Pemberlakuan PSBB di sejumlah daerah menyebabkan lumpuhnya perekonomian dan Pemutusan Hubuungan Kerja di berbagai sektor. Ketidaksiapan pemerintah dan data-data kependudukan yang belum memadai menyebabkan kebijakan yang diambil di tengah pandemi kurang tepat sasaran. Maka dari itu, perlu ada evaluasi dan pencarian solusi yang akan dibahas pada tulisan ini.
Tertanggal 7 April 2020, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/239/2020 tentang Penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Provinsi DKI Jakarta dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19,1 Menteri Kesehatan Republik Indonesia, “KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/239/2020.” 07-Apr-2020. merespon Keputusan Menkes diterbitkan Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2020.2 Gubernur DKI Jakarta, “PERATURAN GUBERNUR DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 33 TAHUN 2020.” 09-Apr-2020. PSBB yang dimulai di DKI Jakarta kemudian diikuti oleh Jawa Barat dan juga Kota/ Kabupaten lainnya. PSBB sendiri bertujuan untuk menekan persebaran Covid-19 di daerah tersebut, yang dinilai sudah memiliki konsentrasi korban terdampak Covid-19 tinggi.3R. E. SAKTI, “Tantangan Kebijakan PSBB di Indonesia,” Bebas Akses Kompas, 05-May-2020. [Online]. Available: https://bebas.kompas.id/baca/riset/2020/05/05/tantangan-kebijakan-psbb-di-indonesia/. [Accessed: 07-May-2020].4KOMPAS, “Berikut Daftar 2 Provinsi dan 11 Kabupaten Kota yang Terapkan PSBB Selama Pandemi Covid-19,” KOMPAS.com, 18-Apr-2020. [Online]. Available: https://regional.kompas.com/read/2020/04/18/10400091/berikut-daftar-2-provinsi-dan-11-kabupaten-kota-yang-terapkan-psbb-selama. [Accessed: 07-May-2020]. Akibat berjalannya PSBB ini kegiatan yang memicu kerumunan dilarang untuk dilaksanakan, sehingga kegiatan ekonomi seperti jual beli menjadi sepi dan produksi di beberapa pabrik pun menjadi terhenti.
Terhambatnya kegiatan ekonomi akibat PSBB berdampak pada kondisi ekonomi para pekerja industri yang kian memburuk. Dirumahkan hingga Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) banyak terjadi akibat pandemi Covid-19 ini. Menurut Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) bidang UMKM Suryani Motik, warga yang menjadi korban PHK akibat pandemi Covid-19 bisa mencapai 15 juta jiwa, melebihi data yang dikeluarkan Kementerian Ketenagakerjaan.5CNN INDONESIA, “Bukan 2 Juta, Kadin Sebut Korban PHK Akibat Corona 15 Juta,” CNN INDONESIA, 01-May-2020. [Online]. Available: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200501181726-92-499298/bukan-2-juta-kadin-sebut-korban-phk-akibat-corona-15-juta. [Accessed: 07-May-2020]. Menurut Suryani, data yang ada di kementerian tidak menjaring para pekerja yang berasal dari UMKM, sehingga jumlahnya tidak dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya.
Geliat Kelas Menengah di Tengah Pandemi
Masyarakat yang terkena dampak PHK, yang sebagian besar berasal dari kelompok menengah, dapat dikategorikan sebagai kelompok rentan karena kehilangan pendapatan. Terlebih, kelompok menengah bukanlah sasaran bantuan pemerintah ketika tidak dalam menghadapi situasi pandemi.
Pendiri Basic Income Lab Universitas Indonesia, Sonny Mumbunan, mengatakan bahwa definisi kelas menengah kurang cocok bila diterapkan dalam situasi pandemi seperti ini. “Orang mungkin bisa punya pendapatan tinggi, namun sekarang sedang anjlok karena kondisi yang membuat usahanya bangkrut,” jelas Sonny.
