Perempuan muda berpakaian hijau, bersyal merah, lengkap dengan headphone di kepala, menulis di buku catatan tanpa henti. Skenario animasi ini dikenal luas oleh pengguna internet, khususnya pengakses youtube, dengan jumlah penonton 25 juta pasang mata. Kolom komentar dipenuhi dengan kata-kata penyemangat belajar. Musik latar berlabel lo-fi tidak identik dengan suatu genre secara khusus – di dalamnya terdapat ragam genre, mulai dari hip hop, hingga jazz. Selama sejarah musik modern, seseorang kerap mengidentifikasi dirinya dengan genre atau skena tertentu. Dengan demokratisasi industri musik dan platform musik yang lebih beragam, apakah genre musik menjadi irelevan?
Sejak peradaban manusia kuno, tepatnya zaman paleolitikum, manusia telah menemukan alat musik pukul berupa batu dan stik kayu yang berfungsi sebagai alat musik dalam upacara keagamaan. Alat musik tersebut digambarkan sebagai representasi hewan dalam kepercayaan Animisme. Dari yang mulanya digunakan sebagai upacara keagamaan, musik kerap menjadi adat istiadat seperti pada yang terjadi dalam suku inca menggunakan seruling (flute) dalam budaya mereka sebagai perayaan pada hari raya tertentu maupun ucapan selamat datang bagi para pendatang 1 Janson, H., Janson, D., & Kerman, J. (1968). A history of art and music. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall. . Musik menjadi kian kompleks dimana penemuan alat-alat musik baru seperti piano, drum, dan gitar elektrik yang menjamuri musik modern yang diasimilasikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat pada periode terkait menghasilkan genre-genre yang dikenal saat ini. Seperti pada budaya ras African-American di Amerika Serikat menghasilkan genre-genre seperti Jazz, Rhythm and Blues, Soul, dan Hip-Hop sedangkan para penduduk kaukasia di amerika yang memiliki budaya konservatif yang kuat menghasilkan genre seperti Country dan Folk. Genre tersebut awalnya memegang peranan penting dalam mengklasifikasikan masyarakat dalam beberapa konsumen. Namun kini, para musisi kontemporer seringkali melakukan amalgamasi dan percobaan terhadap genre-genre tersebut dalam satu lagu sehingga relevansi dari eksistensi genre menjadi sebuah tanda tanya dalam musik modern.
Awal Mula Perkembangan Genre dalam Musik
Musik menjadi sangat terinternalisasi hingga tiap kategorisasi musik berdasarkan genre memiliki kepribadian yang sangat berbeda. Pada mulanya, musik didominasi oleh ketukan dari alat perkusi sebagai upacara ritual keagamaan sebagai representasi hewan 2 Janson, H., Janson, D., & Kerman, J. (1968). A history of art and music. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall. . Hal tersebut berubah setelah ditemukannya alat musik tiup dan gesek di Eropa yang menandakan terciptanya melodi dalam dunia musik. Perkembangan melodi dalam musik pada akhirnya berkembang, yang mulanya hanya dijadikan upacara keagamaan mulai bergeser pada hiburan masyarakat seperti penggunaannya sebagai pentas opera pada zaman romawi kuno 3 Stolba, K. (1998). The development of western music: a history. Dubuque, IA: Wm. C. Brown Publishers. . Para ilmuwan yunani kuno telah memformulasikan teori tangga nada melodi pada musik dan hal tersebut menunjukkan perkembangan awal eksistensi teori musik yang masih terpakai hingga saat ini 4 West, M. (2005). Ancient Greek music. Oxford: Clarendon Pr. .
