(I ought to say no, no, no, sir) Mind if I move in closer
(At least I’m gonna say that I tried) What’s the sense of hurting my pride
(I really can’t stay) Baby, don’t hold out”– Baby It’s Cold Outside – Homer and Jethro

Baby It’s Cold Outside merupakan sebuah lagu yang rilis di tahun 1953, yang sering dinyanyikan oleh penyanyi-penyanyi terkenal seperti Idina Menzel dan Michael Buble. Lagu ini mendapat perhatian para aktivis perempuan dan kekerasan seksual sejak tahun 20161 Crockett, E. (2016). Why “Baby, It’s Cold Outside” became an annual controversy about date rape and consent. Retrieved 15 August 2020, from https://www.vox.com/identities/2016/12/19/13885552/baby-its-cold-outside-feminist-date-rape-romantic karena kontroversi yang dimunculkan dari liriknya yang memperlihatkan budaya pemaksaan seksual dan kurangnya consent dalam lirik yang dinyanyikan secara duet ini.
Belakangan ini kita sering membaca serangkaian thread Twitter yang menceritakan pengalaman seseorang, atau beberapa orang, diperlakukan secara tidak etis dalam konteks seksual. Korban, atau teman korban, berusaha mencari keadilan dan pertolongan atas hal ini. Kedua fenomena ini menunjukkan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya gerakan untuk melawan kekerasan seksual di dunia.
Gerakan ini mulai ramai di Indonesia sejak tahun 2019 setelah kasus Agni (nama samaran), seorang mahasiswi Universitas Gajah Mada yang mengalami dugaan pelecehan seksual saat kuliah kerja nyata 2 Agni bicara: dugaan pelecehan seksual, UGM dan perjuangan 18 bulan mencari keadilan – BBC News Indonesia. (2019). Retrieved 15 August 2020, from https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-47140598 , menerima perhatian besar di kalangan masyarakat dunia maya. Gerakan #MeToo sendiri dipelopori seorang aktivis asal Amerika Serikat, Tarana Burke di tahun 2006. Dipimpin oleh para pejuang dan penyintas kekerasan seksual, tujuan awal dari gerakan ini adalah untuk memberantas kekerasan seksual terutama terhadap women of color 3 Get To Know Us | Our Vision & Theory of Change. (2020). Retrieved 15 August 2020, from https://metoomvmt.org/get-to-know-us/vision-theory-of-change/
.
Di Amerika Serikat sendiri, gerakan ini mendapatkan sorotan di tahun 2017, setelah beberapa wanita kelas atas mulai membagikan pengalaman mereka mendapatkan serangan seksual 4 Zacharek, S., Dockterman, E., & Edwards, H. (2017). TIME Person of the Year 2017: The Silence Breakers. Retrieved 15 August 2020, from https://time.com/time-person-of-the-year-2017-silence-breakers/
. Ashley Judd, Alyssa Milano, dan Rose McGowan adalah beberapa nama aktris yang berani berdiri untuk menceritakan kisah mereka.

Wanita-wanita ini berharap, suara mereka dapat membantu pihak hukum menemukan dan menghukum predator-predator seksual 6 Harrisberg, K. (2020). Namibia’s #MeToo movement on the hunt to find and punish sexual predators. Retrieved 15 August 2020, from https://www.thejakartapost.com/news/2020/03/19/namibias-metoo-movement-on-the-hunt-to-find-and-punish-sexual-predators.html . Selain itu, gerakan ini juga dapat menjadi jembatan agar korban-korban dapat saling terhubung, membagikan kisah mereka masing-masing, dan menjadi support system satu sama lain. Setelah dilihat dan digunakan oleh banyak wanita terkenal, tagar ini cepat mendapatkan perhatian seluruh dunia. Memberikan kekuatan bagi mereka yang dipaksa untuk diam, gerakan ini tidak akan pernah berhenti sampai kasus kekerasan seksual sepenuhnya hilang.
Muncul pendukung, muncul pula pembangkang. Setelah ketenarannya di 2017, gerakan ini kemudian menuai banyak kontroversi yang memperdebatkan; apa manfaat dan dampak dari gerakan ini terhadap stereotip gender? Di tahun 2018, New York Times melaporkan, sebanyak 201 pria yang dulunya memiliki kedudukan tinggi di status sosial, dijatuhkan akibat tuduhan kekerasan seksual dari gerakan #MeToo 7 Carlsen, A., Salam, M., Miller, C., Lu, D., Ngu, A., Patel, J., & Wichter, Z. (2020). #MeToo Brought Down 201 Powerful Men. Nearly Half of Their Replacements Are Women. Retrieved 15 August 2020, from https://www.nytimes.com/interactive/2018/10/23/us/metoo-replacements.html . Dampaknya, seringkali gerakan ini dikatakan sebagai gerakan anti-pria. Bahwa gerakan ini memunculkan stereotip negatif terhadap semua pria.
