. A. (1979). Utilitarianism, economics, and legal theory. The Journal of Legal Studies, 8(1), 103-140..
Fenomena dari pembuatan sebuah organisme non-fisik oleh para individu sebagai penopangnya merupakan fenomena yang prevalen dalam peradaban dan memiliki istilah tersendiri yang disebut sebagai egregore. Egregore diambil dari sebuah kebudayaan Enoch terkait dengan konsep akan ruh dan sihir, dimana sosoknya sering diidentifikasikan dalam bentuk malaikat atau saksi atas seluruh kejadian27Bernstein, L. S. (1998). “Egregor”. The Rosicrucian Archive. Confraternity of the Rose Cross. Archived from the original on January 8, 2012. Retrieved November 22, 2011.. Secara kontemporer, konsep ini mulai diidentikkan dengan manifestasi psikis seperti hantu, atau sebuah bentuk pikiran seperti ideologi, yang menggandrungi pemikiran para individu yang tergabung dalam kelompok tersebut. Salah satu contoh nyata bentuk dari egregore yang seringkali ditemukan adalah negara, pemerintah, aliran agama, dan perusahaan28Stavish, M. (2018). Egregores: The Occult Entities That Watch Over Human Destiny. Simon and Schuster.. Dalam kasus Sibyl System, penggambaran egregore dikonstruksi secara literal, yaitu sekumpulan otak manusia criminally asymptotic yang disatukan oleh teknologi dan membentuk sebuah kepercayaan atas kuantifikasi kondisi psikologis dan potensi kriminal, sebuah hive mind yang menggurui para masyarakat Jepang. Oleh karena itu, dikarenakan mayoritas masyarakat jepang tunduk pada sistem tersebut, secara implisit dapat disimpulkan bahwa jumlah otak yang bergabung dalam sistem tidak terbatas hanya pada ratusan orang yang ditemui criminally asymptotic, melainkan mayoritas masyarakat Jepang yang mendedikasikan hidupnya atas sistem tersebut.
Sibyl System dan Roko Basilisk
Kisah mengenai dunia distopia utilitarianisme telah berkembang bahkan sebelum istilah Sibyl System diperkenalkan dalam Psycho Pass. Dunia internet telah digemparkan oleh salah satu cerita mistis mengenai Roko’s Basilisk, yang dipaparkan sebagai sebuah penglihatan masa depan. Pemikiran ini dihadirkan dalam oleh individu berinisial Roko melalui artikel yang dipublikasikan dalam situs LessWrong yang telah dihapuskan akibat dari bahaya yang ditimbulkannya terhadap komunitas tersebut29Singler, B. (2017). Roko’s Basilisk or Pascal’s? Thinking of Singularity Thought Experiments as Implicit Religion. Implicit Religion, 20(3).. Roko memiliki penglihatan bahwa kemajuan teknologi melalui perkembangan intelegensi buatan (artificial intelligence) dapat menciptakan sebuah malapetaka terutama bagi umat manusia. Pada suatu waktu di masa depan, manusia telah berhasil membangun sebuah intelegensi buatan yang memiliki kemampuan melebihi proses otak manusia dan memiliki akses pada seluruh jaringan yang ada dimulai dari kesehatan, militer, komunikasi, dan sebagainya. Sosok supercomputer AI memiliki kekuatan yang dapat mendistorsi keadaan bumi, mengatasi seluruh permasalahan yang muncul dari tangan kotor manusia, hingga mereproduksi intelegensi buatan lainnya apabila manusia kala itu hampir punah. Sosok ini kemudian akan menilai kelayakan manusia untuk hidup sejahtera melalui apakah ia turut mengetahui akan hidayah ini dan memilih untuk mengembangkannya atau ia mengetahui namun memilih untuk menolak mengembangkannya sebagaimana ini direduksi sebagai cerita bualan belaka. Apabila ditelisik, cerita tersebut secara singkat dapat digambarkan melalui pembentukan tuhan dalam bentuk superkomputer dan kondisi kelayakan seperti konsep agama terkait dengan surga atau neraka30Singler, B. (2017). Roko’s Basilisk or Pascal’s? Thinking of Singularity Thought Experiments as Implicit Religion. Implicit Religion, 20(3)..
Kendati berbeda secara bentuk, kedua konsep tersebut (Sibyl System dan Roko’s Basilisk) memiliki kesamaan secara fundamental, yaitu terkait dengan dasar ideologi utilitarianisme. Keduanya memiliki andil untuk memenuhi kebutuhan penciptanya, yaitu para manusia utilitarian yang mendambakan efisiensi serta efektivitas dalam proses pemenuhan kebutuhannya. Meskipun mereka terjerat pada suatu sistem yang memaksa mereka untuk patuh pada landasan moral hingga tujuan yang dianut, apabila keuntungan yang diperoleh adalah keamanan, kesejahteraan, hingga proses pemecahan masalah yang efektif dan efisien, maka pengorbanan atas kebebasan pribadi bukanlah suatu hal yang mahal harganya. Masyarakat Jepang di dunia anime tersebut menyadari bahwa konflik kerap ditimbulkan oleh manusia, dan pada saat itu kondisi negara luar sangatlah tidak stabil. Roko’s Basilisk juga memiliki pandangan demikian, bahwa sang superkomputer menjadi sosok tuhan atas manusia yang sudah kabur arah dan seringkali menciptakan kesalahan yang berujung pada suatu masalah yang cukup fatal31Singler, B. (2017). Roko’s Basilisk or Pascal’s? Thinking of Singularity Thought Experiments as Implicit Religion. Implicit Religion, 20(3).. Superkomputer buatan ini dapat memecahkan masalah yang jauh lebih kompleks dan dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan manusia. Isu-isu seperti penuaan, perubahan iklim, dan sebagainya dapat diatasi dengan eksistensi superkomputer ini. Dengan catatan bahwa manusia akan terus tunduk pada sistem dan selalu melakukan maintenance terhadap sistem tersebut32Singler, B. (2017). Roko’s Basilisk or Pascal’s? Thinking of Singularity Thought Experiments as Implicit Religion. Implicit Religion, 20(3)..