Menurut publikasi Bank Dunia yang berjudul Riding The Wave (2018), cumulative distribution dari pengeluaran per kapita penduduk Indonesia yang masuk ke dalam kategori moderate dan extreme poor mencapai angka 30% ditambah dengan 40% penduduk economically vulnerable.6C. Ruggeri Laderchi, N. L. Spatafora, S. Shetty, and S. Zaidi, “Riding the Wave : An East Asian Miracle for the 21st Century. World Bank East Asia and Pacific Regional Report;. Washington, DC: World Bank. © World Bank. 2017. [Online]. Available: https://openknowledge.worldbank.org/handle/10986/28878 License: CC BY 3.0 IGO.” [Accessed: 07-May-2020]. “Artinya, dimasa normal saja ada 70% orang Indonesia begitu (sulit),” jelas Sonny. Menurutnya, angka ini diperkirakan kuat akan meningkat tajam. “Kita ga tau angka pastinya,” lanjut Sonny.
Akan sangat mungkin terjadi pembengkakan kemiskinan akibat kondisi krisis pandemi sekarang ini. Dengan adanya krisis yang menjadi faktor eksogen, korban terdampak pandemi Covid-19 belum jelas. Menurut Sonny, skema yang ada sekarang mengasumsikan pemerintah mampu memahami siapa korban terdampak. Kenyataannya, identifikasi tersebut masih kabur. Ia menyatakan desil bawah 3-4 (tingkat pendapatan) yang dijadikan sebagai acuan masih berdasarkan masa normal, bukan masa krisis seperti sekarang.
”Skema yang universal, tanpa syarat, menjadi bentuk alternatif yang dapat digunakan oleh pemerintah. Sebagai contoh, suatu kelompok usia tertentu yang paling terdampak dapat diberi basic income saja. Tidak perlu memikirkan persoalan keadilan, dimana dengan jumlah basic income yang diberikan di bawah Rp4 juta termasuk ke dalam Penghasilan Tidak Kena Pajak, sehingga mereka yang mendapatkan uang diatas Rp4 juta akan terkena pajak progresif yang menghasilkan keadilan juga,” tutur Sonny.
Di sisi lain, Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Andry Satrio Nugroho mengatakan pemerintah telah mengakomodasi kelas menengah dalam menghadapi pandemi Covid-19 dengan memberikan Kartu Prakerja. Pemerintah menilai bahwa Kartu Prakerja, yang saat ini sudah menjadi semi-bansos, dapat mengakomodir desil 5-6 atau bahasa umumnya kelas menengah atau kelompok yang baru memasuki kelas menengah.
Menurut Andry, Kartu Prakerja menjadi sebuah instrumen yang dipaksakan karena awalnya program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pekerja sebelum bekerja atau upskill di masa prakerja agar angkatan kerja yang akan bekerja dapat memenuhi permintaan terbaru dari pasar tenaga kerja. Namun, kenyataannya sekarang para kelas menengah tidak membutuhkan upskilling. Mereka hanya ingin melakukan buying time dengan mengulur waktu sampai keadaan kembali normal dan industri kembali membuka lapangan kerja.
Mengenai parameter dari kelas menengah, sebelumnya Andry menggunakan parameter dari World Bank, yaitu individu dengan pengeluaran Rp1,2 juta hingga Rp6 juta. Namun, hal ini belum tepat karena range yang cukup jauh. Ia menyarankan untuk menggunakan desil basis data terpadu dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, dimana tiap rumah tangga dibagi menjadi 10 desil.
Dengan melihat 40-50% terbawah atau desil 4-5 yang merupakan kelas menengah hingga miskin, kelompok ini dapat menjadi sasaran kebijakan yang tepat diberikan bantuan. Bentuknya seperti targeted cash transfer dan juga penurunan biaya utilitas seperti listrik gratis untuk 900 VA hingga biaya internet gratis.