Gerakan ini mengubah budaya dalam bisnis dan sosial, seperti laporan dari The Guardian bahwa lebih banyak laki-laki yang menghindar dari wanita di tempat kerja setelah ramainya gerakan ini 8 Mahdawi, A. (2020). Men now avoid women at work – another sign we’re being punished for #MeToo | Arwa Mahdawi. Retrieved 15 August 2020, from https://www.theguardian.com/lifeandstyle/2019/aug/29/men-women-workplace-study-harassment-harvard-metoo . Dalam sebuah riset yang dipublikasikan Harvard Business Review, 41% pria yang menjadi responden enggan melakukan pertemuan dengan lawan jenis jika tidak ada orang lain di sekitar mereka. 9 Bower, T. (2019). The #MeToo Backlash. Retrieved 15 August 2020, from https://hbr.org/2019/09/the-metoo-backlash . Dasar ketakutan ini berbuah baik. Harvard Business Review pada tahun 2019 melaporkan bahwa setelah gerakan #MeToo yang merubah budaya sosial antara pria dan wanita, lebih sedikit wanita yang membuat pengaduan pemaksaan seksual dan perhatian seksual yang tidak diinginkan 10 Johnson, S., Keplinger, K., Kirk, J., & Barnes, L. (2019). Has Sexual Harassment at Work Decreased Since #MeToo?. Retrieved 15 August 2020, from https://hbr.org/2019/07/has-sexual-harassment-at-work-decreased-since-metoo .
Definisi
Sebelum membahas lebih jauh, mari kita samakan definisi istilah-istilah yang terkait pada kasus kekerasan seksual dan gerakan #MeToo.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tidak dikenal istilah kekerasan seksual melainkan “perbuatan cabul”. Perbuatan cabul dijelaskan sebagai perbuatan yang melanggar rasa kesusilaan, atau perbuatan lain yang keji, dan semuanya dalam lingkungan nafsu berahi kelamin 11 Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan Sinar Harapan. (1983). Kitab undang-undang hukum pidana. Jakarta. . Misalnya cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada dan sebagainya. Definisi ini kurang relevan dengan pembahasan kita, karena perbuatan cabul yang dijelaskan juga mengandung perbuatan ‘asusila’ yang disetujui kedua belah pihak (consensual).
Menurut Yayasan Pulih, kekerasan seksual berarti setiap tindakan baik berupa ucapan ataupun perbuatan yang dilakukan seseorang untuk menguasai atau memanipulasi orang lain serta membuatnya terlibat dalam aktivitas seksual yang tidak dikehendaki 12 Mengenali Kekerasan Seksual – Yayasan Pulih. (2020). Retrieved 15 August 2020, from http://yayasanpulih.org/2017/06/mengenali-kekerasan-seksual/#:~:text=Kekerasan%20seksual%20adalah%20setiap%20tindakan,aktifitas%20seksual%20yang%20tidak%20dikehendaki.
(2020). . Menurut Komnas Perempuan, ada 15 bentuk kekerasan seksual; perkosaan, intimidasi seksual, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, perdagangan perempuan untuk tujuan seksual, prostitusi paksa, perbudakan seksual, pemaksaan perkawinan termasuk cerai gantung, pemaksaan kehamilan, pemaksaan aborsi, pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi, penyiksaan seksual, penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual, praktik tradisi bernuansa seksual yang menbahayakan atau mendiskriminasi perempuan, dan kontrol seksual 13 Retrieved 15 August 2020, from https://www.komnasperempuan.go.id/file/pdf_file/Modul%20dan%20Pedoman/Kekerasan%20Seksual/15%20BTK%20KEKERASAN%20SEKSUAL.pdf.
Secara garis besar, kekerasan seksual terjadi jika ada pemaksaan oleh satu pihak, atau yang biasa kita kenal dengan “tidak ada consent”. Dalam kamus Bahasa Inggris, consent berarti permission atau agreement 14 CONSENT | meaning in the Cambridge English Dictionary. (2020). Retrieved 15 August 2020, from https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/consent , yang dalam Bahasa Indonesia dapat diartikan menjadi izin atau persetujuan. Kata consent menjadi sangat penting dalam pembahasan mengenai kekerasan seksual ini, karena yang membedakan definisi perbuatan cabul oleh KUHP dan kekerasan seksual adalah adanya persetujuan oleh kedua belah pihak.
