Perkembangan Fintech
Saat ini Indonesia sudah memasuki masa revolusi industri 4.0, di mana beberapa aspek kehidupan manusia mulai berubah ke internet of things. Revolusi industri menyebabkan banyak perkembangan pada teknologi seperti aplikasi mobile, aplikasi website, dan layanan berbasis cloud. Data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa penggunaan internet di Indonesia berkembang cukup pesat sejak tahun 2013 dari 82 juta pengguna menjadi 143,26 juta pengguna di tahun 20171APJII. (2017). Penetrasi & Perilaku Pengguna Internet Indonesia. Jakarta, Indonesia: Author.

Perkembangan penggunaan internet ini juga berpengaruh pada sektor keuangan. Salah satu inovasi pada sektor ini adalah financial technology (fintech). Fintech merupakan gabungan antara jasa keuangan dengan teknologi2BI.(n.d). Financial Technology. Retrieved October 2020, from https://www.bi.go.id/id/edukasi-perlindungan-konsumen/edukasi/produk-dan-jasa-sp/fintech/Pages/default.aspx. Menurut KPMG and CB Insights (2017), perkembangan teknologi finansial yang dapat mempermudah, mempercepat, dan mempermurah biaya layanan finansial, akan meningkatkan tingkat investasi kapital pada suatu negara3KPMG and CB Insights. (2017). The Pulse of Fintech Q4 2016: Global Analysis of Investment in Fintech. Retrieved from https://assets.kpmg/content/dam/kpmg/xx/pdf/2017/02/pulse-of-fintech-q4-2016.pdf.
Inklusi Keuangan
Fintech dinilai dapat membantu meningkatkan tingkat inklusi keuangan karena kerumitan, kecepatan, jangkauan, dan biaya dari kegiatan finansial yang konvensional dapat dikurangi dalam kegiatan finansial dengan penggunaan fintech. Sejumlah peneliti telah mengaitkan setidaknya ada tiga poin utama dari inklusi keuangan, yaitu akses, kelompok masyarakat, dan sistem keuangan4Demirgüç-Kunt, A., T. Beck and P. Honohan. (2008). Finance for All? Policies and Pitfalls in Expanding Access. Washington D.C.: A World Bank Policy Research Report5Sarma, M., and J. Pais. (2008). Financial Inclusion and Development: A Cross Country Analysis. Paper. Presented at the Conference on Equality, Inclusion and Human Development organized by HDCA and IHD, New Delhi. Tingkat inklusi keuangan yang tinggi berkontribusi terhadap stabilitas yang lebih besar di sektor perbankan6Ahamed, M.M. and Mallick, S.K. (2019). Is financial inclusion good for bank stability? International evidence. Journal of Economic Behavior and Organization, Vol. 157, pp. 403-427 dan menjamin ekonomi yang lebih baik7Ahmed, H. and Salleh, A. (2016). Inclusive Islamic financial planning: a conceptual framework. International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, Vol. 9 No. 2, pp. 170-189.
Menurut World Bank, inklusi keuangan dapat dilihat dari beberapa indikator salah satunya adalah kepemilikan akun dalam lembaga keuangan formal. Data Global Findex (2014) menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia yang memiliki rekening di lembaga keuangan formal hanya sebanyak 36%, masih jauh di bawah rata-rata global yaitu 62%8Global Findex. (2014). Measuring Financial Inclusion around the World. Retrieved from http://pubdocs.worldbank.org/en/681361466184854434/2014-Global-Findex-Report-DKSV.pdf. Agarwal (2007) mengamati bahwa kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang produk keuangan yang disebabkan oleh ketidaktahuan dan rendahnya literasi keuangan masyarakat dapat mengakibatkan financial exclusion, terutama di populasi yang tidak memiliki rekening bank di daerah pedesaan9Agarwal, R. (2007). 100% Financial inclusion: a challenging task ahead. Jaipuria Institute of Management, Lucknow, Conference on Global Competition & Competitiveness of Indian Corporate, New Delhi, India.
Ketersediaan fintech di Indonesia diharapkan dapat membantu pemerintah dalam menyediakan layanan keuangan pembayaran dan pinjaman yang lebih luas dan efisien. Perkembangan fintech ini menimbulkan beberapa pertanyaan seperti seberapa signifikan fintech dalam meningkatkan inklusi keuangan, seberapa banyak orang yang sudah memakai fintech di Indonesia, dan seberapa besar peran fintech dalam menaikan persentase inklusi keuangan Indonesia?
Metode Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Global Findex 2017 Indonesia. Data ini dikumpulkan Bank Dunia yang bekerja sama dengan Gallup, Inc. Data tersebut didapat melalui survei yang mewakili secara nasional dengan jumlah responden 1.000 orang dewasa berusia 15 tahun ke atas di Indonesia dan mencakup indikator yang diperbarui tentang akses dan penggunaan layanan keuangan formal dan informal10Global Findex. (2017). Global Financial Inclusion (Global Findex) Database 2017: Indonesia 2017. Retrieved from https://microdata.worldbank.org/index.php/catalog/3361.
Dalam penelitian ini, variabel dependen ditunjukkan oleh kepemilikan akun di institusi keuangan. Kepemilikan akun didefinisikan sebagai pemilik akun perorangan atau milik bersama baik di lembaga keuangan atau melalui penyedia uang elektronik. Sedangkan variabel independen bagian perlakuan merupakan fintech dan bagian kontrol adalah jenis kelamin, pendapatan, tingkat pendidikan, bekerja atau tidak, serta kepemilikan mobile phone. Pada variabel fintech terdapat empat indikator yang digunakan, yaitu penggunaan ponsel untuk membayar tagihan, mengakses akun lembaga keuangan, melakukan atau menerima pembayaran digital dalam setahun terakhir, dan menerima upah.
Analisis data menggunakan metode deskriptif dan inferensial. Analisis deskriptif dilakukan untuk menjelaskan gambaran umum dan pemahaman yang lebih komprehensif terkait informasi yang ada di antara variabel-variabel yang digunakan. Adapun analisis inferensial dengan menggunakan analisis logistic regression untuk memperoleh memahami apakah variabel perlakuan yang digunakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap inklusi keuangan.
Data Global Findex 2017
Berdasarkan data Global Findex (2017), dari 1.000 sampel masyarakat di Indonesia, hanya sekitar 52,9% yang memiliki akun di institusi keuangan. Setelah diteliti lebih lanjut, alasan terbesar masyarakat Indonesia tidak memiliki akun yaitu karena tidak memiliki cukup banyak uang, letak institusi keuangan yang terlalu jauh, dan merasa layanan keuangan terlalu mahal (Gambar 2).