Alokasi Dana Bantuan Pemerintah
Dalam APBN 2020, pemerintah mengalokasikan dana bantuan untuk kelompok termiskin sebesar Rp28,1 triliun dalam bentuk kartu sembako murah bagi 15,6 juta penduduk. APBN yang dirancang untuk kondisi normal ini tidak dapat menutupi dampak pandemi seperti sekarang ini. Maka dari itu, pemerintah perlu melakukan beberapa penyesuaian APBN untuk menyiasati keadaan melonjaknya penduduk tidak berpenghasilan.
Skema penyaluran dan penanganan harus diperbaharui menyesuaikan keadaan, yakni dampak pembatasan gerak yang terlahir sebagai upaya pemutusan mata rantai penyebaran Covid-19, salah satunya adalah gerakan #DiRumahAja. Namun, skema bantuan yang ada belum mendukung pembatasan gerak, Shingga perlu dipikirkan lebih lanjut skema alternatif yang mampu membuat penduduk terdampak tetap di rumah tanpa rasa khawatir kehilangan pendapatan.
Menurut Sonny, skema dengan target yang lebih universal sangat diperlukan dan juga dengan metode transfer secara langsung ke penerima melalui akun bank tanpa harus melewati birokrasi yang sangat panjang dan memakan biaya yang tidak sedikit.
Namun, ketidaksempurnaan data kependudukan menjadi batu sandungan. Dalam kondisi normal, masih banyak kesalahan pada inklusi dan eksklusi yang tinggi. Perbaikan sistem data terintegrasi akan mempermudah penanganan bantuan sosial dan sejenisnya. Ketidaksempurnaan data pada kondisi normal mengakibatkan tersendatnya penyaluran bantuan.
Meski begitu, pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) telah mengeluarkan berbagai jurus untuk mencukupi pendanaan kebutuhan negara untuk menanggulangi dampak Covid-19. Sejak Januari, BI telah melakukan intervensi pasar setidaknya sebesar Rp90 triliun. Jurus lain dikeluarkan Kementerian Keuangan dengan menerbitkan 3 seri obligasi global yang salah satu seri bertenor 50 tahun, terpanjang sepanjang sejarah Indonesia. Penerbitan obligasi global meraup dana segar sebesar Rp60 triliun. Perppu 1/2020 memberikan lampu hijau kepada BI untuk membeli surat utang negara di pasar perdana. Selain itu, Perppu 1/2020 memberikan landasan bagi pemerintah untuk melakukan realokasi anggaran.7F. Ramadhan and R. Vandika, “Perppu 1/2020: Buah Kekakuan Anggaran,” Economica, 18-Apr-2020. [Online]. Available: https://www.economica.id/2020/04/18/perppu-1-2020-buah-kekakuan-anggaran/. [Accessed: 08-May-2020] Namun, menurut Sonny, jaring pengaman sosial yang disiapkan pemerintah masih serupa dengan kondisi normal.
Andry sangat menyayangkan masih terdapat kekurangan dalam realokasi anggaran yang dilakukan pemerintah. Masih terdapat pos anggaran kementerian yang besar, seperti program infrastruktur dan ibu kota baru, yang memungkinkan untuk dialokasikan ke penanganan Covid-19. Realokasi tersebut dinilainya kemungkinan tidak ditempuh karena alasan politis. “Kita bisa hemat ratusan triliun dari situ,” ungkap Andry. Lebih lanjut ia menerangkan “Rp405 triliun (social safety net hanya Rp110 triliun) itu kecil, hanya 2,5 persen dari PDB. Sementara Thailand 8,9 persen dan Malaysia sudah mencapai 10 persen untuk paket stimulus bagi penanganan pandemi ini. Untuk ukuran 29 juta keluarga atau sekitar 120 juta individu dengan tingkat kesejahteraan yang rendah, sangat kurang,” jelas Andry.
Senada dengan Sonny, Andry menilai bahwa permasalahan data menjadi masalah yang sedari dulu tidak terselesaikan. Seharusnya, permasalahan data bisa rampung dengan sistem KTP elektronik yang terintegrasi dengan sistem Dinas Kependudukan Catatan Sipil (DUKCAPIL). Maka dari itu, hal ini menjadi tugas dari pemerintah daerah untuk melakukan tindakan jemput bola untuk mendata sampai tingkat RT. Akan tetapi, belum semua pemda melakukan tindakan jemput bola tersebut.
