Economica
  • Hard News
  • Kajian
  • Penelitian
  • In-Depth
  • Sastra
  • Mild Report
  • Feature
No Result
View All Result
Economica
  • Hard News
  • Kajian
  • Penelitian
  • In-Depth
  • Sastra
  • Mild Report
  • Feature
No Result
View All Result
Economica
Home Hard News

Bincang Iklim: Apa Kabar Janji Emisi Indonesia?

by Emily Anggita & Amirah Hana
28 Januari 2021
in Hard News, Media Partner

BACA JUGA

Musyawarah Mahasiswa FEB UI: Harmoni dan Kolaborasi dalam IKM FEB UI

Jazz Goes To Campus ke-44: Tantangan Beradaptasi dengan Konsep Baru

Hult Prize Kembali Hadir di Universitas Indonesia

The 11th Music Gallery Optimis Gelar Konser Langsung

Dalam merespon rencana keterlibatan Indonesia di Conference of Parties (COP) 26, Komunitas Cerita Iklim telah menyelenggarakan forum diskusi daring bernama Bincang Iklim. Acara tersebut diselenggarakan dalam dua sesi pada Sabtu (16/01) dan Minggu (24/01). Acara dengan tema “Menuju COP 26: Apa Kabar Janji Emisi Indonesia?” berhasil menghadirkan berbagai pembicara ahli dalam acara talkshow dan lebih dari 250 peserta dalam forum diskusi. Acara ini bertujuan untuk mengulas kesiapan Indonesia dalam mencapai target penurunan emisi sebesar 29% pada tahun 2030 mendatang. 

Sumber Istimewa

Cerita Iklim merupakan sebuah komunitas mahasiswa yang didirikan oleh empat mahasiswa Universitas Indonesia untuk memberikan wadah bagi para anggotanya agar dapat saling memberikan edukasi terkait krisis iklim global melalui berbagai program kerja, salah satunya Bincang Iklim. Bincang Iklim merupakan sebuah forum diskusi yang diselenggarakan oleh Cerita Iklim untuk mendorong para mahasiswa agar lebih peduli terhadap perubahan iklim di Indonesia.

Biaya Akibat Emisi Karbon

Sesi kedua Bincang Iklim dibuka dengan pemaparan materi oleh Agus Sari, Ph.D selaku CEO dari Landscape Indonesia pada Minggu (24/01). Agus Sari menuturkan bahwa bumi akan mengalami peningkatan suhu yang sangat tajam pada tahun 2020 dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Fenomena peningkatan suhu terjadi karena konsentrasi karbon dioksida yang kian meningkat setiap tahunnya. Peningkatan suhu Bumi akan menyebabkan musim kemarau berkepanjangan  dan peningkatan curah hujan. Selain itu, negara-negara di dunia harus siap menanggung kerugian global akibat perubahan iklim yang diproyeksikan mencapai $7,9 triliun pada tahun 2050. 

Namun, menurut Agus Sari, biaya mitigasi perubahan iklim rupanya lebih murah dibandingkan biaya kerusakan yang timbul akibat perubahan iklim itu sendiri. Biaya mitigasi perubahan iklim berkisar sekitar $250—$350 pada tahun 2030. Selain murah, mitigasi perubahan iklim juga dapat membawa dampak positif bagi perekonomian. Salah satunya adalah peningkatan penggunaan energi terbarukan yang biayanya lebih murah dibandingkan energi fosil yang dapat menyebabkan emisi karbon. Dengan demikian, mitigasi perubahan iklim jauh lebih menguntungkan. 

Salah satu bentuk mitigasi perubahan iklim yang bisa dilakukan adalah meningkatkan harga perdagangan karbon. Peningkatan harga perdagangan karbon diharapkan dapat menurunkan tingkat emisi karbon rumah tangga dan industri. Jika harga karbon meningkat, harga sumber-sumber emisi karbon juga akan semakin mahal. Pada akhirnya, permintaan terhadap minyak bumi, batu bara, dan sebagainya akan berkurang dan permintaan energi terbarukan akan meningkat.

