“Hidup mahasiswa! Hidup rakyat Indonesia! Dukung supremasi sipil!” merupakan seruan yang terus dielu-elukan sepanjang aksi yang digelar sejak pukul 16.00 WIB pada Senin, 18 Maret 2019 di Stasiun UI. Aksi ini dilaksanakan oleh BEM UI dalam rangka menolak dwifungsi TNI seiring dengan revisi UU TNI Pasal 47. Penolakan ini dilakukan karena dwifungsi TNI dianggap mengkhianati semangat dan agenda reformasi, melanggar ketentuan UU Nomor 34 Tahun 2004, memiliki banyak permasalahan yang timbul di masa lampau, melanggar supremasi sipil, dan merebut lapangan pekerjaan di ranah sipil.
Setelah perentangan spanduk bertuliskan “Kami Menolak Dwifungsi TNI” yang dapat ditandatangani oleh seluruh orang yang hadir di Stasiun UI, aksi dilanjutkan dengan orasi dari perwakilan setiap BEM yang hadir. Tak lupa, BEM UI selaku pihak penyelenggara membagikan selembar kertas berisikan penjelasan umum aksi ini pada setiap yang hadir. Stasiun UI sendiri dipilih sebagai mimbar dalam menyerukan penolakan dwifungsi TNI untuk meningkatkan kesadaran IKM UI terhadap hal ini. Hujan yang sempat terjadi di awal aksi sama sekali tidak menyurutkan antusiasme peserta aksi.
Melalui aksi ini, BEM UI menegaskan bahwa profesionalisme TNI harus ditegakkan. TNI hanya boleh berkecimpung sesuai dengan ranah yang sudah diamanatkan. Selain itu, TNI seharusnya juga ‘bergerak’ hanya setelah ada persetujuan antara presiden dengan lembaga legislatif. Sebenarnya, kedua hal ini telah diserukan dengan lantang saat penggulingan rezim orde baru. Kini, kedua hal tersebut pun telah menjadi ketetapan yang tercantum dengan jelas di UU TNI dan Tap MPR 1998.
Namun, pada kenyataannya, terdapat banyak peran TNI di ranah sipil. Peran-peran tersebut terwujud nyata dalam adanya keterlibatan TNI dalam beberapa kementerian. Tak hanya itu, TNI juga terlibat dalam memerangi narkotika dan bekerja sama dengan salah satu universitas. Parahnya lagi, peran-peran yang tak seharusnya dilaksanakan ini hanya didasari oleh kesepakatan antar TNI dengan pihak terkait dengan bentuk Memorandum of Understanding (MoU), tanpa persetujuan presiden dan lembaga legislatif.
Meskipun seruan ini diinisiasi oleh BEM UI, tidak semua BEM fakultas di UI hadir lantaran tidak sependapat. BEM FISIP UI tidak setuju dengan substansi aksi ini. BEM FISIP UI memiliki perbedaan pendapat. Salman, Kepala Departemen Kajian Strategis FISIP UI, menyatakan bahwa, “Akar permasalahan ada terdapat UU TNI itu sendiri. Banyak masalah-masalah yang ada di dalam UU TNI, termasuk penempatan dan fungsi TNI di ranah sipil. Ketika kita mau menyikapi isu dwifungsi TNI ini, justru kita tidak boleh menolak revisi ini. Dengan adanya revisi UU TNI ini, kita justru bisa memberikan gambaran-gambaran alternatif tentang bagaimana TNI bisa memposisikan diri dalam masyarakat. Ke depannya, kita justru harus mengawal revisi UU TNI ini.”
Dengan aksi ini BEM UI berharap TNI dapat meningkatkan profesionalisme dengan memperbaiki sistem pengelolaan sumber daya manusia, yang dipercayai dapat mendorong TNI untuk bertindak sesuai dengan tugas dan fungsinya. “Fungsi TNI, di ranah sipil, semakin lama semakin sedikit. Idealnya, diimbangi dengan jumlah penerimaan anggota TNI yang turun juga,” ujar Elang M. Lazuardi selaku orator perwakilan BEM UI.
Kontributor: Bianca Hediana, Eunike Kezia
Editor: Vibi Larassati
Discussion about this post