Meski terlahir dari keluarga yang bukan kutahu sebagai keluarga asliku saat ini, aku tetap mensyukurinya. Mungkin bagi banyak orang, statu sdan keadaan fisikku yang kurang dari kebanyakan orang adalah sesuatu yang hina. Terlebih aku terlahir sebagai seorang anak yang tidak tahu siapa orang tuanya. Bagiku itu adalah hal yang paling menyedihkan seumur hidup. Sejak aku dilahirkan, aku belum pernah melihat sosok ibuku seperti apa dan bagaimana rupanya. Banyak orang bilang aku sengaja dibuang karena ibuku sendiri tak menginginginkan ku. Pergunjingan tentang asal-usulku pun tidak jarang terdengar di keluargaku yang sekarang.
Sebelum terlalu jauh, aku ingin perkenalkan diriku. Namaku Bona, 23 tahun, dan saat ini telah selesai menempuh jenjang pendidikan. Bertahun-tahun yang lalu, aku hanyalah seorang bayi malang yang tak tahu sampai mana akhir perjalanan hidupku yang tak jelas siapa orang tuanya. Entah apa yang dipikirkan oleh ibu hingga ia tega membuangku seperti itu. Sempat terlintas di otakku sebuah pertanyaan. “Aku ini anak haram yang sekotor itukah?” pikirku sejenak.
Sekarang aku diasuh oleh ibu angkat yang terlihat sangat membenciku. Bersama saudara-saudara angkat yang juga sebenarnya tak pernah menganggapku bagian dari keluarga mereka. Entah kemana lagi aku harus mencari perlindungan yang sangat aku butuhkan.
Terkadang aku juga ingin marah pada Tuhan yang selama ini kutahu maha atas segalanya, tetapi tidak untuk hidup yang kurasakan sangatlah hina ini. Ingin rasanya aku meminta untuk tidak dilahirkan ke dunia dengan kondisi seperti saat ini. Bahkan aku rasa aku tidak perlu untuk dilahirkan sama sekali.
Menurut beberapa orang yang mengenalku, aku dibuang oleh ibuseminggu setelah ia melahirkan. Bayangkan saja, bayi seusia itu, yang tentunya memerlukan perhatian dan kasih sayang dari seorang ibu, justru dibuang dan tak sedikitpun mendapatkan kasih sayangnya.
Setelah beberapa hari dititipkan di rumah warga sekitar tempat aku dilahirkan, sesosok pria paruh baya datang.“Tok…tok…tok”, bunyi pintu yang diketuk tepat pukul 23.00, yang mungkin mengganggu penghuni rumah. Sesosok pria itu adalah salah satu teman ibu. Ia masuk dan mulai berbicara dengan orang yang mengasuhku, dan ia meminta izin untuk membawaku tinggal bersamanya. Entah apa yang mereka bicarakan, akhirnyaa aku dibawa oleh pria tersebut dan diasuh oleh keluarganya.
Kisahku mungkin tak seindah kisah anak-anak seusiaku lainnya. Sejak aku diasuh oleh keluarga angkatku, hanya perlakuan yang tidak sewajarnya yang aku dapatkan. Aku tahu, mungkin itu karena ulahku sendiri. Aku memang tak sepintar saudara-saudaraku yang selalu mendapatkan peringkat terbaik di sekolahnya. Hal itu aku sadari karena kemampuan akademikku memang saat kurang, ditambah aku sangat sering merasa tertekan.
Secara fisik,aku memang terlihat baik-baik saja, namun sebenarnya aku termasuk orang yang lambat dalam hal berpikir. Dulu banyak omongan kasar yang kudapat karena hal tersebut. “Kau memang anak bodoh, pantaslah kau dibuang ibumu,”ujar saudara-saudaraku. Sakit memang mendengar cacian seperti itu, namun aku juga tak mau menyalahkan keadaanku.
Satu hal yang aku butuhkan saat ini adalah bagaimana aku bisa menjalani hidup dengan wajar tanpa merasa dibeda-bedakan dengan orang lain. Terutama dengan olok-olokan bahwa aku adalah anak yang dibuang. Jika bisa meminta, aku juga tidak ingin dibuang.
Sampai saat ini, mesk ihal-hal yang kudapat hanyalah hal negatif, tetapi aku masih tetap bersyukur kepada Tuhan yang telah memberikan aku kesempatan untuk hidup dan dibesarkan di keluargaku yang sekarang. Rasa bersyukur itu aku pelajari dari beberapa orang yang aku anggap sebagai inspirasiku untuk tetap bertahan hidup, salah satunya seorang saudariku yang mungkin nasibnya tidak terlalu baik. Sebut saja Ola, saudariku yang juga memiliki kekurangan fisik, namun bedanya ia adalah anak kandung dari ibu angkatku.