Climate Transparency Report

Acara dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Lisa Wijayani dari Institute for Essential Services Reform (IESR). Lisa memberikan pemaparan mengenai Climate Transparency Report yang merupakan laporan transparansi iklim dari kemitraan global negara-negara G20 yang menaungi beberapa lembaga swadaya masyarakat dan penelitian mengenai isu-isu perubahan iklim. Dalam laporan tersebut, emisi karbon global sempat mengalami penurunan pada awal Covid-19 karena beberapa negara memberlakukan kebijakan lockdown. Kebijakan ini menyebabkan berkurangnya aktivitas dan mobilitas warga, sehingga emisi karbon mengalami penurunan. Lisa menambahkan, jika program vaksinasi telah dilakukan secara meluas di beberapa negara, tingkat emisi karbon diproyeksikan akan kembali mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan mobilitas warga dan ekonomi kembali normal. Pada tahun 2020, beberapa negara G-20 juga mengalami pertumbuhan ekonomi negatif atau resesi. Dampak positif dari peristiwa ini adalah berkurangnya emisi karbon dan meningkatkan penggunaan energi terbarukan. Negara-negara G-20 kini tengah berupaya untuk melakukan pemulihan ekonomi dengan mempertimbangkan aspek lingkungan. Pemerintah Indonesia telah memberikan subsidi bagi penggunaan energi terbarukan, pengurangan pajak untuk proyek pembangunan energi terbarukan, dan menghentikan peraturan yang mendukung pemanfaatan hutan yang tidak sesuai. 

Menurut pemaparan Lisa, Indonesia saat ini masih jauh tertinggal dalam mencapai target pengurangan emisi karbon. Indonesia belum mencapai penurunan 26% emisi karbon di tahun 2020 yang tertuang dalam Paris Agreement. Hal ini dikarenakan sektor-sektor industri di Indonesia masih banyak menggunakan energi yang menghasilkan karbon dalam operasionalnya. Penyumbang emisi karbon terbanyak di Indonesia adalah sektor pembangkit listrik dan transportasi. Untuk mengejar target pengurangan emisi, Indonesia dapat meningkatkan penggunaan energi terbarukan dan meregulasikan carbon trading. 

Setelah melalui pemaparan materi oleh kedua pembicara, rangkaian acara Bincang Iklim ditutup dengan sesi diskusi yang terbagi ke dalam lima breakout room. Forum diskusi tersebut membahas beberapa tema, yaitu Climate Politics and Governance, The Role of Indigenous People, Climate Justice, Climate Denial and Activism, dan Climate Economy.  Diskusi difasilitasi langsung oleh tim Cerita Iklim dan hasil diskusinya dipaparkan kepada publik sebagai kesimpulan di penghujung acara.

Editor: Maurizky Febriansyah, Haikal Qinthara, Nismara Paramayoga

Foto oleh Chris LeBoutillier di Unsplash

Tweet144

Discussion about this post

POPULER

  • Pancasila di antara Sosialisme dan Kapitalisme

    3251 shares
    Share 1300 Tweet 813
  • Indikasi Kecurangan Tim Futsal Putri FT UI dalam Olim UI 2019

    2995 shares
    Share 1198 Tweet 749
  • Program dan Kebijakan Kesehatan Mental, Tanggung Jawab Siapa?

    2181 shares
    Share 872 Tweet 545
  • UI Sepakat Menerapkan PJJ pada Semester Ganjil 2020

    2112 shares
    Share 850 Tweet 526
  • Covid-19: Risiko, Efek, dan Langkah Penanggulangan

    1872 shares
    Share 749 Tweet 468
  • Tentang
  • Kontak
  • Kebijakan Privasi

© 2019 Badan Otonom Economica

No Result
View All Result
  • Hard News
  • Kajian
  • Penelitian
  • In-Depth
  • Sastra
  • Mild Report
  • Feature
Situs ini menggunakan cookie. Dengan menggunakan situs ini Anda memberikan izin atas cookie yang digunakan.

Selengkapnya Saya Setuju
Privacy & Cookies Policy

Privacy Overview

This website uses cookies to improve your experience while you navigate through the website. Out of these cookies, the cookies that are categorized as necessary are stored on your browser as they are essential for the working of basic functionalities of the website. We also use third-party cookies that help us analyze and understand how you use this website. These cookies will be stored in your browser only with your consent. You also have the option to opt-out of these cookies. But opting out of some of these cookies may have an effect on your browsing experience.
Necessary
Always Enabled

Necessary cookies are absolutely essential for the website to function properly. This category only includes cookies that ensures basic functionalities and security features of the website. These cookies do not store any personal information.

Non-necessary

Any cookies that may not be particularly necessary for the website to function and is used specifically to collect user personal data via analytics, ads, other embedded contents are termed as non-necessary cookies. It is mandatory to procure user consent prior to running these cookies on your website.

SAVE & ACCEPT