Musik semakin berkembang ketika alat musik gesek ditemukan di India 5Massey, R., & Massey, J. (1996). The music of India. New Delhi: Abhinav Publication.. Penemuan alat musik gesek tersebut bersama dengan globalisasi mengembangan teori musik ke tingkat lebih lanjut dimana lagu ditulis berdasarkan notasi dan penggunaan media kertas sebagai penyebaran musik 6 West, M. (1994). The Babylonian Musical Notation and The Hurrian Melodic Texts. Music And Letters, 75(2), 161-179. doi: 10.1093/ml/75.2.161 . Media kertas yang diisi dengan notasi musik tersebut kemudian digunakan oleh para musisi sebagai penyaluran idealisme bermusiknya, dan beberapa “gaya” pun muncul pada zaman pasca Renaissance. Seperti pada kehadiran internet di akhir abad ke 20 yang menjadi sebuah kanvas bagi para seniman untuk berkarya tanpa batasan tertentu yang bersifat lebih terdemokratisasi dan sistematis. Hal tersebut kemudian berkembang dengan penggunaan chord yang masif serta penemuan alat musik petik tekan (piano) menjadi permulaan dalam zaman musik klasik/romantik 7 Blume, F. (1979). Classic and Romantic music. London: Faber. . Di sinilah berkembang para komposer klasik yang dikenal sampai saat ini seperti Mozart, Beethoven, Bach, Liszt, Chopin, dsb.
Awal mula kemunculan genre yang terkenal hingga saat ini adalah pada abad ke 20, yang diawali oleh musik blues pada tahun 1903 kemudian dilanjutkan oleh jazz pada 1904. Perkembangan tersebut kian pesat dengan bermunculannya genre-genre lainnya seperti Country dan Folk (1930an), R&B (1940an), Rock (1950an), Contemporary Folk (1960an), Rap dan Hip-Hop (1970an), dan Punk Rock (1974). Genre Pop baru muncul pada 1980an yang awalnya hanya didefinisikan sebagai musik yang sering didengar/populer di kalangan masyarakat karena simplisitasnya dalam melodi maupun harmoni. Musik Pop bisa dalam genre manapun dengan syarat bahwa musik tersebut telah populer di kalangan masyarakat. Genre-genre tersebut memiliki sifatnya masing-masing, seperti penggunaan gitar elektrik yang eksesif pada musik Rock, penggunaan gitar akustik pada country dan folk, hingga penggunaan kata-kata cepat tanpa melodi pada rap 8 Lebrecht, N. (2000). The complete companion to 20th century music. London: Simon & Schuster. . Klasifikasi musik tersebut digunakan terutama bagi para pendengar untuk memilih preferensi mereka, dan dengan adanya klasifikasi tersebut musisi dapat menentukan pasar mereka. Hal tersebut menjadikan genre sesuatu yang sangat krusial dalam dunia musik.
Korelasi Genre dan Kepribadian Para Pelaku dalam Musik
Perkembangan genre dalam dunia musik tidak hanya mengkategorisasi sifat dalam musik tersebut namun juga telah menjadi identitas diri bagi para pendengar. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang cukup signifikan antara kepribadian sifat manusia dengan pilihan genre mereka 9Chamorro-Premuzic, T., Gomà-i-Freixanet, M., Furnham, A., & Muro, A. (2009). Personality, self-estimated intelligence, and uses of music: A Spanish replication and extension using structural equation modeling. Psychology Of Aesthetics, Creativity, And The Arts, 3(3), 149-155. doi: 10.1037/a0015342 . Kepribadian yang terbuka pada pengalaman lebih memilih untuk mendengarkan musik jazz dan klasik. Sedangkan orang yang memiliki sifat untuk selalu mengerjakan tugas dan berbuat baik (conscientiousness) cenderung untuk menjauhi musik yang bersifat intens dan bertempo cepat seperti metal dan rock. Pribadi yang extrovert dan energetik kemudian dihubungkan untuk memiliki preferensi terhadap musik bersifat upbeat seperti pop, rap, hip-hop, dan electronic dance music. Kemudian pribadi yang neurotik dan emosional cenderung untuk mendengarkan musik-musik yang intens dan bertempo cepat seperti rock, punk, dan metal 10 Langmeyer, A., Guglhör-Rudan, A., & Tarnai, C. (2012). What Do Music Preferences Reveal About Personality?. Journal Of Individual Differences, 33(2), 119-130. doi: 10.1027/1614-0001/a000082 .
