Economica
  • Hard News
    • Soft News
  • Sastra
  • Mild Report
    • In-Depth
  • Penelitian
    • Kilas Riset
    • Mini Economica
    • Cerita Data
    • Riset
  • Kajian
  • Majalah Economica
  • UI Guide
No Result
View All Result
Economica
  • Hard News
    • Soft News
  • Sastra
  • Mild Report
    • In-Depth
  • Penelitian
    • Kilas Riset
    • Mini Economica
    • Cerita Data
    • Riset
  • Kajian
  • Majalah Economica
  • UI Guide
No Result
View All Result
Economica
Home Kajian

Modernisasi Patriarki Melalui Konsep Keperawanan

by Ricardo Juan
6 Maret 2020
in Kajian

“Anak perawan kok pulang malem?”

“Anak perawan kok duduknya kayak gitu?”

Dalam artian tertentu, keperawanan adalah suatu status spesial yang memiliki muatan nilai dan normanya sendiri. Mungkin kita pernah mendengar cuitan-cuitan sebagaimana di atas, tanda-tanda moral judgment  yang diturunkan oleh masyarakat kepada wanita yang berkaitan dengan keperawanannya.

Keperawanan sebagai suatu konsep yang tidak dapat dipisahkan dari cara menjalani kehidupan seorang wanita. Pada masa abad pertengahan Eropa Barat, berlaku norma sosial bahwa keperawanan wanita adalah simbol dari kesuciannya, karena keperawanan wanita memberikan kepastian bahwa anak yang akan lahir setelah pernikahan adalah betul-betul anak dari suaminya1https://www.historyundressed.com/2015/02/medieval-virginity-testing-and.html. Dengan demikian, keperawanan wanita menjadi komoditas yang sangat diidam-idamkan.

Di sisi lain, wanita yang tidak perawan akan lebih sulit untuk mengendalikan nafsu seksualnya setelah pengalaman persetubuhan pertama mereka dengan suaminya tersebut sehingga tubuhnya akan lebih rentan terhadap eksploitasi kaum ksatria pada zaman itu. Nilai tersebut pun tak kunjung hilang: pada tahun 2017, seorang wanita di Tunisia yang sampai melakukan operasi hymenoplasty2Kisah perempuan yang mengembalikan keperawanan di Tunisia. (2017). Retrieved 5 March 2020, from https://www.bbc.com/indonesia/majalah-40322980 . Lain kasus di Indonesia, praktik tes keperawanan berlaku untuk atlet dan calon anggota TNI. Calon TNI dan Polri dipaksa untuk menjalani tes keperawanan (dengan cara memasukkan jari ke vagina wanita) seakan tes tersebut menjadi indikator ‘moralitas’ dan ’ kelayakan bertugas’ 3Newey, S. and Smith, N. (2020). ‘A gross violation’: UK must demand an end to Indonesian military’s invasive virginity testing, say experts. [online] The Telegraph. Available at: https://www.telegraph.co.uk/global-health/women-and-girls/gross-violation-uk-must-demand-end-indonesian-militarys-invasive. Seorang atlet SEA Games dipulangkan dari Filipina lantaran diketahui bahwa dirinya tidak perawan. Parahnya lagi, tudingan tersebut tidak didasari oleh tes keperawanan seperti yang dilakukan TNI, melainkan hanya bentuk intimidasi dari pelatih untuk mengakui bahwa atlet tersebut tidak perawan4Media, K. (2020). 7 Fakta Lengkap Atlet Senam SEA Games Dipulangkan karena Dituduh Tak Perawan. [online] KOMPAS.com. Available at: https://regional.kompas.com/read/2019/12/03/11550051/7-fakta-lengkap-atlet-senam-sea-games-dipulangkan-karena-dituduh-tak-perawan [Accessed 6 Mar. 2020] 5BBC News Indonesia. (2020). TNI/Polri masih uji keperawanan? Pengakuan pensiunan polwan dan calon istri perwira. [online] Available at: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-42084042 [Accessed 6 Mar. 2020].

(Bunda Maria, yang berhasil melahirkan anak tanpa kehilangan keperawanannya, dianggap simbol dari puncak kesucian)

Apakah betul keperawanan sebatas selaput dara atau tidak pernah berzina? Lalu, mengapa ia dapat menjadi begitu berharga? Dan lantas, apakah nilai yang kita berikan kepada keperawanan masih relevan pada kehidupan modern ini?