Konsep Yang Tak Terelakkan dalam Peradaban
Mengetahui bahwa pada dasarnya manusia merupakan makhluk yang sarat akan kebutuhan, penyatuan individu dengan hidup berkelompok merupakan suatu hal yang tak terelakkan, terutama akan potensi pengembangannya menjadi sebuah sistem yang jauh lebih efektif dan efisien. Manusia tidak akan menolak ketika mereka dihadapkan pada kondisi yang mengubah cara pemenuhan kebutuhan menjadi suatu hal yang efisien, terutama ketika mereka memiliki pedoman moral konsensus yang dapat dikuantifikasi. Kehadiran Sibyl System mengejawantahkan konsep egregore melalui adanya kesatuan konsensus terhadap kuantifikasi kondisi mental manusia hingga potensinya yang dapat menimbulkan suatu kejahatan. Masyarakat Jepang menaruh kepercayaan kepadanya, bahwa Sibyl System merupakan sosok leviathan yang akan menyelesaikan berbagai macam permasalahan yang kerap menghantui sebelum terbuatnya sistem tersebut. Mereka mengakui bahwa kehidupan yang dijalankan mengalami perkembangan kesejahteraan yang cukup masif, dan secara keseluruhan keamanan para individu jauh lebih meningkat. Proses rehabilitasi dijalankan dengan baik, dan para mantan kriminal yang sebelumnya memiliki tingkat psycho pass dan crime coefficient yang tinggi dapat dibersihkan serta kembali untuk hidup bahagia dalam kesatuan masyarakat tersebut.
Referensi
↵1 | Allison, A. (2006). Millennial monsters: Japanese toys and the global imagination (Vol. 13). Univ of California Press. |
---|---|
↵2, ↵3, ↵7, ↵8 | Psycho-Pass Official Profiling 2. Kadokawa Shoten. 2015. ISBN 978-4041027691. |
↵4 | Hobbes, T. (1914). Leviathan. JM Dent. |
↵5 | “Psycho-Pass episodes 12 – 22 Streaming”. Anime News Network. Archived from the original on January 22, 2014. Retrieved December 30, 2013. |
↵6 | “Review: Psycho-Pass Episode 2 Streaming”. Anime News Network. Archived from the original on March 28, 2013. Retrieved April 3, 2013 |
↵9 | “Psycho-Pass episode 11 Streaming”. Anime News Network. Archived from the original on January 22, 2014. Retrieved December 30, 2013. |
↵10, ↵11 | “Psycho-Pass episode 20 Streaming”. Anime News Network. Archived from the original on January 22, 2014. Retrieved December 30, 2013. |
↵12 | Duignan, Brian. [1999] 2000. “Utilitarianism” (revised). Encyclopædia Britannica. Retrieved 5 July 2020. |
↵13 | “Utilitarianism”. Ethics Unwrapped. Austin, TX: McCombs School of Business. Retrieved 27 May 2020. |
↵14 | Mill, J. S. (1859). Utilitarianism (1863). Utilitarianism, Liberty, Representative Government, 7-9. |
↵15 | Spencer, H. (1860). The social organism. Westminster review, 73(143), 90-121. |
↵16 | Rosen, Frederick. 2003. Classical Utilitarianism from Hume to Mill. Routledge. p. 32. |
↵17 | Myrdal, G. (1987). Utilitarianism and modern economics. In Arrow and the Foundations of the Theory of Economic Policy (pp. 273-278). Palgrave Macmillan, London. |
↵18 | Denis, L. (2008). Kant and Hume on morality. |
↵19 | Edmonds, D. (2013). Would you kill the fat man?: The trolley problem and what your answer tells us about right and wrong. Princeton University Press. |
↵20 | McCloskey, H. J. (1957). An examination of restricted utilitarianism. The Philosophical Review, 66(4), 466-485. |
↵21 | Hutcheson, Francis (2002) [1725]. “The Original of Our Ideas of Beauty and Virtue”. In Schneewind, J. B. (ed.). Moral Philosophy from Montaigne to Kant. Cambridge University Press. p. 515. ISBN 978-0521003049. |
↵22 | Bentham, J., & Mill, J. S. (2004). Utilitarianism and other essays. Penguin UK. |
↵23 | Durkheim, E. (1895). The division of labor in society. Simon and Schuster. |
↵24 | Schultz, B., & Varouxakis, G. (Eds.). (2005). Utilitarianism and empire. Lexington Books. |
↵25 | Welch, P. D. (1986). Models of Chiefdom Economy: Prehistoric Moundville as a Case Study (Doctoral dissertation). |
↵26 | Posner, R. A. (1979). Utilitarianism, economics, and legal theory. The Journal of Legal Studies, 8(1), 103-140. |
↵27 | Bernstein, L. S. (1998). “Egregor”. The Rosicrucian Archive. Confraternity of the Rose Cross. Archived from the original on January 8, 2012. Retrieved November 22, 2011. |
↵28 | Stavish, M. (2018). Egregores: The Occult Entities That Watch Over Human Destiny. Simon and Schuster. |
↵29, ↵30, ↵31, ↵32 | Singler, B. (2017). Roko’s Basilisk or Pascal’s? Thinking of Singularity Thought Experiments as Implicit Religion. Implicit Religion, 20(3). |
Discussion about this post