“Sexual abuse” vs. “sexual assault” vs. “sexual harassment” vs. “rape”
Selanjutnya, ada beberapa kata yang sering digunakan dalam gerakan #MeToo yang terlihat hampir sama namun definisinya yang berbeda dapat merubah arti sebuah kalimat. Sexual abuse erat kaitannya dengan molestation; “the act of touching or attacking them in a sexual way” 15 MOLESTATION | meaning in the Cambridge English Dictionary. (2020). Retrieved 17 August 2020, from https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/molestation . Sexual abuse biasa digunakan untuk kasus-kasus penganiayaan anak 16 What’s the difference between sexual abuse, sexual assault, sexual harassment and rape?. (2018). Retrieved 17 August 2020, from https://theconversation.com/whats-the-difference-between-sexual-abuse-sexual-assault-sexual-harassment-and-rape-88218 .
Sexual assault adalah semua aksi kriminal yang bersifat seksual, mulai dari sentuhan dan ciuman yang tidak diinginkan, hingga menggosok, meraba-raba atau memaksa korban untuk menyentuh pelaku secara seksual 17 Rainn.org. 2020. Sexual Assault | RAINN. [online] Available at: <https://www.rainn.org/articles/sexual-assault> [Accessed 17 August 2020] . Di dalam sexual assault, terdapat rape atau pemerkosaan.
Sexual harassment, memiliki arti yang lebih luas dari sexual assault. Meliputi 3 kategori perilaku seksual yang tidak diinginkan; pemaksaan seksual, perhatian seksual yang tidak diinginkan (dapat berupa sexual assault atau pemerkosaan), dan pelecehan gender 18 The Conversation. 2018. What’s The Difference Between Sexual Abuse, Sexual Assault, Sexual Harassment And Rape?. [online] Available at: <https://theconversation.com/whats-the-difference-between-sexual-abuse-sexual-assault-sexual-harassment-and-rape-88218> [Accessed 17 August 2020].. Sehingga dalam bahasan ini, penulis akan mereferensikan kekerasan seksual ke dalam arti spesifik sexual harassment karena keduanya memiliki keluasan definisi yang hampir sama.
Dampak Gerakan #MeToo
Berkat sosial media dan globalisasi, gerakan yang lahir di Amerika Serikat memperluas dampaknya ke negara-negara seperti; Inggris, Korea Selatan, Jepang, Israel, Swedia, Perancis, India, dan Indonesia 19 Before we continue… – The Lily. Thelily.com. (2020). Retrieved 17 August 2020, from https://www.thelily.com/where-metoo-has-staying-power-around-the-globe-and-where-it-doesnt/. . Gerakan ini mendorong korban seksual di seluruh dunia untuk berani mengangkat suara. Tarana Burke berhasil memberikan perubahan positif melalui fenomena dunia.
Di Amerika sendiri, terhitung tahun 2019, #MeToo memberikan dorongan kepada pemerintah untuk memperjelas aturan-aturan terkait kekerasan seksual. Gerakan #MeToo telah melahirkan aturan berupa larangan atas pembuatan perjanjian penyelesaian rahasia yang dapat menahan korban (pelapor) untuk berbicara 20 Tippett, E. (2019). Non-Disclosure Agreements and the #MeToo Movement. Americanbar.org. Retrieved 17 August 2020, from https://www.americanbar.org/groups/dispute_resolution/publications/dispute_resolution_magazine/2019/winter-2019-me-too/non-disclosure-agreements-and-the-metoo-movement/. . Dalam rentang waktu sekitar 2 tahun, sudah ada 15 negara bagian yang mengesahkan undang-undang untuk melindungi pekerja 21 Fifteen States Have Passed New Laws Protecting Workers from Sexual Harassment in Wake of #MeToo, NWLC Report Reveals | NWLC. NWLC. (2019). Retrieved 17 August 2020, from https://nwlc.org/press-releases/fifteen-states-have-passed-new-laws-protecting-workers-from-sexual-harassment-in-wake-of-metoo-nwlc-report-reveals/. . Dibangun pula TIME’s Up Legal Fund yang telah membantu lebih dari 3,600 orang mendapatkan keadilan 22 North, A. (2019). 7 positive changes that have come from the #MeToo movement. Vox. Retrieved 17 August 2020, from https://www.vox.com/identities/2019/10/4/20852639/me-too-movement-sexual-harassment-law-2019. . Saatnya kita berharap agar gerakan ini dapat menghasilkan dampak serupa di Indonesia.