Mitos yang Merajalela

Sebagian masyarakat percaya bahwa robeknya selaput dara wanita yang menimbulkan darah mengindikasikan bahwa wanita tersebut telah bersetubuh untuk pertama kalinya.  Dari asumsi tersebut, lahirlah kepercayaan lanjutan bahwa wanita yang selaput daranya sudah rusak pasti sudah tidak perawan. Konsepsi ini kelak menciptakan berbagai mitos yang seringkali menimbulkan kesalahan persepsi masyarakat tentang keperawanan. 

Mitos-mitos tersebut meliputi kepercayaan bahwa selaput dara yang sudah rusak berarti pasti sudah pernah bersetubuh, malam pertama tidak mengeluarkan darah artinya sudah tidak perawan, wanita yang masih perawan masih “sempit” dan mitos-mitos lainnya menghantui wanita sebagai subjek yang memiliki selaput dara. Hampir semua mitos yang ada mengenai faktor penyebab kehilangan keperawanan itu bisa dijelaskan secara medis dan tidak selamanya hanya berkisar soal seks. Robeknya selaput dara dapat disebabkan oleh berbagai faktor lain, dari olahraga hingga penggunaan tampon yang salah. Sementara vagina yang sempit sejatinya disebabkan oleh tegangnya otot pelvis karena belum pernah bersetubuh 6Halodoc. (2020). Mitos Mengenai Keperawanan dan Selaput Dara yang Sering Keliru. halodoc. Retrieved 3 March 2020, from https://www.halodoc.com/mitos-mengenai-keperawanan-dan-selaput-dara-yang-sering-keliru.. 

Nyatanya, faktor penyebab kehilangan selaput dara (yang umumnya dikaitkan dengan status “perawan”) berbeda antara satu wanita dan wanita lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan ketebalan selaput dara tiap wanita dan variasi pada tingkat aktivitas satu sama lain. Variasi ketebalan selaput dara berpengaruh terhadap kerentanannya untuk robek karena faktor selain seks. Aktivitas yang intens memiliki kemungkinan untuk merobek selaput dara tanpa seks. Bahkan, ada wanita yang terlahir tanpa selaput dara. Sehingga, faktor penyebab kehilangan selaput dara menjadi tidak lagi eksklusif hanya karena aktivitas seksual. 7Halodoc, R. (2020). Mitos Mengenai Keperawanan dan Selaput Dara yang Sering Keliru. halodoc. Retrieved 3 March 2020, from https://www.halodoc.com/mitos-mengenai-keperawanan-dan-selaput-dara-yang-sering-keliru 

Glorifikasi Berujung Pengekangan

Wanita perawan dianggap suci dan diagung-agungkan dalam berbagai ajaran agama dan budaya. Misal dalam Alkitab, di kitab Ulangan 22:17, “dan ketahuilah, ia menuduhkan perbuatan yang kurang senonoh dengan berkata: Tidak ada kudapati tanda-tanda keperawanan pada anakmu”.8 Ul 22:13-15; Ul 22:17… (TB) – Tampilan Daftar Ayat – Alkitab SABDA. (2020). Retrieved 5 March 2020, from https://alkitab.sabda.org/passage.php?passage=Ul+22:13+22:14+22:15+22:17+22:19+22:20+22:23+22:28 Contoh lainnya dalam agama Islam, pada surat Al-Waqi’ah ayat 35-38 (diterjemahkan) “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan.penuh cinta lagi sebaya umurnya.(Kami ciptakan mereka) untuk golongan kanan”.9 Al Waqiah Ayat 35-38 Teks Arab dab Latin Serta Artinya Perkata Lengkap. (2020). Retrieved 5 March 2020, from https://adinawas.com/al-waqiah-ayat-35-38-teks-arab-dab-latin.html  

Kutipan dari kedua kitab tersebut jelas menyiratkan glorifikasi terhadap keperawanan wanita. Selain nilai religius, budaya juga mempengaruhi terbentuknya konsep ini. Konsep keperawanan tidak dapat dipisahkan dari budaya patriarki yang terkonstruksi secara sosial karena manusia menemukan sistem pertanian sebagai sebuah cara hidup. Awalnya, pada masa berburu dan meramu, kedua gender secara umum memiliki pembagian peran yang konsisten dimana laki-laki melakukan aktivitas berburu di luar tempat tinggalnya sedangkan perempuan tinggal di rumah meramu dan menjaga anak-anaknya. Kegiatan berburu dan meramu ini dilakukan secara komunal dan bersama-sama. 10 Asal-usul Budaya Patriarki. PKBI Daerah Istimewa Yogyakarta. (2020). Retrieved 5 March 2020, from https://pkbi-diy.info/asal-usul-budaya-patriarki/.