Model penerapan Social Safety Net atau bantuan sosial yang dinilai cukup ideal oleh Andry pada kondisi sekarang ini berupa conditional cash transfer (CCT). Menurut Publikasi World Bank Conditional Cash Transfers: Reducing Present and Future Poverty (2009) program CCT merupakan program bantuan sosial yang memberikan bantuan berupa uang,8Fiszbein, Ariel; Schady, Norbert; Ferreira, Francisco H.G.; Grosh, Margaret; Keleher, Niall; Olinto, Pedro; Skoufias, Emmanuel. “Conditional Cash Transfers : Reducing Present and Future Poverty. World Bank Policy Research Report. Washington, DC: World Bank. © World Bank. 2009. [Online]. Available: https://openknowledge.worldbank.org/handle/10986/2597 License: CC BY 3.0 IGO.” [Accessed: 07-May-2020]. umumnya diberikan kepada rumah tangga miskin dengan beberapa syarat dan ketentuan sesuai dengan pemerintah setempat.
Jika data yang ada terintegrasi dengan baik, kita tidak harus menggunakan aplikasi atau dompet digital yang rumit karena memerlukan kode QR dan lain-lain. Cukup dengan nomor telepon dari keluarga penerima manfaat ini diperlakukan sebagai rekening (rekening ponsel berbasis nomor telepon)—dengan asumsi penggunaan Nomor Induk Kependudukan dan Nomor Kartu Keluarga asli saat mendaftarkan nomor telepon. Kemudian akan dikirimkan SMS berupa kode unik yang hanya dapat dibelanjakan sembako pada toko yang terafiliasi program tersebut.
Pencegahan PHK dan Solusinya
Melihat banyaknya pelaku bisnis yang melakukan PHK dan merumahkan pekerjanya, Menko Perekonomian menjadikan Kartu Prakerja sebagai sebuah solusi bagi pekerja terdampak PHK. Dengan memberikan insentif sebesar 1 juta dan pelatihan vokasional secara offline maupun online.
Menurut Andry, idealnya pelatihan yang memang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja seharusnya memberikan sertifikasi profesi yang profesional bukan sebatas sertifikat dan pelatihan satu hari saja. Ia beranggapan bahwa sasaran dari Kartu Prakerja ini berasal dari kalangan miskin atau hampir miskin karena untuk mengaksesnya saja memerlukan modal, mulai dari listrik, internet hingga perangkat seperti komputer. Belum lagi terdapat beberapa tes yang harus dilalui untuk menerima bantuan. Tentu bantuan yang diberikan akan bias kelas dan tidak tepat sasaran kepada mereka yang kurang sejahtera. Lebih baik dana 5,6 triliun yang masuk ke dalam 8 platform bisa disalurkan kepada mereka yang terdampak.
Diluar pemberian Kartu Prakerja, pemerintah dapat membantu industri untuk mencegah terjadinya PHK. Dengan keterbatasan sumber daya, pemerintah dapat memilih industri berdasarkan kontribusi Produk Domestik Regional Bruto, kemudian kapasitas produksi, atau elastisitas industri terhadap output yang cepat dan tinggi.
Berkaca pada krisis tahun 98, banyak bantuan yang diberikan pada sektor yang tidak perlu dan dekat secara politik kepada kelompok pengambil kebijakan. Hal itu perlu dievaluasi agar tidak menguntungkan segelintir orang. ”Makanya pemilihan sektornya yang boosting agregate demand cepat,” tegas Sonny.
Di masa setelah pandemi ini, reboost atau penguatan kembali perekonomian akan memerlukan biaya yang tinggi, seperti biaya rekrutmen yang cukup besar sehingga lebih baik untuk mempertahankan pekerja dibandingkan melakukan PHK. ”Sistem kita ini fragile banget, tidak elastis menghadapi shock yg simetrik, seperti pandemi ini yang terkena ke semua orang. Kita tidak mampu untuk merespon ini. Pasca Covid ini, we should build back better untuk memikirkan bagaimana skema jaminan sosial kita, distribusi economic rent and social production, bagaimana kita melihat ekonomi yang merusak lingkungan,” tutup Sonny.
