Tak terasa lima tahun sudah perjalanan Universitas Indonesia menuju akreditasi AACSB yang dimulai sejak 2015 lalu. Meski kini logo AACSB yang terpampang di sudut kelas dan gedung FEB UI—pada layar proyektor, mading, dan spanduk yang biasa dijumpai mahasiswa—tidak dapat dilihat lagi karena pembelajaran beralih daring, persiapan akreditasi AACSB masih terus berlangsung. Economica kembali menilik jejak langkah persiapan Tim AACSB FEB UI dalam menuju puncak akreditasi yang ditargetkan selesai pada 2022 mendatang.
Seputar Akreditasi AACSB
The Association to Advance Collegiate Schools of Business (AACSB) adalah asosiasi nirlaba beranggotakan sekolah bisnis dan akuntansi, perusahaan, dan organisasi lainnya. Asosiasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan kualitas pendidikan tinggi akuntansi dan bisnis. Salah satu implementasi dari tujuan tersebut adalah dengan menetapkan standardisasi sekolah bisnis lewat akreditasi.
AACSB mengakreditasi Universitas Indonesia dengan Fakultas Ekonomi dan Bisnis sebagai pelaksana akreditasi. FEB UI dinilai sebagai fakultas yang paling representatif mengingat akreditasi ini ditujukan bagi sekolah bisnis. Selain itu, nama objek yang tertera dalam akreditasi bukan lagi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, melainkan berubah menjadi Sekolah Bisnis Universitas Indonesia.
Akreditasi AACSB dilakukan dalam enam tahapan. Pertama, pendaftaran dan pemenuhan persyaratan yang telah dilakukan FEB sejak 2015. Kedua, tahap evaluasi awal mandiri atau Initial Self Evaluation Report (iSER) pada tahun 2018. Ketiga, tahap pembaruan iSER (iSER Update). Tahap keempat, yaitu kunjungan mentor AACSB untuk Universitas Indonesia yang dilaksanakan sejak tahun 2019 hingga sekarang. Tahap kelima—final iSER—berupa evaluasi dari kunjungan sebelumnya dan ditutup dengan prosesi terakhir berupa pemberian akreditasi.
Progres Akreditasi
Dari enam tahapan yang harus dilalui untuk lolos dalam akreditasi ini, FEB UI telah melalui pendaftaran, pengukuran diri atau self-assesment, dan asesmen kelayakan FEB UI untuk mengikuti akreditasi oleh AACSB. Setelah dinyatakan lolos, FEB UI mulai membuat iSER yang telah selesai pada 2018. Selain itu, FEB UI harus memperbarui (update) iSER setiap tahunnya.
Pada tahun 2019 lalu, FEB UI telah lolos tahap update pertama. Pada tahun 2020 ini, FEB UI kembali mengirim update iSER kedua yang tenggatnya pada 15 September lalu. Saat ini, FEB UI sedang menunggu balasan dari tim mentor yaitu Prof. Dr. Samsinar Binti MD. Sidin, Deputy Vice Chancellor (Academic & Student Affairs) UNIRAZAK (Universiti Tun Abdul Razak) Malaysia. Hasil dari update kedua ini akan dikeluarkan pada 20 November mendatang. “Kita sangat berharap update kedua kita ini bisa diterima oleh komite pusat AACSB,” ujar Beta selaku perwakilan tim akreditasi.
Setelah dinyatakan lulus iSER kedua, pihak AACSB akan menentukan Peer Reviewed Team (PRT) yang nantinya akan melakukan pre-visit berupa kunjungan langsung ke sekolah yang sedang diakreditasi. PRT akan mengecek apakah informasi yang selama ini diberikan ke pihak AACSB benar atau tidak. Belum jelas bagaimana pre-visit akan dilakukan mengingat kondisi COVID-19. Mungkin saja pre-visit dilakukan secara daring seperti yang dilakukan AUN (ASEAN University Network).
Di tahap pre-visit, apabila PRT menilai bahwa FEB UI memenuhi syarat, maka selanjutnya FEB UI akan diminta untuk menulis Self Evaluation Report (SER). Setelah itu, akan dilakukan visit terakhir hingga selanjutnya akan diputuskan apakah FEB UI bisa mendapat akreditasi AACSB atau tidak. Untuk sekolah di Asia, rata-rata proses akreditasi AACSB memakan waktu 5-7 tahun. “Kita sudah dalam track yang benar dalam akreditasi ini,” ujar Beta.
Efek Jangka Panjang Akreditasi
Terdapat 15 standar akreditasi oleh AACSB (seperti tertera pada gambar) yang mengukur kualitas institusi secara komprehensif baik dari segi manajemen stratejik, partisipasi mahasiswa, fakultas dan staf profesional, pengajaran dan pembelajaran, serta keterlibatan akademis dan profesional.
Salah satu aspek tersebut adalah Intellectual Contributions, Impact, and Alignment with Mission yang menekankan bagaimana mahasiswa memberikan dampak kepada masyarakat selepas lulus dari FEB UI. Karena efek jangka panjang ini, sosialisasi AACSB perlu ditekankan agar setiap stakeholder yang sedang dan pernah bersinggungan dengan FEB UI dapat bertindak sesuai dengan standar dan misi FEB UI. Meskipun dihadang banyak tantangan, tim AACSB optimis bisa menjalankan proses persiapan akreditasi ini sesuai dengan track yang telah disusun.