Seiring perkembangan zaman, komunitas-komunitas yang ada saling bersaing untuk mengeksploitasi alam dengan menciptakan inovasi melalui berbagai peralatan sehingga menciptakan keunggulan kompetitif. Hal ini mendorong inovasi dari sebagian masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup tanpa berburu. Titik inilah yang menjadi pengenalan manusia terhadap pertanian.11 Asal-usul Budaya Patriarki. PKBI Daerah Istimewa Yogyakarta. (2020). Retrieved 5 March 2020, from https://pkbi-diy.info/asal-usul-budaya-patriarki/. Dengan terciptanya inovasi alat-alat pertanian, kegiatan mengumpulkan makanan tidak lagi harus dilakukan secara komunal, melainkan dapat dilakukan secara individu dan manusia mulai mengenal sistem kepemilikan pribadi (private ownership)12 MOORE, J. (2010). The End of the Road? Agricultural Revolutions in the Capitalist World-Ecology, 1450-2010. Journal Of Agrarian Change, 10(3), 389-413. doi: 10.1111/j.1471-0366.2010.00276.x dan berlanjut sampai abad ke-19 dimana manusia mulai mengenal kepemilikan lahan.13 Cuno, K. (1980). The Origins of Private Ownership of Land in Egypt: A Reappraisal. International Journal of Middle East Studies, 12(3), 245-275. Retrieved March 5, 2020, from www.jstor.org/stable/163001 . Perubahan teknologi dan gaya hidup menjadi benih-benih awal munculnya sistem kapitalisme.

Produktivitas kegiatan bertani relatif lebih tinggi dibandingkan berburu dan meramu, namun hanya muncul setiap musim panen sehingga masyarakat perlu menjaga stok panen sampai musim panen berikutnya. Oleh karena itu, diperlukan sistem pembagian komunitas kecil walaupun tidak sebesar dalam sistem berburu dan meramu. Sistem ini diimplementasikan dalam keluarga yang kemudian menghasilkan pembagian peran di dalamnya. Tugas bertani dan menjaga hasil panen membutuhkan banyak tenaga kerja manual, sehingga dikhususkan pada laki-laki yang dianggap lebih kuat dan lebih mampu mengoperasikan alat-alat pertanian yang berat. Kedudukan peran reproduksi pun semakin penting dan kegiatan reproduksi menjadi lebih banyak diperlukan dibandingkan masa berburu dan meramu. 14 Asal-usul Budaya Patriarki. PKBI Daerah Istimewa Yogyakarta. (2020). Retrieved 5 March 2020, from https://pkbi-diy.info/asal-usul-budaya-patriarki/.

Hal ini menggeser peran wanita dalam sistem pertanian (yang tenaga kerjanya didominasi oleh kaum pria) dari tenaga produktif, menjadi tenaga untuk keperluan reproduksi.  Wanita pada zaman tersebut diarahkan untuk peran lain seperti menjaga rumah, menjaga anak, dan peran-peran lain yang tidak berkaitan langsung dengan produktivitas komunitas masyarakat. Pergeseran peran inilah yang menjadi asal usul budaya patriarki yang sedemikian kuatnya tertanam dalam masyarakat sampai sekarang ini. 15 Asal-usul Budaya Patriarki. PKBI Daerah Istimewa Yogyakarta. (2020). Retrieved 5 March 2020, from https://pkbi-diy.info/asal-usul-budaya-patriarki/.