Untuk sektor kecil seperti UMKM, merumahkan pekerja menjadi pilihan yang merugikan pekerja sehingga secara tidak langsung pekerja dipaksa untuk mengundurkan diri, dirumahkan dan tidak diberikan gaji. Menanggapi hal tersebut Andry menjelaskan solusinya bisa melalui penghematan biaya operasional. ”Solusi saya sebetulnya bisa menyasar pada biaya operasional atau utilitas dari industri itu sendiri seperti fasilitasi untuk mencicil biaya listrik bulanan. Yang lain bisa saja penangguhan pembayaran BPJS. Lalu, bisa juga diberikan insentif kalau industrinya switching line produksi, menjadi produksi masker atau APD. Tetapi paling ideal adalah penerapan wage discount, yang ditanggung pemerintah, beberapa negara melakukannya,” pungkas Andry.
Editor: Haikal Qinthara, Fadhil Ramadhan, Philipus Susanto, Rani Widyaningsih
Referensi
↵1 | Menteri Kesehatan Republik Indonesia, “KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/239/2020.” 07-Apr-2020. |
---|---|
↵2 | Gubernur DKI Jakarta, “PERATURAN GUBERNUR DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 33 TAHUN 2020.” 09-Apr-2020. |
↵3 | R. E. SAKTI, “Tantangan Kebijakan PSBB di Indonesia,” Bebas Akses Kompas, 05-May-2020. [Online]. Available: https://bebas.kompas.id/baca/riset/2020/05/05/tantangan-kebijakan-psbb-di-indonesia/. [Accessed: 07-May-2020]. |
↵4 | KOMPAS, “Berikut Daftar 2 Provinsi dan 11 Kabupaten Kota yang Terapkan PSBB Selama Pandemi Covid-19,” KOMPAS.com, 18-Apr-2020. [Online]. Available: https://regional.kompas.com/read/2020/04/18/10400091/berikut-daftar-2-provinsi-dan-11-kabupaten-kota-yang-terapkan-psbb-selama. [Accessed: 07-May-2020]. |
↵5 | CNN INDONESIA, “Bukan 2 Juta, Kadin Sebut Korban PHK Akibat Corona 15 Juta,” CNN INDONESIA, 01-May-2020. [Online]. Available: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200501181726-92-499298/bukan-2-juta-kadin-sebut-korban-phk-akibat-corona-15-juta. [Accessed: 07-May-2020]. |
↵6 | C. Ruggeri Laderchi, N. L. Spatafora, S. Shetty, and S. Zaidi, “Riding the Wave : An East Asian Miracle for the 21st Century. World Bank East Asia and Pacific Regional Report;. Washington, DC: World Bank. © World Bank. 2017. [Online]. Available: https://openknowledge.worldbank.org/handle/10986/28878 License: CC BY 3.0 IGO.” [Accessed: 07-May-2020]. |
↵7 | F. Ramadhan and R. Vandika, “Perppu 1/2020: Buah Kekakuan Anggaran,” Economica, 18-Apr-2020. [Online]. Available: https://www.economica.id/2020/04/18/perppu-1-2020-buah-kekakuan-anggaran/. [Accessed: 08-May-2020] |
↵8 | Fiszbein, Ariel; Schady, Norbert; Ferreira, Francisco H.G.; Grosh, Margaret; Keleher, Niall; Olinto, Pedro; Skoufias, Emmanuel. “Conditional Cash Transfers : Reducing Present and Future Poverty. World Bank Policy Research Report. Washington, DC: World Bank. © World Bank. 2009. [Online]. Available: https://openknowledge.worldbank.org/handle/10986/2597 License: CC BY 3.0 IGO.” [Accessed: 07-May-2020]. |
Discussion about this post