Saat aku berusia 10 tahun, hal konyol timbul dibenakku. ”Kapan ya aku dijemput ibuku dari sini?”ujarku dalam hati meski hal itu sebenarnya tak akan mungkin terjadi. Selama beberapa hari lamunan tentang sosok ibu semakin menyeruak di benakku. Lelah batin yang tak kunjung berhenti mengharapkan kedatangannya setiap malam rasanya semakin menerpaku.
Meski pada akhirnya pikiran itu hanya akan jadi lamunan semata, sekarang aku hanya ingin mengubah pandangan orang-orang yang menganggap anak-anak seperti keadaan aku ini adalah sekumpulan orang yang harus dijauhi atau bahkan dihindari. Hal itu kuperlihatkan dengan prestasi-prestasi yang kudapatkan di tempat aku menuntut ilmu.
Aku memang memiliki kemampuan yang kurang untuk bidang akademis, namun salah seorang dari saudara angkatku yang sama sekali tidak membenciku dengan senang hati dan sabar mengajariku hingga aku mampu memahami pelajaran-pelajaran yang sebelumnya sangat membuatku bingung. Satu hal yang pernah ia katakandan sampai sekarang menjadi motivasiku adalah, “Bona, kalau mau jadi orang sukses jangan takut salah ataupun gagal, karena kalau kamu takut melakukan sesuatu, kamu nggak akan pernah tahu sebesar apa kemampuan kamu.” Dari situ aku punya tekad yang besar untuk berusaha dan ingin menunjukan hasil kerja kerasku dan saudariku itu.
Tekad besarku itu kuwujudkan dengan berbagai usaha-usaha seperti ikut lomba-lomba yang dapat menghasilkan uang serta memberiku pengalaman. Aku coba mengikuti kejuaraan renang antar sekolah se-provinsi karena aku sadar kalau untuk lomba pengetahuan, aku belum mampu. Namun untuk lomba yang lebih mengutamakan fisik seperti renang, aku merasa mampu. Berkat latihan renangku yang aku usahakan dengan semaksimal mungkin, aku diberi kesempatan oleh Tuhan untuk memenangkan lomba tersebut dan selanjutnya hingga meraih banyak prestasi dalam bidang atletik.
Dengan prestasi yang kudapat, aku mampu membiayai sekolahku sampai aku lulus dan sekarang aku telah bekerja mengabdi untuk negaraku.Seiring berjalannya waktu, banyak hal-hal membanggakan yang kuberikan untuk keluargaku. Perlahan, akhirnya merekamulai bisa menerima keadaanku.Keberadaanku juga mulai ditampakan ke orang-orang atau bahkan sanak keluarga lainnya. Saudara-saudaraku juga sudah bersikap baik dan ramah kepadaku dan tidak lagi mengolok-olok seperti dulu.
Aku mungkin memang tak seistimewa anak-anak lainnya, tapi aku menerapkan rasa pantang menyerah dalam hidupku. Aku belajar dari pengalaman hidup, bahwa aku boleh saja kecil tetapi aku akan membuat hal besar yang akan menorehkan kisah manis yang membuat orang lain peduli terhadapku.
Aku ingin mengucapkan terima kasih untuk ibu yang telah melahirkanku, meski aku tidak tahu bagaimana keadaannya saat ini. Entah ia masih hidup atau tidak. Terima kasih telah melahirkanku ke dunia dan menjadikanku anak yang hidup dari proses pembelajaran yang ku alami dalam setiap detik perjalanan hidupku.
Banyak hal yang mungkin dulu kuanggap sebagai kesalahan yang terjadi dalam kehidupanku, tetapi sekarang aku mulai sadar kenapa Tuhan menempatkanku pada posisi tersebut. Yaitu agar aku mampu menjadi orang yang lebih dewasa dan tidak hanya hidup dalam zona nyaman saja.
Tujuan hidupku sekarang hanyalah menjadi seseorang yang dapat dibanggakan dalam keluargaku dan tentunya ingin menjadi manusia yang normal tanpa dibedakan dari orang-orang sekitarku.Hal terpenting yang akan aku lakukan adalah membahagiakan orang tua angkatku yang masih dengan senang hati memeliharaku sampai saat ini.
Hidup mungkin tidak berjalan sesuai apa yang kita harapkan, namun kita dapat mengubahnya dengan pemikiran kita sendiri.
Satu hal yang dapat kupelajari dari pengalaman hidup, yaitu jika kita merasa diri kita kecil maka kita akan jadi orang kecil, namun jika kita merasa diri kita besar, kita akan menjadi orang besar. Mungkin kita dilahirkan tidak pada kondisi yang nyaman, namun, itu adalah suatu proses pembelajaran dalam hidup. Pandanglah orang lain berdasarkan perbuatannya bukan karena keadaannya. Setiap orang punya kekurangan, janganlah pandang orang-orang yang terlihat kecil dengan sebelah mata, karena mungkin merekalah yang menggenggam dunia.
Penulis: Rika Sitorus – Staff Divisi Penerbitan BO ECONOMICA FE UI 2014
Discussion about this post