Konsep kesucian keperawanan yang dapat ditelusuri dengan jelas hingga Eropa abad pertengahan dapat menjadi contoh dari relasi antara pria dan wanita yang telah lama menjadi hegemoni; kepantasan wanita untuk pernikahan bergantung dengan sangat tinggi terhadap kemampuan reproduksi dan seksualitasnya. . 16 University of Gothenburg. (2009, June 10). Sexuality In The Late Middle Ages. ScienceDaily. Retrieved March 5, 2020 from www.sciencedaily.com/releases/2009/06/090610160906.htm . Bukan sebagai manusia lain yang memiliki kompleksitas dan karakteristik manusiawi yang patut dihargai, namun hanya sebuah objek untuk tujuan tertentu.

Keperawanan, Pengekangan, dan Ketimpangan

Dengan peran sebagai ‘produsen’ keturunan, harga diri wanita dalam masyarakat ‘diukur’ dari kemampuannya untuk memenuhi peran tersebut. Konstruksi sosial tersebut, secara tidak adil, memaksa wanita untuk memegang teguh status keperawanannya, dimana hal tersebut relatif lebih sulit dibanding pria 17 Lipman, C. M., & Moore, A. J. (2016). Virginity and guilt differences between men and women. Butler Journal of Undergraduate Research .

Wanita Tunisia yang rela menghamburkan banyak uang demi melakukan operasi selaput dara atau hymenoplasty demi memenuhi standar harga diri yang dikonstruksikan oleh konsep keperawanan dalam masyarakat. Sementara itu, praktik tes keperawanan bagi atlet dan  TNI menjadi indikasi upaya masyarakat untuk memaksakan standar harga diri tersebut. Dampak psikologis adanya “label” dari masyarakat akibat adanya konsep keperawanan juga tidak main-main. Seorang wanita yang kehilangan keperawanannya, khususnya bagi yang mengalaminya pra-nikah, umumnya akan merasa bahwa harga dirinya hilang bersamaan dengan keperawanannya itu. 18 Lipman, C. M., & Moore, A. J. (2016). Virginity and guilt differences between men and women. Butler Journal of Undergraduate Research

(Dampak kehilangan keperawanan terhadap rasa bersalah pada studi Lipman dan Moore, 2016)

Lalu, bagaimana kalau hilangnya keperawanannya tidak dikehendakinya? Apa implikasi dari menggunakan konsep ini dalam kehidupan manusia?

Teguhnya konsep keperawanan di Indonesia didorong kuat oleh sistem patriarki yang dominan, dimana Masyarakat dengan budaya yang tidak didominasi oleh sistem patriarki akan cenderung tidak terlalu mementingkan konsep keperawanan. Budaya maskulinitas dan feminitas dapat tercermin dalam etos kerja dan budaya berorganisasi. Hofstede berpendapat bahwa dimensi maskulinitas dan femininitas dalam suatu bangsa mencakup budaya yang dipegang teguh oleh bangsa tersebut. Dalam hal ini, maskulinitas diidentikkan dengan ketegasan, sedangkan femininitas diidentikkan dengan pengasuhan. 19 Hofstede, G., Minkov, M. (2010). Cultures and Organizations: Software of the Mind. 3rd Edition. USA: McGraw-Hill.   Hal ini mengimplikasikan perbedaan dalam persepsi masyarakat terhadap kecenderungan negara tersebut memiliki sistem patriarki yang kuat atau tidak.

Negara-negara dengan sistem patriarki yang kuat seperti Indonesia, Jepang, Arab Saudi, Turki, cenderung menganggap keperawanan sebuah hal yang penting, 20 Ertuğ, Z. (2020). Individual differences on the importance of virginity in Turkish society: An application on Turkish university students. J-humansciences.com. Retrieved 5 March 2020, from https://www.j-humansciences.com/ojs/index.php/IJHS/article/view/2544. sedangkan Negara-negara eropa yang tidak didominasi sistem patriarki yang kuat seperti Norwegia, Swedia, tidak menganggap keperawanan sebagai suatu hal yang penting 21 Abboud, S., Jemmott, L., & Sommers, M. (2015). “We are Arabs:” The Embodiment of Virginity Through Arab and Arab American Women’s Lived Experiences. Sexuality & Culture, 19(4), 715-736. doi: 10.1007/s12119-015-9286-1 .