Namun, ternyata keberhasilan #MeToo ini menghasilkan reaksi lain berupa dampak negatif yang ditimbulkannya. Dalam kasus-kasus kriminal lainnya, kita dikenalkan dengan istilah innocent until proven guilty, di mana artinya, terlapor tidak bisa dikatakan bersalah sebelum adanya bukti yang jelas mengindikasikan kesalahannya. Dalam gerakan #MeToo, pendukung dan aktivisnya percaya bahwa frasa tersebut tidak berlaku dalam kasus-kasus kekerasan seksual 23 BRETÓN, M. (2017). Does innocent until proven guilty still matter in the age of #MeToo? Read more here: https://www.sacbee.com/news/local/news-columns-blogs/marcos-breton/article188702284.html#storylink=cpy. Sacbee. Retrieved 17 August 2020, from https://www.sacbee.com/news/local/news-columns-blogs/marcos-breton/article188702284.html. . “Trust victims until proven innocent”. Frasa baru ini dipercaya lebih cocok menjadi pegangan dalam kasus kekerasan seksual karena sulitnya menemukan bukti yang dapat digunakan dalam sebuah kasus kekerasan seksual.

Di Amerika (yang sudah memiliki undang-undang kekerasan seksual yang lebih jelas dari Indonesia), ada beberapa hal yang dapat dipertimbangkan sebagai bukti adanya kekerasan seksual 24 What Evidence Do I Need for A Sexual Harassment Case Against my Employer?. LegalMatch Law Library. (2020). Retrieved 17 August 2020, from https://www.legalmatch.com/law-library/article/what-evidence-do-i-need-for-a-sexual-harassment-case-against-my-employer.html. , di antaranya:
Komunikasi dari pelaku pelecehan seksual, termasuk email, pesan suara, pesan teks, dan lainnya;
Kesaksian dari para saksi;
Foto atau video insiden apa pun; dan
Yang menjadi masalah adalah bagaimana kebanyakan kasus kekerasan seksual dilakukan secara tiba-tiba, di tempat sepi (privat) sehingga bukti sulit didapatkan. Sehingga, korban seringkali dihadapkan dengan beban pembuktian (burden of proof) 25 7. Burden of proof: evidentiary issues. Ontario Human Rights Commission. (2020). Retrieved 17 August 2020, from http://www.ohrc.on.ca/en/policy-preventing-sexual-and-gender-based-harassment/7-burden-proof-evidentiary-issues-0. . Sehingga, untuk memudahkan korban, rasional jika frasa innocent until proven guilty perlu diganti menjadi guilty until proven innocent pada kasus kekerasan seksual.
Argumen ini menempatkan perkataan korban di atas perkataan orang lain. Masyarakat pun akan cenderung untuk selalu menempatkan diri di pihak korban. Kemudian muncul sebuah tagar baru, yaitu #BelieveAllWomen, menanggapi #MeToo dan slogan “Believe Women”. Saat gerakan #MeToo yang bertujuan untuk membantu para korban kekerasan seksual, dan slogan “Believe Women” yang tujuan awalnya adalah agar masyarakat tidak menganggap wanita sebagai jenis kelamin yang sangat pendendam dan mengakui bahwa tuduhan palsu (false accusation) kurang umum daripada tuduhan yang benar, #BelieveAllWomen menjadi sebuah straw man 26 Hesse, M. (2020). ‘Believe Women’ was a slogan. ‘Believe All Women’ is a straw man.. Washington Post. Retrieved 17 August 2020, from https://www.washingtonpost.com/lifestyle/style/believe-women-was-a-slogan-believe-all-women-is-a-strawman/2020/05/11/6a3ff590-9314-11ea-9f5e-56d8239bf9ad_story.html. . Straw man didefinisikan sebagai proposisi yang sengaja disalahartikan yang dibuat karena lebih mudah dikalahkan daripada argumen lawan yang sebenarnya. Tagar ini, walau hanya menambahkan kata “all” pada slogan sebelumnya, memiliki arti yang jauh berbeda dan melenceng dari tujuan awal pergerakan.