Data Global Findex (2017) juga menunjukkan penggunaan mobile phone dalam transaksi keuangan. Sebanyak 3,40% pemilik mobile phone melakukan transaksi untuk pembayaran kebutuhan sehari-hari secara online dan 2,80% untuk menerima pembayaran dari bisnis mereka (Gambar 3).

Hasil Regresi
Dari tabel logistic regression (Tabel 1), variabel utama, yakni fintech memiliki pengaruh signifikan dan bertanda positif terhadap kepemilikan akun di institusi keuangan. Variabel kontrol yang memiliki pengaruh signifikan dan bertanda postitif adalah kepemilikan mobile phone, tingkat pendidikan, bekerja atau tidak, serta pendapatan. Untuk menganalisis pengaruh lebih lanjut, kami menggunakan analisis marginal effects (Tabel 2). Dari analisis tersebut, apabila seseorang menggunakan fintech, maka probabilitas ia terinklusi keuangan akan naik sebesar 52,80% dibandingkan dengan yang tidak menggunakan fintech. Selain itu, jika seseorang memiliki mobile phone, maka probabilitas ia terinklusi keuangan akan naik sebesar 23,40% dibandingkan yang tidak memiliki mobile phone.

Seseorang yang telah menamatkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) memiliki probabilitas untuk terinklusi keuangan sebesar 15,90% dibandingkan seseorang yang hanya tamat Sekolah Dasar. Kemudian, apabila seseorang telah menamatkan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan selanjutnya, maka ia memiliki probabilitas untuk terinklusi dalam keuangan sebesar 39% dibandingkan seseorang yang tamat SMP dan bawahnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan individu maka semakin tinggi pula probabilitas ia terinklusi dalam keuangan.

