Economica
  • Hard News
    • Soft News
  • Sastra
  • Mild Report
    • In-Depth
  • Penelitian
    • Kilas Riset
    • Mini Economica
    • Cerita Data
    • Riset
  • Kajian
  • Majalah Economica
  • UI Guide
No Result
View All Result
Economica
  • Hard News
    • Soft News
  • Sastra
  • Mild Report
    • In-Depth
  • Penelitian
    • Kilas Riset
    • Mini Economica
    • Cerita Data
    • Riset
  • Kajian
  • Majalah Economica
  • UI Guide
No Result
View All Result
Economica
Home Feature

Sadfishing: Strategi Promosi dengan Pendekatan Emosi

by Qurratu Aina & Nadyezdi Rifi Prihadiani
30 Juni 2020
in Feature

Pada 2018 silam, selebriti dan model, Kendall Jenner, mengunggah foto dengan keterangan yang berisi keluh kesahnya memiliki wajah yang berjerawat di akun media sosialnya. Terkuaknya motif dibalik unggahan tersebut yaitu mempromosikan salah satu merek obat jerawat, menunjukkan bahwa penggunaan sadfishing telah berkembang. Bukan hanya untuk mendapat emotional support, melainkan juga digunakan sebagai strategi pemasaran.

Fenomena Lama dalam Kemasan Baru

Walau baru menjadi sorotan beberapa tahun kebelakang, penekanan emosi kesedihan untuk mendapatkan perhatian bukanlah hal yang baru. Menurut Adhityawarman, dosen psikologi kesehatan Universitas Indonesia, sadfishing merupakan fenomena lampau yang ‘dikemas’ dalam bentuk baru. Adhityawarman menyatakan cara seseorang mengekspresikan diri saat ini sudah mulai mengalami pergeseran. Upaya untuk mengekspresikan  diri dengan bertemu secara langsung, menggunakan buku diary, ataupun menulis di kolom pembaca majalah/koran telah berganti ke wadah baru, media sosial.

Senada dengan Adhityawarman, Harry Susianto, dosen psikologi ekonomi dan perilaku konsumen, menjelaskan bahwa sadfishing telah lama digunakan sebagai strategi pemasaran berbagai perusahaan, namun idikenal dengan istilah lain, sadvertising. Sadvertising sendiri merupakan iklan yang menonjolkan emosi kesedihan sebagai daya tariknya. Satu-satunya perbedaan mencolok antara keduanya adalah ruang untuk mengeksekusi strategi. Perkembangan teknologi dan kemunculan media sosial membuat sadfishing, yang sebenarnya ‘perpanjangan tangan’ dari sadvertising, terlihat seperti istilah yang baru dan berbeda.

Melalui media mainstream seperti televisi, sadvertising menampilkan narasi yang menyedihkan. Contoh nyata terdapat pada iklan versi ramadhan department store Ramayana di tahun 2017 silam yang menceritakan kisah seorang nenek penderita lupa ingatan imbas kepergian suaminya. Kini melalui media sosial, pemasar mengadopsi strategi yang sama. Namun, alih-alih menciptakan suatu narasi fiktif, pemasar menggaet influencer yang memiliki kisah sesuai dengan kebutuhan marketing perusahaan. Tya Magdalena, influencer yang lebih dikenal sebagai PaoPao, menceritakan kisah penusukan yang dialami. PaoPao kemudian menggunakan cerita tersebut untuk memasarkan Byoote Collagen—produk miliknya—sebagai pemulih keadaan kulit pasca-penusukannya.

Bagi Adhityawarman, perubahan-perubahan ini bukanlah suatu hal yang salah ataupun keliru, melainkan sesuatu yang wajar, dampak perkembangan dan perubahan zaman.

Udara Segar dalam Dunia yang Monoton 

Suatu produk diciptakan sebagai solusi dari suatu masalah. Tugas dari fungsi pemasaran adalah mempresentasikan suatu produk sebagai problem solver. Harry menuturkan sadfishing dapat membantu pemasar mengembangkan ide dasar dalam mempresentasikan masalah dan menampilkan produk sebagai solusi dengan pendekatan emosional. “Dari sisi pemasar, sadfishing merupakan kesempatan,” jelas Harry.

Karena menekankan pada kerentanan dan emosi kesedihan seseorang, sadfishing dinilai Harry memberikan udara segar dan suasana baru dalam dunia marketing. Hal ini membuatnya menonjol dibandingkan periklanan pada umumnya yang mempromosikan produk tanpa menggunakan pendekatan emosi.