Fenomena ini memberi ketakutan tersendiri kepada pria yang berkemungkinan untuk dituduh secara salah 27Borysenko, K. (2020). The Dark Side Of #MeToo: What Happens When Men Are Falsely Accused. Forbes. Retrieved 17 August 2020, from https://www.forbes.com/sites/karlynborysenko/2020/02/12/the-dark-side-of-metoo-what-happens-when-men-are-falsely-accused/#51531c02864d. . Sebuah jajak pendapat oleh Morning Consult menunjukkan bahwa 57% orang dewasa AS sama-sama prihatin terhadap wanita dan pelecehan yang dapat mereka hadapi sebagaimana mereka terhadap pria dan tuduhan salah yang mungkin mereka hadapi 28A Year Into #MeToo, Public Worried About False Allegations. Morning Consult. (2020). Retrieved 17 August 2020, from https://morningconsult.com/2018/10/11/a-year-into-metoo-public-worried-about-false-allegations/.. Selain itu, banyak pula yang percaya, untuk menghadirkan keadilan bagi banyak wanita yang dilecehkan secara seksual, boleh saja mengorbankan beberapa pria yang tidak bersalah.
Kedua argumen dari pihak oposisi dan pihak afirmasi menjadi masuk akal dikarenakan ketidak-jelasan atas tindakan apa yang dapat dikatakan sebagai kekerasan seksual dan apa yang tidak. Ditambah lagi dengan asymmetric information yang selalu ada dalam kasus-kasus kekerasan seksual. Pihak ketiga (Masyarakat dan penegak hukum) tidak akan sepenuhnya tahu apa yang dipikirkan dan dirasakan pelaku maupun korban pada saat kejadian. Sehingga menjadi sulit untuk menentukan mana kasus yang benar merupakan kekerasan seksual dan mana yang tidak. Namun, dapat dipahami gerakan #MeToo dan #BelieveAllWomen muncul sebagai reaksi atas ketidakpedulian masyarakat secara umum terhadap kekerasan seksual yang kerap dialami wanita, dan kurangnya enforcement secara hukum untuk kasus-kasus tersebut.
Kurangnya pemahaman akan consent menjadi faktor utama fenomena false accusations terjadi. Bahasa persetujuan tiap orang bisa berbeda. Di beberapa kasus, diam dapat ditangkap sebagai tanda consent, padahal sebenarnya untuk menunjukkan ketidaknyamanan. Pemahaman akan consent mengubah definisi kekerasan seksual terus menerus; untuk mencapai konsensus dalam hal ini, kita, sebagai masyarakat, perlu memahami betul apa yang dapat dianggap sebagai consent, dan persis di mana batas-batas consent tak lagi berlaku.
Matthew R. Lyon menulis, pencabutan persetujuan secara efektif membatalkan persetujuan sebelumnya dan subjek laki-laki menjadi dakwaan pemerkosaan paksa jika dia tetap melakukan apa yang telah menjadi hubungan non-konsensual 29 Scholarlycommons.law.northwestern.edu. (2020). Retrieved 17 August 2020, from https://scholarlycommons.law.northwestern.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=7178&context=jclc.. Hal ini berarti, persetujuan harus jelas dibuat antara dua pihak pada semua tahap tindakan seksual.
Arti consent dalam kekerasan seksual masih belum dipahamidiapahami semua pihak, terutama antara pria dan wanita, sehingga muncul beberapa budaya dan norma sosial yang mendukung kekerasan seksual. Norma sosial dan budaya mempengaruhi bagaimana individu bereaksi terhadap kekerasan 30 https://www.nap.edu/read/25075/chapter/1#:~:text=Social%20and%20cultural%20norms%20are,specific%20cultural%20or%20social%20group.&text=Different%20social%20and%20cultural%20norms%20influence%20how%20individuals%20react%20to%20violence. . Berikut merupakan beberapa contoh budaya dan norma sosial yang mempengaruhi kekerasan seksual terus terjadi:

Sebagai contoh, ekspektasi sosial bahwa seorang perempuan harus menghargai dirinya sendiri dan “play hard-to-get” saat seorang pria mendekatinya. Budaya patriarkis konvensional ini menghasilkan pemaksaan seksual. Seorang perempuan yang menanggapi pendekatan oleh seorang pria dengan dingin dianggap sebagai sebuah permainan yang sedang dimainkan perempuan tersebut, dan si pria akan cenderung untuk terus berusaha agar mendapatkan perempuan impiannya tersebut. Norma sosial ini menghambat masyarakat dan mengaburkan batasan-batasan yang membedakan flirting dan kekerasan seksual.