Kategorisasi genre tersebut pada akhirnya tidak hanya mencerminkan kepribadian para pendengar melainkan juga kepribadian para musisi tersebut. Musisi kemudian turut merespons para pendengar mereka dengan kepribadian yang sesuai sehingga dapat meningkatkan hubungan sentimental mereka dengan fans atau pendengar setia. Seperti pada musisi beraliran rock dan metal akan bersifat lebih keras dan neurotik saat menampilkan musiknya hingga tidak jarang mereka mengeluarkan kata-kata yang bersifat kasar secara konsensus umum ketika sedang mengadakan konser. Musisi dengan aliran rap dan hip-hop, karena sejarahnya yang dimulai dari budaya kulit hitam maka gaya kehidupan yang akan mereka anut tentunya tidak jauh menyimpang dari budaya kulit hitam di Amerika Serikat. Tidak hanya kepribadian para individu tersebut melainkan juga gaya hidup dan pakaian yang mereka kenakan sehari-hari11 Dunn, P., de Ruyter, B., & Bouwhuis, D. (2011). Toward a better understanding of the relation between music preference, listening behavior, and personality. Psychology Of Music, 40(4), 411-428. doi: 10.1177/0305735610388897 . Fenomena tersebut menunjukkan bagaimana sebuah genre musik telah mengubah psikologis individu pada seluruh pelaku dalam dunia musik. Hal tersebut kemudian menghasilkan kelompok-kelompok sosial kecil yang memiliki identitasnya masing-masing yang telah melekat akibat dari genre tersebut.
Amalgamasi Genre dan Kemunculan Kategorisasi Baru
Peran genre yang berhasil dalam mengubah kondisi psikologi masyarakat bertahan cukup lama dalam jangka waktu tiga abad lalu hingga saat ini. Namun, kondisi status quo tersebut menghadapi ancaman yang serius ketika demokratisasi musik mulai menjalar. Seiring perkembangan zaman, masifnya globalisasi dan kemunculan internet telah menghapus batasan-batasan yang ada dalam komunikasi terutama perihal konteks musik. Perkembangan tersebut kemudian memunculkan ide para musisi untuk menggabungkan genre satu dengan lainnya. Hal tersebut menyebabkan sulit untuk mendiferensiasikan satu genre lagu dengan genre yang lainnya. Studi yang dilakukan pada tahun 2016 menunjukkan bahwa tiap genre memiliki batasan dalam hal penggabungan dengan genre lainnya 12 Silver, D., Lee, M., & Childress, C. C. (2016). Genre Complexes in Popular Music. PLoS ONE, 11(5), 1–23. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0155471. Batasan tersebut menunjukkan bahwa pada masa kini sangatlah sulit untuk mendefinisikan atau mengklasifikasi genre pada suatu musik tertentu. Dengan pembagian berdasarkan komunitas genre, studi tersebut membagi tiap genre pada 3 genre utama yaitu Niche, Rock, dan Hip-Hop. Alasan dari pemilahan ketiga genre tersebut dalam studi adalah ketiga genre tersebut dianggap sebagai suatu keluarga dari subgenre dibawahnya dan mampu mendefinisikan subgenre-subgenre tersebut[11]. Hal tersebut dapat dianalogikan seperti kategorisasi makhluk hidup kedalam 2 kerajaan yaitu hewan (animalia) dan tumbuhan (plantae) yang kemudian diklasifikasikan kembali menjadi berbagai macam ordo, famili, genus, dan spesies dibawahnya.
Studi yang dipublikasikan oleh University of Chicago-Illinois tersebut kemudian mengkategorisasikan kembali ketiga genre utama berdasarkan luas jangkauan mereka terhadap dunia luar dari musik mereka masing-masing. Semakin rendah persentase rata-rata luas jangkauan musik mereka, maka semakin tinggi batasan genre tersebut untuk ber-amalgamasi dengan genre lainnya. Berdasarkan Ilustrasi 2 dari studi tersebut, genre yang memiliki rata-rata luas jangkauan diluar musik mereka paling rendah adalah musik Rock dengan angka 28%, dilanjutkan dengan musik Hip-Hop dengan angka hampir 32%, dan Niche dengan angka yang menyentuh hampir 53%. Hal tersebut menunjukkan bahwa genre bukanlah menjadi kategorisasi yang kaku dan terpisah antara satu dengan lainnya melainkan dapat mengalami amalgamasi antara satu dengan lainnya, meskipun tidak semuanya pada saat itu memiliki keterbukaan yang signifikan. Dapat digambarkan seperti pendengar yang akan lebih sering menemukan amalgamasi Indie Pop dan Japanese Pop ketimbang Emo Rap (punk yang bergabung dengan rap)13 Silver, D., Lee, M., & Childress, C. C. (2016). Genre Complexes in Popular Music. PLoS ONE, 11(5), 1–23. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0155471 .