Dalam aspek keagamaan, hampir setiap agama-agama utama di dunia menganggap keperawanan merupakan sebuah hal yang penting. Karena agama mempengaruhi kebudayaan dan sebaliknya, maka hal ini sangat berpengaruh juga terhadap pentingnya keperawanan dalam masyarakat. Namun pertanyaannya, apakah hal tersebut masih relevan dipegang pada masa ini?

Globalisasi dan Relevansi

Sejak penemuan internet generasi paling awal pada tahun 1960an, umat manusia terus menerus melakukan pengembangan terhadap cara mereka berkomunikasi secara global.. Pada hakikatnya, globalisasi adalah proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya. 22 Al-Rodhan, R.F. Nayef and Gérard Stoudmann. (2006). Definitions of Globalization: A Comprehensive Overview and a Proposed Definition. . Kemudahan dalam berkomunikasi jarak jauh dan bertukar informasi menunjang peningkatan integrasi budaya dengan jangkauan wilayah yang lebih tinggi. Proses ini ditandai dengan adanya konsumsi budaya bersama yang utamanya didorong oleh adanya internet. Proses ini menciptakan perluasan hubungan antar sosial di seluruh dunia. 23 James, Paul (2006). Globalism, Nationalism, Tribalism. London: Sage Publications

Dalam kaitannya dengan konsep keperawanan, globalisasi pula akan menyebabkan terpaparnya konsep budaya non-patriarki yang tidak mementingkan konsep keperawanan di Indonesia. Hal ini mengakibatkan terciptanya perbedaan pendapat antara golongan konservatif terhadap budaya (termasuk patriarki dan pentingnya konsep keperawanan di Indonesia) dan golongan yang progresif (khususnya remaja yang lebih terbuka terhadap paparan budaya lain). 24 Fitzpatrick Bettencourt, K.E., Vacha-Haase, T. & Byrne, Z.S. Older and Younger Adults’ Attitudes Toward Feminism: The Influence of Religiosity, Political Orientation, Gender, Education, and Family. Sex Roles 64, 863–874 (2011). https://remote-lib.ui.ac.id:2116/10.1007/s11199-011-9946-z

Perbedaan pendapat inilah yang menjadikan konsep keperawanan menjadi sebuah polemik. Dengan hal ini, konsep keperawanan juga sudah semakin kurang relevan karena tidak memiliki kegunaan apapun selain melabeli wanita dengan standar dan stigma di masa lampau. Berangkat dari salah satu prinsip ekonomi “rational people think at the margin”25 MANKIW. and PARTHENAKIS. (2014). Principles Of Microeconomics, 7th Edition. Andover: CENGAGE Learning. , tidak adanya manfaat (yang saya rujuk sebagai margin dan/atau utilitas) dari konsep keperawanan dan menderunya arus globalisasi yang masuk ke Indonesia menyebabkan konsep keperawanan menjadi tidak relevan dewasa ini.

Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh Relationship Australia di Australia, ada beberapa alasan utama orang untuk menikah. Diantaranya adalah untuk cinta, untuk memiliki orang yang akan menemani hidup, untuk membuat sebuah komitmen seumur hidup, untuk memberikan keamanan bagi anak, alasan keagamaan, dan alasan-alasan lain. 26 Why do people get married? — Relationships Australia. (2020). Retrieved 5 March 2020, from https://www.relationships.org.au/relationship-advice/relationship-advice-sheets/starting-a-new-relationship/why-do-people-get-married Alasan-alasan tersebut dapat dikatakan alasan “modern” yang tidak menjustifikasi objektifikasi manusia sebagaimana dilakukan di masa lalu, terlebih di abad pertengahan, melalui konsep keperawanan sehingga hal tersebut sudah tidak relevan lagi saat ini.

Kesimpulan

Pada akhirnya keperawanan hanyalah sebuah konstruksi sosial yang antik, dan berlandaskan nilai-nilai pra-modern. Dalam peradaban dewasa ini, konsep keperawanan jelas tidak lagi memiliki kegunaan dan justru berdampak negatif, khususnya bagi wanita. Globalisasi telah meleburkan batas-batas budaya antarbangsa, sehingga gerakan-gerakan penghapusan stigma dan penegakkan hak keadilan atas “virginity” bagi kedua gender bisa muncul dan hidup. Harapannya, kita dapat saling menghargai sesama atas kualitas substantif yang memberi makna dalam sebuah hubungan romantis, dan bukan karena keberadaan (atau tidak adanya) sebuah membran pada vagina seorang wanita.

