Kasus penyerangan terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, telah genap dua tahun pada hari Kamis, 11 April 2019. Dalam rangka memperingati dua tahunnya kasus tersebut, Wadah Pegawai KPK bersama dengan Koalisi Masyarakat Sipil menggelar aksi di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Sejak pukul 13.00, pelataran gedung KPK telah dipadati oleh berbagai aliansi publik yang menyuarakan ketidakpuasan atas kinerja pemerintah terkait pengungkapan kasus penyerangan yang berlarut-larut ini. Hal tersebut dipertegas dengan orasi dan pembacaan deklarasi dari sejumlah pihak seperti perwakilan mahasiswa, masyarakat sipil, dan perwakilan struktural KPK.
Mengawali aksi tersebut, Aliansi Pemuda Pengawas KPK membacakan tuntutannya di atas mobil bak terbuka. Tuntutan tersebut diantaranya agar KPK tidak ikut berpolitik, akhiri ambisi kekuasaan Novel Baswedan, dan cabut penghargaan untuk Bambang Widjojanto, Abraham Samad, Novel Baswedan yang belum jelas maksudnya. Aksi berlanjut dengan tuntutan dari para pendemo agar pimpinan KPK segera keluar. Hal tersebut diikuti pula dengan aksi pendemo yang berusaha merangsek masuk ke dalam gedung KPK yang dijaga ketat oleh barikade Polri. Tidak berhenti sampai situ, pendemo melanjutkan aksinya dengan membakar spanduk di depan gerbang gedung KPK.
Tidak lama berselang, Juru Bicara KPK, Febri Diyansah, naik ke atas panggung di depan gedung untuk menemui massa. Beliau menyampaikan bahwa acara tersebut adalah acara bersama, acara tokoh, dan deklarasi nasional. Beliau mengajak massa untuk menyaksikan dan menyimak deklarasi yang akan disampaikan oleh perwakilan pegawai KPK, masyarakat sipil, dan unsur-unsur lain. Pernyataan Febri tersebut diakhiri dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan seluruh massa yang saat itu telah didominasi oleh mahasiswa.
Aksi peringatan ini memasuki inti acaranya ketika beberapa pihak menaiki panggung untuk menyampaikan orasi dan deklarasinya. Pihak-pihak tersebut diantaranya adalah Yudi Purnomo selaku Ketua WP KPK, Yunus Husein sebagai tokoh masyarakat, aktivis Nursyahbani, serta perwakilan mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia, di antaranya Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Padjajaran (Unpad), Universitas Airlangga (Unair), Universitas Islam Indonesia (UII), UPN Veteran Jakarta, dan lain-lain.
Dalam deklarasinya, Yudi Purnomo mengapresiasi antusiasme masyarakat yang datang dari berbagai daerah bahkan di luar pulau Jawa untuk ikut turun dalam aksi peringatan ini. Beliau mengatakan, jika sepuluh teror yang diterima KPK selama ini merupakan bukti bahwa KPK bekerja. “Apapun pilihan politik dan golongan rekan-rekan, merupakan bukti yang meningkatkan tekad kami dalam memberantas korupsi,” tutupnya.
Orasi dilanjutkan oleh Yunus Husein yang mengajak massa untuk sepenuhnya mendukung pemberantasan korupsi sehingga Indonesia menjadi negara yang bersih, tidak bangkrut karena para koruptor. Pada akhir orasinya, beliau menyerukan kalimat “Hidup KPK, Hidup Rakyat Indonesia” yang diikuti oleh seluruh mahasiswa dan massa yang hadir.
Nursyahbani memulai orasinya dengan menyerukan “Hidup KPK!” Dalam deklarasinya, beliau menuntut janji Presiden Joko Widodo untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) independen untuk mengungkap kasus penyerangan Novel Baswedan. Beliau menyatakan dukungan dan desakannya pada pemerintah untuk segera melaksanakan janjinya. “Kita harus memiliki tekad untuk menjadikan negara bebas korupsi dan menyatakan perlindungan terhadap pekerja dan aktivis-aktivis antikorupsi yang sesungguhnya setara dengan human rights defender,” tutupnya.
Orasi berikutnya disuarakan oleh Manik Margamahendra, Ketua BEM UI 2019, selaku perwakilan mahasiswa. Dalam orasinya, ia menegaskan pada seluruh mahasiswa dan massa yang hadir untuk berjuang melawan korupsi hingga akhir hayat. Ia mengajak untuk melepaskan identitas dan menanggalkan kepentingan politis karena perjuangan tersebut sesungguhnya adalah untuk rakyat. Dalam akhir orasinya, ia menyerukan kalimat “Lawan korupsi, jangan takut!” yang diikuti oleh seluruh massa.
Puncak deklarasi disampaikan oleh Yudi Purnomo yang membacakan empat poin penting, yakni mencanangkan tanggal 11 April sebagai hari terhadap teror dan pemberantasan korupsi, meolak kebohongan, kepura-puraan, dan kepalsuan semua pihak yang seolah-olah mendukung KPK, menuntut Presiden bersikap tegas dalam mengatasi teror dan segala bentuk upaya pelemahan KPK, menuntut Presiden untuk berhenti menunda pembentukan TGPF indepeden, mengungkapkan sepuluh kasus teror beserta kasus-kasus lainnya kepada KPK maupun pelanggaran HAM lainnya. Deklarasi ditutup dengan penyerahan poster berisi legitimasi petisi desakan pembentukan TGPF Independen yang didukung dan ditandatangani oleh 185.000 orang.
Di akhir sesi deklarasi, Manik berpendapat jika aksi ini dapat meningkatkan kepekaan dan memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk selalu mendukung pemberantasan kasus korupsi.
Kontributor: Ruthana Bitia, Sheila Firda
Editor: Vibi Larassati
Discussion about this post