Dari lima belas standar yang harus dipenuhi, Beta menyatakan standar yang paling sulit dipenuhi adalah standar 2 dan 15, yaitu Intellectual Contribution Production dan Kualifikasi Pengajar Akademis. Kualifikasi ini dikategorikan berdasarkan jenjang pendidikan dosen, yakni S2 atau S3. Untuk kualifikasi pendidikan S3, dikategorikan kembali apakah dosen tersebut tergolong Scholarly Academic (SA) atau Practitional Academic (PA). SA adalah dosen yang memiliki minimal dua publikasi ilmiah selama lima tahun yang diterbitkan dalam Scopus atau Sinta. Sementara PA adalah dosen praktisi yang juga harus memiliki publikasi namun tidak harus diterbitkan dalam Scopus atau Sinta.
Bagi dosen yang menempuh S2, dikategorikan menjadi Scholarly Practitioner (SP) dan Instructional Practitioner (IP). Kategori SP diberikan untuk dosen yang memiliki publikasi ilmiah pada jurnal nasional atau Scopus, sedangkan kategori IP diberikan bagi dosen yang juga menjadi praktisi di bidangnya. Di luar kategori di atas, dosen termasuk dalam kategori others. Agar dapat memenuhi standardisasi ini, FEB UI bertujuan memperkecil jumlah dosen yang tergolong others. Beta mengakui standar ini sulit dipenuhi karena saat awal pengerjaan iSER, FEB UI belum memiliki database dosen. “Kita bahkan harus melakukan googling dan menanyakan satu persatu dosen,” ujarnya.
Aries Damayanti, Koordinator Teknis AACSB, mengatakan bahwa untuk memenuhi kualifikasi dosen, FEB UI membutuhkan waktu 3 tahun dihitung dari 2017. Untuk prodi S1, dosen dengan kualifikasi SA minimal 40% dan maksimal kadar tenaga pengajar others tidak boleh melebihi 10%. Untuk prodi S2, dosen dengan kualifikasi SA minimal 60%. Sedangkan untuk prodi S3, 100% dosen harus merupakan SA. FEB UI sendiri telah memenuhi seluruh kualifikasi ini.
FEB UI juga mengembangkan bank data bernama SIANSI (Sistem Informasi Layanan Terintegrasi). “Kita memulai AACSB tanpa bank data sama sekali, bank data ini baru dibangun pada 2018, selesai pada akhir 2018, dan baru benar-benar diisi pada awal 2019,” ujar Aries. Benurut Beta, akreditasi apapun dapat dilakukan dengan mengakses bank data ini sehingga memudahkan pengurusannya. Beta mengungkapkan bank data ini berguna juga bagi FEB UI yang berencana akan mengajukan akreditasi EPAS dari EFMD (European Foundation for Management Development) untuk program KKI.
Sosialisasi Akreditasi AACSB
Sosialisasi akreditasi dilakukan secara bertahap. Pertama dilakukan kepada dosen, pegawai, mahasiswa, dan alumni agar mereka mengetahui proses akreditasi yang telah berlangsung. Upaya untuk mewujudkan hal tersebut juga dilakukan dengan mengangkat 10 Student Ambassador untuk mempromosikan kegiatan akreditasi. Student Ambassador saat ini diketuai oleh Jusuf King selaku Ketua BEM FEB UI tahun 2019.
Dalam waktu dekat ini, akan diadakan random test dari akreditor untuk mengetes pengetahuan mahasiswa terkait akreditasi. Survei tersebut ditujukan bagi mahasiswa FEB UI dan dilakukan secara acak. Karena sifatnya yang acak ini, menurut Beta, tidak ada persiapan yang dapat dilakukan untuk mengontrol jawaban mahasiswa kecuali dengan gencar mempromosikan AACSB kepada mahasiswa jauh-jauh hari.
Meskipun begitu, sosialisasi AACSB sejatinya tidak hanya dilakukan di dalam lingkup FEB UI saja, tetapi juga kepada seluruh sivitas akademik UI. Maka dari itu, perlu dilakukan sosialisasi di luar FEB UI untuk menyukseskan akreditasi ini. Hal ini dilakukan dengan in-house training kepada pimpinan universitas.
Student Ambassador AACSB
Ambassador adalah wajah atau ikon dari AACSB yang berfungsi sebagai role model dan magnet untuk mengenalkan AACSB kepada seluruh mahasiswa di angkatan. Tujuannya agar informasi dapat tersampaikan dengan baik dan tepat sasaran. Salah satunya adalah dengan promosi melalui media sosial seperti menyebarkan broadcast dan melakukan survei terkait awareness mahasiswa.
Daffa Said Zein (EBI 2019), salah satu student ambassador AACSB mengatakan bahwa saat ini pengetahuan mahasiswa tentang AACSB masih belum memuaskan. Menurutnya, pengetahuan tersebut dapat ditingkatkan dengan mengadakan seminar wajib yang temanya berhubungan dengan AACSB serta memberikan doorprize bagi mahasiswa dalam seminar tersebut.
Editor: Tesalonika Hana, Rani Widyaningsih
Ilustrasi: Dhea Monica
Tulisan ini telah disunting setelah diterbitkan. Kata “EAK 18” diubah menjadi “EBI 19”.
Discussion about this post