Adhityawarman mengungkapkan bahwa dalam konteks psikologi sosial, sadfishing merupakan suatu hal yang cocok untuk dijadikan strategi pemasaran karena mengedepankan ironi. “Manusia memiliki kecenderungan untuk memperhatikan hal-hal yang lebih ekstrim, yang berbeda dari dirinya, atau mungkin sama dengan dirinya.” tuturnya. Ia juga menambahkan bahwa sadfishing sebenarnya tidak jauh berbeda dengan clickbait yang juga sering digunakan untuk menarik simpati ataupun perhatian dari orang lain.

Keberhasilan dari sadfishing dalam strategi pemasaran juga bergantung dengan siapa orang yang melakukannya. Jika yang melakukan sadfishing untuk strategi marketing merupakan orang yang berpengaruh, seperti artis ataupun influencer, awareness calon konsumen pada produk tersebut akan mulai terbuka. Lebih lanjutnya, calon konsumen bahkan bisa sampai membeli produk tersebut.

Imbas “Penjualan” Emosi

Respon seseorang saat melihat unggahan sadfishing berbeda-beda, ada yang menganggap hal tersebut berlebihan, ada juga yang menganggap serius dan bersimpati. Setelah unggahannya terkuak sebagai iklan berbayaruntuk mempromosikan salah satu merek obat jerawat, Kendall Jenner mendapatkan banyak respon negatif. Ia dianggap telah memanipulasi pengikutnya. Penggunaan strategi sadfishing yang semakin umum ini membuat banyak konsumen sadar akan polanya. Namun, bagaimana dampaknya bagi orang yang melakukan sadfishing karena memang dirinya dibawah tekanan?

Menjawab pertanyaan tersebut, Harry berpendapat bahwa penggunaan sadfishing sebagai strategi pemasaran tidak akan berpengaruh kepada orang-orang yang melakukan sadfishing untuk kebutuhan emosional. Seirama dengan yang disampaikan Harry, Adhityawarman juga mengatakan bahwa  sadfishing yang digunakan untuk marketing merupakan suatu entitas yang terpisah dengan orang-orang yang benar-benar melakukan sadfishing untuk mendapat emotional support. Dengan demikian, dampak negatif yang datang dari sadfishing sebagai strategi marketing tidak akan mempengaruhi emotional support yang diberikan kepada pelaku sadfishing sesungguhnya. Menurut Harry pasti ada segelintir orang-orang yang memang memiliki tujuan memberikan emotional support pada orang-orang yang membutuhkan.

Dampak strategi sadvertising tidak hanya berimbas ke pihak individu saja. Adhityawarman berpendapat perusahaan yang menggunakan sadvertising secara terus menerus dan tidak bertanggung jawab akan kehilangan kepercayaan dari konsumen seiring berjalannya waktu. Hal ini dikarenakan strategi sadvertisinig membuat konsumen merasa ditipu secara emosional sehingga timbul dua kemungkinan. Konsumen tidak lagi peduli dengan produk tersebut atau perusahaan mendapatkan sanksi sosial dari masyarakat.

Kontras dengan Adhityawarman, Harry berpendapat bahwa strategi marketing ini tidak terlalu memberikan dampak kepada perusahaan. Menurutnya, konsumen di Indonesia tidak peduli dengan kredibilitas perusahaan. Aspek utama bagi konsumen Indonesia adalah harga. Selama produk memiliki harga yang murah, hal apapun yang dilakukan perusahaan, baik maupun buruk tidak akan memberikan dampak apapun. Hal ini disebabkan minimnya literasi periklanan konsumen di Indonesia, ditemani ketiadaan hukum yang melindungi konsumen. Alhasil, kesadaran konsumen terhadap dampak yang ditimbulkan dari suatu iklan masih rendah.

Perilaku Konsumen adalah Refleksi Hukum yang Ada

Bagi Harry, selama tidak ada produk hukum dan undang-undang yang mengatur perihal literasi iklan dan perlindungan konsumen, segala strategi marketing, bukan hanya sadfishing akan tumbuh subur di Indonesia. Jika hal ini terus berlanjut tanpa adanya batasan, akan selalu ada konsumen yang termakan oleh strategi marketing termasuk sadfishing.

Selain itu, pelaku sadfishing yang seringkali adalah influencer, membuat strategi marketing ini semakin efektif. Hal ini terjadi sebab mereka adalah orang yang disukai. Alhasil, pengikut mereka melihat dan  menyaksikan konten mereka dengan kewaspadaan yang minim. “Persuasi akan sangat efektif jika pihak yang dipersuasi tidak sadar (sedang dipersuasi),” tutur Harry.