Seseorang yang merupakan penduduk pendapatan menengah ke bawah memiliki probabilitas terinklusi keuangan sebesar 1,70% dibandingkan penduduk miskin. Kemudian, penduduk kelas menengah memiliki probabilitas sebesar 12,90% dibandingkan penduduk kelas menengah ke bawah. Penduduk kelas menengah ke atas memiliki probabilitas sebesar 10,60% dibandingkan penduduk kelas menengah. Serta penduduk kaya memiliki probabilitas sebesar 20,40% untuk terinklusi keuangan dibandingkan dengan penduduk kelas menengah ke atas. Hal tersebut dikarenakan penduduk yang pendapatannya tinggi memiliki akses terhadap internet, fintech, dan lembaga keuangan formal lebih besar daripada penduduk yang berpendapatan lebih rendah.
Pada variabel kontrol lainnya, yaitu jenis kelamin, perempuan memiliki probabilitas terinklusi keuangan sebesar 4,70% dibandingkan laki-laki. Selain itu, apabila seseorang merupakan tenaga kerja memiliki probabilitas terinklusi keuangan sebesar 8,10% dibandingkan yang bukan tenaga kerja.
Kesimpulan
Dari hasil observasi di atas dapat disimpulkan bahwa fintech mempunyai pengaruh signifikan dan postitif terhadap tingkat inklusi keuangan. Selain itu, variabel lain seperti memiliki mobile phone, tingkat pendidikan, bekerja atau tidak, dan tingkat pendapatan memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap tingkat inklusi keuangan. Dengan tingkat pengguna internet di Indonesia yang terus meningkat, memungkinkan tingkat inklusi keuangan di Indonesia untuk terus meningkat pula. Sedangkan untuk jenis kelamin tidak memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat inklusi keuangan.
Kontributor : Rahma Kesumaningsih dan Fadhel Haryo Bhagaskara
Editor : Natsumi J. Putri, Fitri Nurjanah, Azaria Hashina
Illustrator : Yosia Manurung
Referensi
↵1 | APJII. (2017). Penetrasi & Perilaku Pengguna Internet Indonesia. Jakarta, Indonesia: Author |
---|---|
↵2 | BI.(n.d). Financial Technology. Retrieved October 2020, from https://www.bi.go.id/id/edukasi-perlindungan-konsumen/edukasi/produk-dan-jasa-sp/fintech/Pages/default.aspx |
↵3 | KPMG and CB Insights. (2017). The Pulse of Fintech Q4 2016: Global Analysis of Investment in Fintech. Retrieved from https://assets.kpmg/content/dam/kpmg/xx/pdf/2017/02/pulse-of-fintech-q4-2016.pdf |
↵4 | Demirgüç-Kunt, A., T. Beck and P. Honohan. (2008). Finance for All? Policies and Pitfalls in Expanding Access. Washington D.C.: A World Bank Policy Research Report |
↵5 | Sarma, M., and J. Pais. (2008). Financial Inclusion and Development: A Cross Country Analysis. Paper. Presented at the Conference on Equality, Inclusion and Human Development organized by HDCA and IHD, New Delhi |
↵6 | Ahamed, M.M. and Mallick, S.K. (2019). Is financial inclusion good for bank stability? International evidence. Journal of Economic Behavior and Organization, Vol. 157, pp. 403-427 |
↵7 | Ahmed, H. and Salleh, A. (2016). Inclusive Islamic financial planning: a conceptual framework. International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, Vol. 9 No. 2, pp. 170-189 |
↵8 | Global Findex. (2014). Measuring Financial Inclusion around the World. Retrieved from http://pubdocs.worldbank.org/en/681361466184854434/2014-Global-Findex-Report-DKSV.pdf |
↵9 | Agarwal, R. (2007). 100% Financial inclusion: a challenging task ahead. Jaipuria Institute of Management, Lucknow, Conference on Global Competition & Competitiveness of Indian Corporate, New Delhi, India |
↵10 | Global Findex. (2017). Global Financial Inclusion (Global Findex) Database 2017: Indonesia 2017. Retrieved from https://microdata.worldbank.org/index.php/catalog/3361 |
Discussion about this post