 

Artikel ini adalah bagian dari kerja sama dengan Satu Persen. Baca juga artikel Satu Persen –Hubungan Seks Pertama, Ini yang Perlu Diketahui

Referensi[+]

Referensi
↵1 https://www.historyundressed.com/2015/02/medieval-virginity-testing-and.html
↵2 Kisah perempuan yang mengembalikan keperawanan di Tunisia. (2017). Retrieved 5 March 2020, from https://www.bbc.com/indonesia/majalah-40322980
↵3 Newey, S. and Smith, N. (2020). ‘A gross violation’: UK must demand an end to Indonesian military’s invasive virginity testing, say experts. [online] The Telegraph. Available at: https://www.telegraph.co.uk/global-health/women-and-girls/gross-violation-uk-must-demand-end-indonesian-militarys-invasive
↵4 Media, K. (2020). 7 Fakta Lengkap Atlet Senam SEA Games Dipulangkan karena Dituduh Tak Perawan. [online] KOMPAS.com. Available at: https://regional.kompas.com/read/2019/12/03/11550051/7-fakta-lengkap-atlet-senam-sea-games-dipulangkan-karena-dituduh-tak-perawan [Accessed 6 Mar. 2020]
↵5 BBC News Indonesia. (2020). TNI/Polri masih uji keperawanan? Pengakuan pensiunan polwan dan calon istri perwira. [online] Available at: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-42084042 [Accessed 6 Mar. 2020]
↵6 Halodoc. (2020). Mitos Mengenai Keperawanan dan Selaput Dara yang Sering Keliru. halodoc. Retrieved 3 March 2020, from https://www.halodoc.com/mitos-mengenai-keperawanan-dan-selaput-dara-yang-sering-keliru.
↵7 Halodoc, R. (2020). Mitos Mengenai Keperawanan dan Selaput Dara yang Sering Keliru. halodoc. Retrieved 3 March 2020, from https://www.halodoc.com/mitos-mengenai-keperawanan-dan-selaput-dara-yang-sering-keliru
↵8 Ul 22:13-15; Ul 22:17… (TB) – Tampilan Daftar Ayat – Alkitab SABDA. (2020). Retrieved 5 March 2020, from https://alkitab.sabda.org/passage.php?passage=Ul+22:13+22:14+22:15+22:17+22:19+22:20+22:23+22:28
↵9 Al Waqiah Ayat 35-38 Teks Arab dab Latin Serta Artinya Perkata Lengkap. (2020). Retrieved 5 March 2020, from https://adinawas.com/al-waqiah-ayat-35-38-teks-arab-dab-latin.html
↵10, ↵11, ↵14, ↵15 Asal-usul Budaya Patriarki. PKBI Daerah Istimewa Yogyakarta. (2020). Retrieved 5 March 2020, from https://pkbi-diy.info/asal-usul-budaya-patriarki/.
↵12 MOORE, J. (2010). The End of the Road? Agricultural Revolutions in the Capitalist World-Ecology, 1450-2010. Journal Of Agrarian Change, 10(3), 389-413. doi: 10.1111/j.1471-0366.2010.00276.x
↵13 Cuno, K. (1980). The Origins of Private Ownership of Land in Egypt: A Reappraisal. International Journal of Middle East Studies, 12(3), 245-275. Retrieved March 5, 2020, from www.jstor.org/stable/163001
↵16 University of Gothenburg. (2009, June 10). Sexuality In The Late Middle Ages. ScienceDaily. Retrieved March 5, 2020 from www.sciencedaily.com/releases/2009/06/090610160906.htm
↵17, ↵18 Lipman, C. M., & Moore, A. J. (2016). Virginity and guilt differences between men and women. Butler Journal of Undergraduate Research
↵19 Hofstede, G., Minkov, M. (2010). Cultures and Organizations: Software of the Mind. 3rd Edition. USA: McGraw-Hill.
↵20 Ertuğ, Z. (2020). Individual differences on the importance of virginity in Turkish society: An application on Turkish university students. J-humansciences.com. Retrieved 5 March 2020, from https://www.j-humansciences.com/ojs/index.php/IJHS/article/view/2544.
↵21 Abboud, S., Jemmott, L., & Sommers, M. (2015). “We are Arabs:” The Embodiment of Virginity Through Arab and Arab American Women’s Lived Experiences. Sexuality & Culture, 19(4), 715-736. doi: 10.1007/s12119-015-9286-1
↵22 Al-Rodhan, R.F. Nayef and Gérard Stoudmann. (2006). Definitions of Globalization: A Comprehensive Overview and a Proposed Definition.
↵23 James, Paul (2006). Globalism, Nationalism, Tribalism. London: Sage Publications
↵24 Fitzpatrick Bettencourt, K.E., Vacha-Haase, T. & Byrne, Z.S. Older and Younger Adults’ Attitudes Toward Feminism: The Influence of Religiosity, Political Orientation, Gender, Education, and Family. Sex Roles 64, 863–874 (2011). https://remote-lib.ui.ac.id:2116/10.1007/s11199-011-9946-z
↵25 MANKIW. and PARTHENAKIS. (2014). Principles Of Microeconomics, 7th Edition. Andover: CENGAGE Learning.
↵26 Why do people get married? — Relationships Australia. (2020). Retrieved 5 March 2020, from https://www.relationships.org.au/relationship-advice/relationship-advice-sheets/starting-a-new-relationship/why-do-people-get-married
Tweet273

