And The World Keep Spinning
And The Tales Keep Turning
People Come, People Go
But They’ve Never Forgotten
And The One Truth We Know
That LOVE
True LOVE
That Really-Really Good Kind of LOVE
Never DIE
So Guys Write Your Own Story . . .
YOU’RE THE TOMATO OF MY EYES
Siapa dirimu ? Itulah gambaran kekasihmu . .
Bila saat ini engkau sedang berproses memperbaiki dirimu, maka yakinlah di belahan bumi yang lain calon pasanganmu sedang berproses dalam perbaikan dirinya.
Bila gemar bermaksiat, maka jangan salah bila suatu saat nanti Allah Swt pertemukan engkau dengan jodoh yang tidak jauh beda kualitasnya dengan dirimu.
Dirimu adalah potret kekasihmu. Sejatinya, memperbaiki diri sama dengan memperbaiki jodoh.
Itulah prinsip yang Kupegang, namaku Joni, Joni Hartono, seorang mahasiswa idealis yang saat ini bergelut di jurusan ekonomi pembangungan Universitas Nuansa Indonesia.
“Aaahhaahaha, gila lu Jon ! ! !”, kata temannya, Rio saat mereka beradu pandangan di taman fakultasnya
“Zaman giniii Jomblooo ! ! ! Hahaha, inget Jon, kalo ntar lo mau maju nyaleg, jangan jomblo yah, biar menang ! ! !” Celetukan lanjutan yang diberikan temanku kali ini cukup menyayat hatiku. Sehingga saat itu, aku memilih untuk bungkam untuk menyudahi pembicaraan dengan topik ini.
Setelah itu, kami pulang bersama, yah, kami tinggal di tempat kosan yang sama. Jika kami ingin pulang ke kosan kami, kami harus melewati gang senggol. Sebuah gang kecil dekat Fakultas Kesehatan Masyarakat. Saat itu hari Sabtu pukul 17.30, pada hari dan jam tepat seginilah gang senggol akan penuh dengan orang-orang yang hendak berdiskusi. Berdiskusi disini bukanlah diskusi besar melingkar, namun berdiskusi berpasangan dimana semakin lama diskusi ini berlanjut, maka suara diskusi mereka semakin kecil hingga hanya menjadi bisikan.
Pemandangan rutin adalah pemandangan yang harus kami lihat saat ingin pulang ke kosan. Pemandangan inilah yang membuat Rio tersenyum sedangkan aku harus menahan sesak di dada. Yah, kami hidup di zaman dimana perang pandangan, ideologi dan prinsip adalah hal yang lumrah. Rio tersenyum karena dia merasa prinsip yang iya yakini terbukti kebenarannya karena terpakai secara umum, namun bagiku, pemandangan itu merupakan gurun sahara panas yang membuat prinsipku mati kehausan.
Aku bukanlah seorang yang anti-wanita. Aku masih normal. Aku suka dan sangat mencintai wanita. Namun, gen kecintaanku terhadap wanita ini aku transkripsi dan translasi-kan dalam ekspresi yang berbeda dengan mereka pada umumnya. Ekspresi gen yang aku lakukan dalam enzim tubuhku terhadap wanita adalah dengan cara aku memberikan kelembutan dengan sambutan senyuman dan tata krama-ku tiap aku bertemu mereka, mengagumi keindahannya dengan cara menjaga kecantikannya tanpa ada rasa keinginan untuk merusaknya dan memberikan penghormatanku setinggi-tingginya dengan cara tidak menodai harga dirinya. Itulah caraku mengekpresikan kecintaanku terhadap wanita. Namun hal ini berbeda 180 derajat dengan temanku Rio.
Relationship, bagi mereka adalah proses untuk saling mengenal lebih dalam satu sama lain. Dengan bermimpi pasangan mereka saat relationshipini adalah sudah pasti jodoh mereka di masa depan, mereka sering melakukan berbagai pengorbanan untuk mempertahankanrelationship ini. Dalam hal ini, mereka menganggap hubungan ini layaknya barang ekonomi, barang yang membutuhkan pengorbanan. Aku sering melihat Rio melakukan berbagai pengorbanan untuk mempertahankan hubungannya ini, mulai dari waktu, tenaga, uang, bunga, boneka dan lain-lain. Bahkan, pihak negara pun ikut menyumbang dalam pengorbanan ini melalui bahan bakar yang dipakai Rio untuk sekedar menghabiskan waktu untuk tujuan irrasional.