Studi tersebut kemudian kembali mengkategorisasikan ketiga genre tersebut berdasarkan luas jangkauan mereka terhadap komunitas musik di dalam genre mereka masing-masing. Semakin rendah persentase rata-rata luas jangkauan internal musik mereka, maka semakin tinggi diferensiasi internal dalam genre tersebut. Berdasarkan Ilustrasi 3 yang diambil dari studi tersebut, genre Hip-Hop memiliki diferensiasi paling kecil dikarenakan ketiadaan persentase rata-rata jangkauannya, sedangkan Rock dan Niche memiliki diferensiasi cukup tinggi dengan angka 77.1% dan 84.5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa genre sebagian besar memiliki diferensiasi yang tinggi ketika melihat dari internal kompleksitas didalam genre tersebut terutama genre yang diklasifikasi sebagai Rock dan Niche. Contohnya adalah pendengar akan lebih sulit untuk membedakan emo rap dan experimental rap dalam genre hip-hop namun akan lebih mudah untuk membedakan alternative rock dan punk rock dalam kesatuan genre rock14 Silver, D., Lee, M., & Childress, C. C. (2016). Genre Complexes in Popular Music. PLoS ONE, 11(5), 1–23. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0155471 .
Fenomena amalgamasi pada genre tersebut telah mengakhiri masa identitas diri dan personifikasi atas genre musik. Perkembangan ini menunjukkan bahwa genre bukanlah suatu hal yang kaku dan menjadi sebuah terminologi yang cair. Dapat dilihat bahwa beberapa saat ini telah muncul komposer musik bergenre experimental. Sesuai dengan namanya, genre tersebut merupakan lahan percobaan bagi para komposer musik dalam memadukan berbagai macam genre yang berbeda seperti Punk dan Hip-Hop. Kemudian perkembangan selanjutnya dalam genre yang mendefinisikan musik semakin tidak relevan dengan munculnya kategorisasi baru dalam musik yaitu situasional. Kategori situasional telah mengubah klasifikasi musik berdasarkan situasi, baik senang, sedih, semangat, atau santai yang kemudian dikemas berdasarkan tempo, melodi, maupun harmoni yang dapat memberikan suasana-suasana tersebut.
Pada tahun 2019, Spotify sebagai sebuah platform streaming musik secara daring mengkategorisasikan musik berdasarkan genre secara konvensional (Pop, Rock, Jazz, Country, dsb.) dan situasional (Party, Gaming, Chill, Sleep,dsb.)15 Gilmour, K. (2013). Spotify for dummies. Hoboken, N.J.: John Wiley & Sons. . Dari total kategorisasi 51 jenis genre di spotify, hampir 63% diantaranya didominasi oleh genre dengan kategori situasional. Sedangkan 37% diantaranya merupakan genre dengan kategori konvensional (Ilustrasi 4). Hal tersebut mendukung pernyataan bahwa keberadaan genre semakin tidak relevan dalam perkembangan dunia musik. Awal mula kategorisasi yang dilakukan spotify tersebut juga didasarkan pada pernyataan dan asumsi bahwa masyarakat lebih mendengarkan musik sesuai pada situasi yang mereka alami ketimbang berdasarkan karakteristik dalam musik tersebut. Tentunya, music-streaming platform seperti Spotify dan Youtube dapat dibilang cukup berkontribusi kepada peleburan antara genre dan skena yang dahulu mengkotak-kotakkan pendengar musik. Kesempatan untuk musisi dalam bereksperimentasi tanpa dihantui major label, serta kesempatan pendengar untuk memperluas wawasan musik dan mengeksplorasi genre yang berbeda pun terbuka lebar.