Discussion about this post

POPULER

  • Mahasiswa FEB UI Pelaku Kekerasan Seksual: Menilik Proses dan Sanksi yang Dijatuhi

    Mahasiswa FEB UI Pelaku Kekerasan Seksual: Menilik Proses dan Sanksi yang Dijatuhi

    711 shares
    Share 284 Tweet 178
  • Ketika Kekerasan Seksual Marak Terjadi di Kampus, Dekan FEB UI: Kami Anti Segala Bentuk Kekerasan!

    518 shares
    Share 207 Tweet 130
  • Darurat Polusi: Haruskah Indonesia Berkaca pada China?

    506 shares
    Share 202 Tweet 127
  • Kewajiban 30 KUM bagi Mahasiswa Baru, Birpend FEB UI: Jangan Dijadikan Beban

    526 shares
    Share 210 Tweet 132
  • Kasat-Kusut Subsidi Kendaraan Listrik: Benarkah Satu Visi dengan Pembangunan Berkelanjutan?

    526 shares
    Share 210 Tweet 132
  • Kontroversi OKK UI 2023 Part 2: Tanggapan Ketua DPM UI

    621 shares
    Share 248 Tweet 155
  • Tentang
  • Kontak
  • Kebijakan Privasi
  • id Indonesian
    ar Arabiczh-CN Chinese (Simplified)nl Dutchen Englishfr Frenchde Germanid Indonesianit Italianpt Portugueseru Russianes Spanish

© 2019 Badan Otonom Economica

No Result
View All Result
  • Hard News
    • Soft News
  • Sastra
  • Mild Report
    • In-Depth
  • Penelitian
    • Kilas Riset
    • Mini Economica
    • Cerita Data
    • Riset
  • Kajian
  • Majalah Economica
  • UI Guide
Situs ini menggunakan cookie. Dengan menggunakan situs ini Anda memberikan izin atas cookie yang digunakan.

Selengkapnya Saya Setuju
Privacy & Cookies Policy

Privacy Overview

This website uses cookies to improve your experience while you navigate through the website. Out of these cookies, the cookies that are categorized as necessary are stored on your browser as they are essential for the working of basic functionalities of the website. We also use third-party cookies that help us analyze and understand how you use this website. These cookies will be stored in your browser only with your consent. You also have the option to opt-out of these cookies. But opting out of some of these cookies may have an effect on your browsing experience.
Necessary
Always Enabled
Necessary cookies are absolutely essential for the website to function properly. This category only includes cookies that ensures basic functionalities and security features of the website. These cookies do not store any personal information.
Non-necessary
Any cookies that may not be particularly necessary for the website to function and is used specifically to collect user personal data via analytics, ads, other embedded contents are termed as non-necessary cookies. It is mandatory to procure user consent prior to running these cookies on your website.
SAVE & ACCEPT
id Indonesian
ar Arabiczh-CN Chinese (Simplified)nl Dutchen Englishfr Frenchde Germanid Indonesianit Italianpt Portugueseru Russianes Spanish