Tidak sepenuhnya sependapat dengan Harry, Adhityawarman berpendapat bahwa keberlanjutan strategi ini bergantung pada mekanisme pasar, layaknya segala sesuatu dalam ekonomi. Menurutnya, kelangsungan sadvertising kedepannya masih mungkin ada. Akan tetapi, kemungkinan ditinggalkannya strategi ini lebih besar karena strategi marketing akan terus berevolusi sesuai dengan perkembangan zaman.

Di masa yang mendatang, diharapkan perusahaan dapat menjual produk berkualitas baik dengan strategi marketing yang lebih positif. Pembentukan LSM oleh pemerintah untuk mengawasi periklanan dan pemasaran juga sangat diperlukan untuk mengurangi risiko yang diemban konsumen. Dengan demikian, pelaku-pelaku ekonomi mencapai situasi “win–win” dimana tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

Pada akhirnya, penerapan strategi pemasaran menggunakan sadfishing, atau sadvertising, dapat diakui sebagai cara baru dalam memasarkan suatu produk. Walau disisi lain mampu berimplikasi kepada konsumen, entah hilangnya awareness konsumen akan suatu produk atau sanksi sosial dari masyarakat. Pemerintah mampu berperan aktif untuk menciptakan lingkungan pemasaran dengan strategi yang lebih positif dengan membantu literasi konsumen sebagai upaya perlindungan konsumen.

 

Editor: Haikal Qinthara, Philipus Susanto

Tweet184

Discussion about this post

POPULER

  • Mahasiswa FEB UI Pelaku Kekerasan Seksual: Menilik Proses dan Sanksi yang Dijatuhi

    Mahasiswa FEB UI Pelaku Kekerasan Seksual: Menilik Proses dan Sanksi yang Dijatuhi

    711 shares
    Share 284 Tweet 178
  • Ketika Kekerasan Seksual Marak Terjadi di Kampus, Dekan FEB UI: Kami Anti Segala Bentuk Kekerasan!

    518 shares
    Share 207 Tweet 130
  • Darurat Polusi: Haruskah Indonesia Berkaca pada China?

    506 shares
    Share 202 Tweet 127
  • Kewajiban 30 KUM bagi Mahasiswa Baru, Birpend FEB UI: Jangan Dijadikan Beban

    526 shares
    Share 210 Tweet 132
  • Kasat-Kusut Subsidi Kendaraan Listrik: Benarkah Satu Visi dengan Pembangunan Berkelanjutan?

    526 shares
    Share 210 Tweet 132
  • Kontroversi OKK UI 2023 Part 2: Tanggapan Ketua DPM UI

    621 shares
    Share 248 Tweet 155
  • Tentang
  • Kontak
  • Kebijakan Privasi
  • id Indonesian
    ar Arabiczh-CN Chinese (Simplified)nl Dutchen Englishfr Frenchde Germanid Indonesianit Italianpt Portugueseru Russianes Spanish

© 2019 Badan Otonom Economica

No Result
View All Result
  • Hard News
    • Soft News
  • Sastra
  • Mild Report
    • In-Depth
  • Penelitian
    • Kilas Riset
    • Mini Economica
    • Cerita Data
    • Riset
  • Kajian
  • Majalah Economica
  • UI Guide
Situs ini menggunakan cookie. Dengan menggunakan situs ini Anda memberikan izin atas cookie yang digunakan.

Selengkapnya Saya Setuju
Privacy & Cookies Policy

Privacy Overview

This website uses cookies to improve your experience while you navigate through the website. Out of these cookies, the cookies that are categorized as necessary are stored on your browser as they are essential for the working of basic functionalities of the website. We also use third-party cookies that help us analyze and understand how you use this website. These cookies will be stored in your browser only with your consent. You also have the option to opt-out of these cookies. But opting out of some of these cookies may have an effect on your browsing experience.
Necessary
Always Enabled
Necessary cookies are absolutely essential for the website to function properly. This category only includes cookies that ensures basic functionalities and security features of the website. These cookies do not store any personal information.
Non-necessary
Any cookies that may not be particularly necessary for the website to function and is used specifically to collect user personal data via analytics, ads, other embedded contents are termed as non-necessary cookies. It is mandatory to procure user consent prior to running these cookies on your website.
SAVE & ACCEPT
id Indonesian
ar Arabiczh-CN Chinese (Simplified)nl Dutchen Englishfr Frenchde Germanid Indonesianit Italianpt Portugueseru Russianes Spanish