Konstruksi Pemahaman Masyarakat
Seperti langit, percakapan tentang kekerasan seksual tidak akan pernah berujung jika tidak ada pemahaman kolektif tentang arti consent. Ujung yang diharapkan dari langit tersebut adalah functioning society, masyarakat yang mampu menjelaskan realita dari tatanan sosial 32 Drucker, P., & Maciariello, J. The daily Drucker (1st ed.). New York: Harper Collins. . Norma-norma dan regulasi baru yang ditentukan oleh masyarakat (atau setidaknya, bagian masyarakat yang vokal dalam membawa perubahan) perlu disebarkan dan diedukasi terlebih dahulu ke setiap bagian dari masyarakat. Tanpa hal tersebut, masyarakat berisiko untuk terpolarisasi, dimana satu kutub memiliki pemahaman tersendiri mengenai suatu bidang (sexual harassment) dan terdapat kutub/spektrum lain dalam pemahaman masyarakat. Inilah yang disebut sebagai asymmetric information. Terutama pada era dimana media sebagai sumber informasi sangat berperan penting dalam rekonstruksi realitas sosial, pemahaman yang salah oleh segelintir orang dapat mempengaruhi pemahaman masyarakat dengan cepat 33 Başlar, Gülşah. (2011). The Influence of Media on the Reconstruction of Social Reality Through Asymmetric Information. Retrieved from: https://www.researchgate.net/publication/333172488_The_Influence_of_Media_on_the_Reconstruction_of_Social_Reality_Through_Asymmetric_Information .
Tanpa pemahaman yang menyeluruh, masyarakat juga sulit untuk menetapkan pertanggungjawaban kepada suatu individu, dalam hal ini pelaku. Bisa dibilang pelaku tersebut bersalah karena melanggar ‘norma’ atau ‘regulasi’ yang baru. Namun karena informasi belum menyeluruh didapatkan masyarakat, pelaku mungkin baru mengetahui kesalahannya setelah kesalahan tercipta. Oleh karena itu belum tentu pelaku dengan sukarela akan mengambil pertanggungjawaban atas tindakannya (atau, dalam kata lain, mengakui dan menerima kesalahannya).
Salah satu tindakan yang bisa dilakukan untuk mempercepat dan meningkatkan persetujuan masyarakat terhadap ‘budaya baru’ adalah dengan tidak lagi memperlakukan buruk ‘sisi lain’ masyarakat yang memiliki nilai-nilai yang berbeda dengan kita. Tindakan vilifying the other side, seakan mereka yang memiliki keyakinan dan pandangan yang berbeda pantas untuk di-hujat dan dipermalukan secara publik, justru kontraproduktif 34 Ross, L, Lepper, M. R., & Hubbard, M. (1975). Perseverance in self-perception and social perception: Biased attributional processes in the debriefing paradigm. Journal of Personality and Social Psychology, 32, 880-892. 35 Romm, C. (2020). Vaccine Myth-Busting Can Backfire. Retrieved 17 August 2020, from https://www.theatlantic.com/health/archive/2014/12/vaccine-myth-busting-can-backfire/383700/. Apa yang masyarakat butuhkan adalah komunikasi yang jelas dan kondusif antara semua sudut kubu, saling bersedia untuk mengakui kesalahan, dan saling mengakui bahwa setiap pihak memiliki bias masing-masing, tanpa terkecuali. Check your bias.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Menimbang norma-norma patriarkis yang telah berlaku sejak dahulu, dan kurangnya efektivitas hukum dalam menangani isu kekerasan seksual, #MeToo adalah gerakan yang diperlukan untuk meningkatkan kesadaran kita semua, dan memulai sebuah pembahasan yang penting tentang isu ini. Namun, apabila pembahasan tersebut tidak berlangsung secara efektif untuk mencapai konsensus dan kemajuan pemikiran untuk membentuk norma baru yang lebih adil dan aman dari kekerasan seksual, #MeToo dapat berakibat kontraproduktif, yang dapat memunculkan masalah sosial baru, yakni mengikis kepercayaan antara pria dan wanita, padahal hubungan seksual adalah sesuatu yang sangat intim, dan membutuhkan kepercayaan yang tinggi antara semua pihak yang terlibat. Ditambah lagi dengan dampak media sosial yang mengamplifikasi dan dan memperkeruh diskursus. Hak korban untuk melaporkan kekerasan yang dialaminya dan untuk mendapatkan keadilan harus diprioritaskan, dan maraknya gerakan #MeToo mencerminkan nilai kepedulian di antara kita untuk sesama; namun, kita juga tidak boleh lupa bahwa tuduhan palsu yang tidak diinvestigasi dengan adil dapat menghancurkan hidup pihak yang tertuduh. Perbedaan pemahaman antara setiap individu, jika terlalu jauh, dapat membahayakan semua orang, dimana beberapa orang dapat melakukan kekerasan tanpa disadari.
Untuk itu, agar gerakan ini bisa selalu berkembang dan mencapai tujuan awalnya, definisi consent atau persetujuan harus diperjelas. Edukasi akan bahasa yang menunjukkan persetujuan harus dipromosikan sejak kecil. Perbincangan akan kekerasan seksual tidak boleh lagi menjadi hal yang tabu untuk membantu gerakan #MeToo mencapai tujuannya.
