Berbagai pasal kontroversial muncul pada Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga yang santer diperbincangkan akhir-akhir ini. Menanggapi hal ini, aliansi BEM seluruh fakultas di Universitas Indonesia mengadakan mimbar bebas yang membahas tentang Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga (RUU Ketahanan Keluarga). Acara ini diselenggarakan Teater Kolam Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia pada Jumat, (6/3) lalu.
Diskusi dibuka oleh perwakilan dari BEM Fakultas Psikologi UI tentang kekerasan seksual yang dapat dijustifikasi sebagaimana dalam RUU Ketahanan Keluarga, yaitu pernikahan berdasarkan rasa cinta. RUU Ketahanan Keluarga merupakan hasil usulan lima anggota DPR dari partai PKS, PAN, GERINDRA, dan Golkar (belakangan mundur sebagai pengusul). RUU Ketahanan Keluarga dinilai bagus dalam tujuannya namun kurang dalam implementasinya. Mimbar mengkritisi DPR sebagai Dewan Perwakilan Rumah Tangga yang mengatur urusan pribadi masyarakatnya.
Secara keseluruhan, aliansi BEM se-UI menyampaikan beberapa alasan atas penolakan terhadap RUU Ketahanan Keluarga, yakni:
- RUU Ketahanan Keluarga menyentuh ranah privasi dan membatasi hak asasi manusia atas perasaannya seperti tercantum dalam Pasal 24.
- Pasal 25 RUU Ketahanan Keluarga membedakan peran laki-laki dan perempuan dalam berkeluarga sehingga merupakan aksi diskriminasi gender serta pembatasan hak perempuan untuk menentukan perannya sendiri.
- Pengaturan struktur kamar dan tempat tinggal dalam RUU Ketahanan Keluarga dianggap tidak penting karena tidak semua kalangan masyarakat mampu.
- Pasal 85, 86, dan 87 RUU Ketahanan Keluarga tidak lazim sebab mengatur preferensi serta orientasi seksual masyarakat.
- Terdapat RUU lain yang lebih darurat untuk disahkan, seperti RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Selain itu, mimbar mengkritisi pasal-pasal dalam RUU Ketahanan Keluarga dapat mengintervensi hak asasi warga negara indonesia. RUU tersebut dapat menjadi pasal karet yang mendukung kekerasan berbasis gender.
“Tanggung jawab kita, baik laki-laki atau perempuan, untuk bersama mengawal RUU Ketahanan Keluarga,” sebut Leon Alvinda Putra, Kepala Departemen Kajian dan Aksi Strategis (Kastrat) BEM UI.
Lebih lanjut, Leon mengatakan bahwa RUU Ketahanan Keluarga dilatarbelakangi oleh permasalahan yang kerap muncul dalam keluarga-keluarga Indonesia, seperti perceraian, yang dipercayai akan berdampak buruk terhadap anak-anak yang terlibat. Namun, jalan keluar yang diusulkan oleh pemerintah dinilai menyimpang dari tujuannya sendiri, terutama untuk pasal-pasal ganjil yang dikhawatirkan beresiko menjadi pasal karet sehingga mudah disalahgunakan.
Disamping itu, terdapat juga pasal-pasal yang sesuai dengan tujuan dan telah disetujui oleh mimbar, yaitu Pasal 19 yang berisi tentang bimbingan pra-nikah untuk para calon mempelai, sehingga masing-masing pihak telah siap secara utuh dan mengurangi resiko perceraian di Indonesia.
Aliansi mahasiswa dalam mimbar ini telah membentuk aliansi-aliansi khusus yang terfokus pada masing-masing RUU untuk mengawal, baik RUU Ketahanan Keluarga maupun RUU Omnibus Law Selanjutnya, aliansi mahasiswa akan mengawal RUU ini ke lembaga Program Legislasi Nasional Prioritas (Prolegnas). Aliansi BEM UI menuntut pemerintah untuk mendengarkan aspirasi dari masyarakat, mahasiswa, aktivis, maupun pihak-pihak yang memang ahli dalam hal ini.
Editor: Rani Widyaningsih, Tesalonika Hana, Haikal Qinthara
Discussion about this post