Menurutku, ini benar, hubungan yang mereka jalani ini adalah barang ekonomi yang membutuhkan pengorbanan. Selayaknya barang ekonomi, maka menurutku, barang ini juga memenuhi hukum Gossen 1. Dimana, ketika barang ini terus dikonsumsi, maka total kepuasan yang yang didapat akan bertambah, namun dengan pertambahan kepuasan yang semakin menurun. Pada suatu titik, total kepuasan yang diperoleh akan menurun, jika diteruskan pertambahan kepuasan negatifnya akan membuat sang konsumen berhenti mengkonsumsi barang ekonomi tersebut dan menggantinya dengan barang ekonomi lain yang masih memberikan pertambahan kepuasan yang masih positif. Hal inilah yang sebenarnya aku lihat dalam lapangan. Yah, gonta-ganti pasangan adalah hal yang mereka anggap lumrah, karena ini merupakan proses yang mereka alami untuk menemukan jodoh mereka.
“Huffttt. . . “ aku hanya mampu menghela nafas, saat semua pikiran tersebut terlewat dalam otakku.
“Kenapa Jon?”tanya Rio kepadaku
“Gak, Rio, gak apa-apa,”Jawabku sepele.
Saat itu,di gang senggol, kami mampir sejenak di tukang jus, untuk membeli jus kesukaan kami, yakni jus tomat. Saat melihat tomat-tomat itu hendak di abil,dipotong lalu diblender, muncul sebuah gagasan yang cemerlang dari kepalaku, untuk memenangkan perdebatanku yang tadi kami lakukan.
“Rio, saya mau cek logika kamu nih, mau gak?”
“Yah, elah, lo kira gua bodoh apa Jon, logika doang mah, gua pasti bisa.”
“Oke, dengerin yah, baik-baik.”
“Kamu tau, tomat kan?”
“Ya tau lah,”
“Nah, misalnya gini, ada dua orang petani tomat, petani A, dan petani B. Nah,misalnya petani A dan petani B ini, menamam tomat dengan bibit yang sama, kualitas tanah yang sama, dan sistem pengairan dan pemupukanyang sama. Bedanya, petani A,walaupun dia sudah melakukan perawatan yang baik kepada tanaman tomatnya, dia selalu khawatir, sama buah tomat yang nanti bakal dihasilin pohonnya. Makanya saat ada tomat yang belum matang, dia selalu pegang-pegang tomatnya untuk mastiin buah tomat yang ia panen bagus,karena dia khawatir pada saat panen nanti, tomatnya jelek. Petani B, dia percaya aja sama panennya, jadi dia gak pernah tuh khawatir dan nyoba pegang-pegang tomat yang belum mateng, karena dia percaya pasti tomat yang dipanen bagus karena dia udah merawat tomatnya dengan baik. Nah, menurut lo? Tomat dari petani mana yang kualitasnya bakal bagus? Dan lebih untung mana petani A atau petani B, yang dia dapet dari penjulan tomatnya jika kuantitas tomat yang diproduksi sama?”
“Yah, elo bego apa gimana sih, masa logika kaya gini aja gak bisa. Yah pasti kualitas tomat dari petani B lebih bagus lah. Soalnya petani A selalu ngecekin terus si, dengan pegang-pegang tomatnya, kalo gini tomat yang dihasilin jadi lembek dan nanti gampang busuk. Pembeli biasanya males beli nih kalo tomat yang kaya begini. Makanya petani B pasti lebih untung, soalnya harga tomatnya yang dia lebih tinggi, jadi keuntungannya juga lebih tinggi.”
“Nah, berarti aku lebih untung dong dari pada kamu. Misalnya kita yang jadi petaninya dan tomat itu adalah pasangan kita, maka aku pasti jadi petani B dan kamu jadi petani A?”
“Lah gimana bisa?”
“Aku gak pernah khawatir dengan jodoh yang aku dapet di masa depan, karena kau percaya kalo suatu saat nanti aku dapet pasangan yang baik kualitasnya. Nah kamu, khawatir sama jodoh yang nanti kamu dapet, sehingga, kamu coba ngecekin satu persatu perempuan yang kamu suka dengan pacarin mereka. Nah aku pasti dapet jodoh yang harganya lebih tinggi, karena jodohku belum pernah sama orang lain, selain aku. Nah kalo jodohmu pasti gak jauh-jauh dari orang yang udah pernah jalanin relationship atau seenggaknya kamu yang macarin, jadinya harga udah turun udah bosen soalnya. Nah jadinya aku lebih untung dong dari kamu”
“ZZzzztttt ! ! ! “
Saat itu, Rio, tidak membalas argumenku, dia terjebak oleh logikanya sendiri. Kali ini aku berhasil menang dari Rio, namun, pertarungan prinsip dan ideologiku ini belum berakhir hingga disini. Lawan terbesarku adalah dunia ini, dunia dimana paradigma tentang hal ini sudah jadi hal yang lumrah dimana-mana.
“Aku percaya jodohku dimasa depan sedang menungguku.”
“ Menunggu hingga ia matang dan siap kupetik. “
“Wahai tomatku, sabarkah kau menunggu?”
Penulis: D.M. Anwar
Discussion about this post