Referensi
↵1 | Crockett, E. (2016). Why “Baby, It’s Cold Outside” became an annual controversy about date rape and consent. Retrieved 15 August 2020, from https://www.vox.com/identities/2016/12/19/13885552/baby-its-cold-outside-feminist-date-rape-romantic |
↵2 | Agni bicara: dugaan pelecehan seksual, UGM dan perjuangan 18 bulan mencari keadilan – BBC News Indonesia. (2019). Retrieved 15 August 2020, from https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-47140598 |
↵3 | Get To Know Us | Our Vision & Theory of Change. (2020). Retrieved 15 August 2020, from https://metoomvmt.org/get-to-know-us/vision-theory-of-change/ |
↵4 | Zacharek, S., Dockterman, E., & Edwards, H. (2017). TIME Person of the Year 2017: The Silence Breakers. Retrieved 15 August 2020, from https://time.com/time-person-of-the-year-2017-silence-breakers/ |
↵5 | https://www.notesfromablackwoman.com/metoo-man-commits-suicide-are-we-going-too-far-is-there-a-limit/ |
↵6 | Harrisberg, K. (2020). Namibia’s #MeToo movement on the hunt to find and punish sexual predators. Retrieved 15 August 2020, from https://www.thejakartapost.com/news/2020/03/19/namibias-metoo-movement-on-the-hunt-to-find-and-punish-sexual-predators.html |
↵7 | Carlsen, A., Salam, M., Miller, C., Lu, D., Ngu, A., Patel, J., & Wichter, Z. (2020). #MeToo Brought Down 201 Powerful Men. Nearly Half of Their Replacements Are Women. Retrieved 15 August 2020, from https://www.nytimes.com/interactive/2018/10/23/us/metoo-replacements.html |
↵8 | Mahdawi, A. (2020). Men now avoid women at work – another sign we’re being punished for #MeToo | Arwa Mahdawi. Retrieved 15 August 2020, from https://www.theguardian.com/lifeandstyle/2019/aug/29/men-women-workplace-study-harassment-harvard-metoo |
↵9 | Bower, T. (2019). The #MeToo Backlash. Retrieved 15 August 2020, from https://hbr.org/2019/09/the-metoo-backlash |
↵10 | Johnson, S., Keplinger, K., Kirk, J., & Barnes, L. (2019). Has Sexual Harassment at Work Decreased Since #MeToo?. Retrieved 15 August 2020, from https://hbr.org/2019/07/has-sexual-harassment-at-work-decreased-since-metoo |
↵11 | Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan Sinar Harapan. (1983). Kitab undang-undang hukum pidana. Jakarta. |
↵12 | Mengenali Kekerasan Seksual – Yayasan Pulih. (2020). Retrieved 15 August 2020, from http://yayasanpulih.org/2017/06/mengenali-kekerasan-seksual/#:~:text=Kekerasan%20seksual%20adalah%20setiap%20tindakan,aktifitas%20seksual%20yang%20tidak%20dikehendaki. (2020). |
↵13 | Retrieved 15 August 2020, from https://www.komnasperempuan.go.id/file/pdf_file/Modul%20dan%20Pedoman/Kekerasan%20Seksual/15%20BTK%20KEKERASAN%20SEKSUAL.pdf |
↵14 | CONSENT | meaning in the Cambridge English Dictionary. (2020). Retrieved 15 August 2020, from https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/consent |
↵15 | MOLESTATION | meaning in the Cambridge English Dictionary. (2020). Retrieved 17 August 2020, from https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/molestation |
↵16 | What’s the difference between sexual abuse, sexual assault, sexual harassment and rape?. (2018). Retrieved 17 August 2020, from https://theconversation.com/whats-the-difference-between-sexual-abuse-sexual-assault-sexual-harassment-and-rape-88218 |
↵17 | Rainn.org. 2020. Sexual Assault | RAINN. [online] Available at: <https://www.rainn.org/articles/sexual-assault> [Accessed 17 August 2020] |
↵18 | The Conversation. 2018. What’s The Difference Between Sexual Abuse, Sexual Assault, Sexual Harassment And Rape?. [online] Available at: <https://theconversation.com/whats-the-difference-between-sexual-abuse-sexual-assault-sexual-harassment-and-rape-88218> [Accessed 17 August 2020]. |
↵19 | Before we continue… – The Lily. Thelily.com. (2020). Retrieved 17 August 2020, from https://www.thelily.com/where-metoo-has-staying-power-around-the-globe-and-where-it-doesnt/. |