Kesimpulan
Musik telah berkembang dalam peradaban manusia dimulai dari permainan alat perkusi yang sangat sederhana hingga kombinasi alat-alat musik lain yang menghasilkan suatu padanan yang kompleks. Kompleksitas musik tersebut berkembang hingga musik mengalami kategorisasi dalam praktiknya. Kategorisasi tersebut bersifat kronologis pada mulanya dimana tiap periode waktu mengalami perubahan-perubahan. Hingga abad ke 20, barulah kategorisasi musik mencapai puncak kompleksitasnya, di mana musik telah terkategorisasi berdasarkan bermacam-macam genre sesuai dengan melodi, harmoni, alat musik yang digunakan, hingga kebudayaan asal yang cukup kental mengilhami genre tersebut.
Eksistensi genre dalam dunia musik tidak hanya membawa perubahan dalam pengkategorisasian dalam musik. Genre telah memberikan perubahan perilaku institusional dalam industri musik tersebut, mulai dari pemetaan perilaku pendengar hingga perilaku para komposer musik tersebut. Namun, perkembangan genre tengah memasuki tahap akhirnya dimana saat ini kategorisasi tersebut menjadi irrelevan dan kian pudar. Genre yang awalnya hanya terdiri dari satu kesatuan yang berbeda dan simpel kini berkembang menjadi sesuatu yang cair dan kompleks, didukung oleh perkembangan teknologi informasi yang berujung demokratisasi industri musik bagi musisi maupun penikmat. Hal tersebut menimbulkan peleburan yang marak antara genre yang sudah ada, maupun kelahiran genre baru berupa experimental yang secara esensial merupakan percobaan komposer musik dalam menggabungkan genre. Pendengar kontemporer yang didominasi milenial dan generasi Z juga menunjukkan perilaku baru yaitu mendengarkan musik berdasarkan situasi. Hal tersebut menyebabkan keberadaan genre secara konvensional dalam dunia musik telah menjadi irrelevan dan kategorisasi tersebut akan lama kelamaan hilang dalam beberapa dekade kedepan.
Editor: Miftah Rasheed Amir, Emily Sakina Azra, Rama Vandika
Ilustrator: M. Daffa Nurfauzan
Referensi
↵1, ↵2 | Janson, H., Janson, D., & Kerman, J. (1968). A history of art and music. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall. |
---|---|
↵3 | Stolba, K. (1998). The development of western music: a history. Dubuque, IA: Wm. C. Brown Publishers. |
↵4 | West, M. (2005). Ancient Greek music. Oxford: Clarendon Pr. |
↵5 | Massey, R., & Massey, J. (1996). The music of India. New Delhi: Abhinav Publication. |
↵6 | West, M. (1994). The Babylonian Musical Notation and The Hurrian Melodic Texts. Music And Letters, 75(2), 161-179. doi: 10.1093/ml/75.2.161 |
↵7 | Blume, F. (1979). Classic and Romantic music. London: Faber. |
↵8 | Lebrecht, N. (2000). The complete companion to 20th century music. London: Simon & Schuster. |
↵9 | Chamorro-Premuzic, T., Gomà-i-Freixanet, M., Furnham, A., & Muro, A. (2009). Personality, self-estimated intelligence, and uses of music: A Spanish replication and extension using structural equation modeling. Psychology Of Aesthetics, Creativity, And The Arts, 3(3), 149-155. doi: 10.1037/a0015342 |
↵10 | Langmeyer, A., Guglhör-Rudan, A., & Tarnai, C. (2012). What Do Music Preferences Reveal About Personality?. Journal Of Individual Differences, 33(2), 119-130. doi: 10.1027/1614-0001/a000082 |
↵11 | Dunn, P., de Ruyter, B., & Bouwhuis, D. (2011). Toward a better understanding of the relation between music preference, listening behavior, and personality. Psychology Of Music, 40(4), 411-428. doi: 10.1177/0305735610388897 |
↵12 | Silver, D., Lee, M., & Childress, C. C. (2016). Genre Complexes in Popular Music. PLoS ONE, 11(5), 1–23. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0155471 |
↵13, ↵14 | Silver, D., Lee, M., & Childress, C. C. (2016). Genre Complexes in Popular Music. PLoS ONE, 11(5), 1–23. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0155471 |
↵15 | Gilmour, K. (2013). Spotify for dummies. Hoboken, N.J.: John Wiley & Sons. |
Discussion about this post