Economica
  • Hard News
  • Kajian
  • Penelitian
  • In-Depth
  • Sastra
  • Mild Report
  • Feature
No Result
View All Result
Economica
  • Hard News
  • Kajian
  • Penelitian
  • In-Depth
  • Sastra
  • Mild Report
  • Feature
No Result
View All Result
Economica
Home Opini

Doa yang Mengancam: Sebuah Pinta Hati Seorang Hamba di Ruang dan Waktu yang Salah

by Rania Yolanda
6 Maret 2019
in Opini

 

“Jangan, jangan Engkau tinggalkan kami dan menangkan kami,

Karena jika Engkau tidak menangkan,

Kami khawatir ya Allah, Kami khawatir ya Allah,

Tak ada lagi yang menyembah-Mu”

 

Begitulah doa, yang berupa puisi, dikumandangkan oleh Neno Warisman pada saat acara Munajat 212 yang diadakan pada tanggal 21 Februari 2019 lalu. Beribu-ribu mata memandang Neno, beratus-ratus ponsel pintar merekam pembacaan puisi Neno. Spontan, tindakan Neno ini menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat. Terang saja, Neno dikecam banyak pihak karena dalam puisinya, karena Neno mengancam Tuhan.

Sebelum membahas lebih lanjut terkait doa Neno Warisman, ada baiknya kita pahami konteks acara Munajat 212 dahulu. Munajat 212, menurut penjelasan oleh pihak MUI, merupakan acara terbuka bagi para muslim untuk berdoa dan berdzikir bersama, serta sebagai mobilisasi bagi kelompok 212 untuk bersatu kembali.

Meski dinyatakan sebagai acara yang tidak memuat unsur politik, nyatanya dalam acara ini banyak para peserta yang menyeru-nyerukan pilihan politik mereka. Para peserta menyatakan dukungannya terhadap pasangan nomor 2 dalam Pilpres 2019 mendatang. Tak hanya itu, tokoh-tokoh yang menghadiri Munajat 212 merupakan tokoh-tokoh yang mendukung paslon tersebut. Tokoh Islami yang tidak mendukung pasangan nomor 2 tak tampak batang hidungnya di acara ini. Sebut saja, Ma’ruf Amin. Beliau tidak diundang ke Munajat 212. Logikanya, jika acara ini memang tidak mengandung unsur politis sama sekali, acara ini seharusnya terbuka dan dihadiri oleh semua pemuka agama Muslim, terlepas apapun pilihan politiknya. Konteks acara inilah yang menjadi alasan masyarakat menilai puisi Neno sebagai aksi politik.

Namun, tak semua pihak menganggap perbuatan Neno Warisman adalah penistaan agama. Titiek Soeharto berargumen bahwa puisi yang dibacakan Neno harus dipahami secara keseluruhan, bukannya sepenggal-penggal. Puisi tersebut hanyalah isi curahan hati seorang ibu yang mengungkapkan kekhawatirannya akan calon pemimpin bangsa, tanpa bermaksud untuk menyudutkan kubu tertentu.

Menjadi perkara pelik apabila kita menilai doa seseorang. Doa merupakan urusan privat antara seorang hamba dengan Tuhannya. Semua orang memiliki hak untuk berdoa, hak bagaimana menyampaikannya, apapun isinya. Terlepas apapun isinya hanya Tuhan yang mengerti hamba-Nya. Begitu pula dengan Neno Warisman. Ia memiliki hak individu yang beragama untuk mendoakan apapun untuk tujuan apapun kepada Tuhannya. Doa merupakan hubungan yang sangat privat antara seseorang dengan Tuhannya.

Tetapi yang menjadi permasalahan adalah cara Neno menyampaikan doanya ini. Doa yang sifatnya sangat pribadi ia bacakan di acara dzikir bersama, yang dibuka secara umum bagi para muslim di Indonesia. Dengan membacakan doa berupa puisi di khalayak umum, doa tersebut menjadi sesuatu yang tidak privat lagi. Mempertimbangkan isi doa tersebut, tak selayaknya  doa tersebut dibacakan dalam acara umum yang tidak diintensikan untuk aksi politik. Doa tersebut, bisa jadi, salah satu faktor yang mengubah esensi Munajat 212 menjadi sarat akan unsur politik.

Apabila Neno hanya ingin pemimpin yang terbaik untuk bangsa ini, mengapa ia harus mengatakan ‘menangkan kami’ ? Apakah ‘berikan kami pemimpin yang terbaik’ pun masih tidak cukup dalam menyampaikan harapannya kepada Tuhan?

 

Penulis: Rania Yolanda

Editor: Vibi Larassati

Ilustrator: Syskia

 

 

Tweet142

Discussion about this post

POPULER

  • Pancasila di antara Sosialisme dan Kapitalisme

    6365 shares
    Share 2546 Tweet 1591
  • Program dan Kebijakan Kesehatan Mental, Tanggung Jawab Siapa?

    6202 shares
    Share 2481 Tweet 1551
  • Over-socialization: Is Social Media Killing Your Individuality?

    3800 shares
    Share 1520 Tweet 950
  • Pendidikan Seks di Indonesia: Tabu atau Bermanfaat?

    3575 shares
    Share 1430 Tweet 894
  • Indikasi Kecurangan Tim Futsal Putri FT UI dalam Olim UI 2019

    3233 shares
    Share 1293 Tweet 808
  • Tentang
  • Kontak
  • Kebijakan Privasi

© 2019 Badan Otonom Economica

No Result
View All Result
  • Hard News
  • Kajian
  • Penelitian
  • In-Depth
  • Sastra
  • Mild Report
  • Feature
Situs ini menggunakan cookie. Dengan menggunakan situs ini Anda memberikan izin atas cookie yang digunakan.

Selengkapnya Saya Setuju
Privacy & Cookies Policy

Privacy Overview

This website uses cookies to improve your experience while you navigate through the website. Out of these cookies, the cookies that are categorized as necessary are stored on your browser as they are essential for the working of basic functionalities of the website. We also use third-party cookies that help us analyze and understand how you use this website. These cookies will be stored in your browser only with your consent. You also have the option to opt-out of these cookies. But opting out of some of these cookies may have an effect on your browsing experience.
Necessary
Always Enabled
Necessary cookies are absolutely essential for the website to function properly. This category only includes cookies that ensures basic functionalities and security features of the website. These cookies do not store any personal information.
Non-necessary
Any cookies that may not be particularly necessary for the website to function and is used specifically to collect user personal data via analytics, ads, other embedded contents are termed as non-necessary cookies. It is mandatory to procure user consent prior to running these cookies on your website.
SAVE & ACCEPT