↵20 | Tippett, E. (2019). Non-Disclosure Agreements and the #MeToo Movement. Americanbar.org. Retrieved 17 August 2020, from https://www.americanbar.org/groups/dispute_resolution/publications/dispute_resolution_magazine/2019/winter-2019-me-too/non-disclosure-agreements-and-the-metoo-movement/. |
↵21 | Fifteen States Have Passed New Laws Protecting Workers from Sexual Harassment in Wake of #MeToo, NWLC Report Reveals | NWLC. NWLC. (2019). Retrieved 17 August 2020, from https://nwlc.org/press-releases/fifteen-states-have-passed-new-laws-protecting-workers-from-sexual-harassment-in-wake-of-metoo-nwlc-report-reveals/. |
↵22 | North, A. (2019). 7 positive changes that have come from the #MeToo movement. Vox. Retrieved 17 August 2020, from https://www.vox.com/identities/2019/10/4/20852639/me-too-movement-sexual-harassment-law-2019. |
↵23 | BRETÓN, M. (2017). Does innocent until proven guilty still matter in the age of #MeToo? Read more here: https://www.sacbee.com/news/local/news-columns-blogs/marcos-breton/article188702284.html#storylink=cpy. Sacbee. Retrieved 17 August 2020, from https://www.sacbee.com/news/local/news-columns-blogs/marcos-breton/article188702284.html. |
↵24 | What Evidence Do I Need for A Sexual Harassment Case Against my Employer?. LegalMatch Law Library. (2020). Retrieved 17 August 2020, from https://www.legalmatch.com/law-library/article/what-evidence-do-i-need-for-a-sexual-harassment-case-against-my-employer.html. |
↵25 | 7. Burden of proof: evidentiary issues. Ontario Human Rights Commission. (2020). Retrieved 17 August 2020, from http://www.ohrc.on.ca/en/policy-preventing-sexual-and-gender-based-harassment/7-burden-proof-evidentiary-issues-0. |
↵26 | Hesse, M. (2020). ‘Believe Women’ was a slogan. ‘Believe All Women’ is a straw man.. Washington Post. Retrieved 17 August 2020, from https://www.washingtonpost.com/lifestyle/style/believe-women-was-a-slogan-believe-all-women-is-a-strawman/2020/05/11/6a3ff590-9314-11ea-9f5e-56d8239bf9ad_story.html. |
↵27 | Borysenko, K. (2020). The Dark Side Of #MeToo: What Happens When Men Are Falsely Accused. Forbes. Retrieved 17 August 2020, from https://www.forbes.com/sites/karlynborysenko/2020/02/12/the-dark-side-of-metoo-what-happens-when-men-are-falsely-accused/#51531c02864d. |
↵28 | A Year Into #MeToo, Public Worried About False Allegations. Morning Consult. (2020). Retrieved 17 August 2020, from https://morningconsult.com/2018/10/11/a-year-into-metoo-public-worried-about-false-allegations/. |
↵29 | Scholarlycommons.law.northwestern.edu. (2020). Retrieved 17 August 2020, from https://scholarlycommons.law.northwestern.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=7178&context=jclc. |
↵30 | https://www.nap.edu/read/25075/chapter/1#:~:text=Social%20and%20cultural%20norms%20are,specific%20cultural%20or%20social%20group.&text=Different%20social%20and%20cultural%20norms%20influence%20how%20individuals%20react%20to%20violence. |
↵31 | WHO. (2020). Changing cultural and social norms supportive of violent behaviour. Retrieved 17 August 2020, from https://www.who.int/violence_injury_prevention/violence/norms.pdf |
↵32 | Drucker, P., & Maciariello, J. The daily Drucker (1st ed.). New York: Harper Collins. |
↵33 | Başlar, Gülşah. (2011). The Influence of Media on the Reconstruction of Social Reality Through Asymmetric Information. Retrieved from: https://www.researchgate.net/publication/333172488_The_Influence_of_Media_on_the_Reconstruction_of_Social_Reality_Through_Asymmetric_Information |
↵34 | Ross, L, Lepper, M. R., & Hubbard, M. (1975). Perseverance in self-perception and social perception: Biased attributional processes in the debriefing paradigm. Journal of Personality and Social Psychology, 32, 880-892. |
↵35 | Romm, C. (2020). Vaccine Myth-Busting Can Backfire. Retrieved 17 August 2020, from https://www.theatlantic.com/health/archive/2014/12/vaccine-myth-busting-can-backfire/383700/ |
Discussion about this post