Bayangkan: pada suatu siang bolong, Korea Utara meluncurkan sebuah Intercontinental Ballistic Missile (ICBM) atau misil balistik yang dipersenjatai hulu ledak nuklir dengan jangkauan hingga 5.600 Km[1]. Seluruh negara adidaya seketika menjalankan protokol darurat. Tidak ada yang tahu ke mana arah misil tersebut. Secara mengejutkan misil tersebut mengarah ke selatan, semakin mendekat ke arah Indonesia. Pada saat pemerintah Indonesia sadar bahwa misil tersebut mengarah ke negaranya, semuanya sudah terlambat. Hanya beberapa menit tersisa untuk melindungi diri. Cara terbaik untuk mempertahankan diri terhadap serangan nuklir adalah dengan bersembunyi di basement atau ruang bawah tanah[2]. Sayangnya, pemerintah Indonesia belum pernah melakukan latihan penanggulangan bencana nuklir kepada warganya sehingga hampir seluruh orang kebingungan. Angkatan Udara hanya bisa berusaha menghentikan misil tersebut dengan kamikaze, menabrakkan pesawat tempur dengan misil di tengah lintasan[3]. Usaha tersebut hampir dipastikan gagal karena kecepatan ICBM bukan tandingan pesawat tempur.
Hwasong-14, Salah satu ICBM milik Korea Utara. Sumber: KCNA
Saat ini terdapat lebih dari 14.000 senjata nuklir yang dimiliki oleh sembilan negara yaitu Rusia, Amerika Serikat, Prancis, Cina, Britania Raya, Pakistan, India, Israel, dan Korea Utara. Amerika Serikat dan Rusia menjadi jumlah pemegang terbanyak dengan enam ribu hulu ledak nuklir per negara[4].. Setiap hulu ledak nuklir memiliki kekuatan merusak dan mematikan berkali-kali lipat dari senjata konvensional. Dengan jumlah sebanyak itu, kemungkinan meledaknya salah satu hulu ledak menjadi cukup tinggi. Meski belum pernah menjadi kenyataan, masyarakat dunia kerap perlu berjaga-jaga mengingat seringnya insiden ini nyaris terjadi.
Sejak berakhinya Perang Dunia II, terdapat puluhan nuclear close call; insiden yang mengakibatkan hampir meledaknya bom nuklir tanpa diinginkan atau direncanakan. Puluhan kali juga manusia selamat dari bencana nuklir[5].Penyebabnya beragam: Kesalahpahaman, fenomena alam, human error, malfungsi alat, dan lain-lain. Salah satu kasus paling terkenal adalah ketika tahun 1961, sebuah pesawat bomber B-52 Stratofortress, mengalami kecelakaan sehingga mengakibatkan dua bom nuklir dengan kekuatan 4 megaton terjatuh di Goldsboro, Karolina Utara. Bom tersebut tidak meledak. Namun, lima dari enam pengaman salah satu bom tersebut telah rusak.
Pada 24 Januari 2019, Bulletin of the Atomic Scientist mempublikasikan Doomsday Clock untuk tahun ini[6]. Doomsday clock adalah jam simbolis dengan waktu tengah malam (00.00) yang merepresentasikan kepunahan umat manusia akibat perang nuklir. Doomsday Clock dibuat berdasarkan kondisi stabilitas politik dan keamanan dunia yang ditentukan oleh ilmuan dan ahli pada bidang nuklir. Hasilnya cukup menyeramkan: dua menit menuju tengah malam. Artinya, manusia akan mengalami bencana nuklir dalam waktu yang sangat dekat.
2 menit menuju kiamat: Bulletin of Atomic Scientist mengumumkan Doomsday Clock pada 24 Januari 2019 lalu. Sumber: thebulletin.org
Perang nuklir tidak akan berlangsung dalam hitungan tahun, bulan, ataupun hari, tetapi jam. Presiden Amerika Serikat hanya membutuhkan waktu sekitar lima belas menit untuk memerintahkan serangan senjata nuklir dari awal hingga peluncuran misil dilakukan[7]. Misil yang sudah diluncurkan dapat mengenai target di hampir seluruh belahan dunia dalam hitungan menit. Dengan ancaman yang begitu dekat dan cepat, apakah Indonesia siap menghadapinya?
Menurut Laksamana Muda Amarulla Octavian, Intercontinental Balistic Missile (ICBM) milik Korea Utara dapat menjangkau Indonesia dalam 16 menit[8]. Seberapa jauh seseorang dapat berpindah tempat dalam 16 menit? Dengan mobil seseorang hanya akan mencapai sekitar 20 KM tanpa kemacetan, sedangkan berlari hanya mencapai sekitar 3 KM. Jarak tersebut masih belum cukup untuk menghindari bahaya nuklir. Sistem deteksi dini yang belum mumpuni juga dapat menyebabkan bom nuklir yang datang ke Indonesia tidak terdeteksi[9]. Enam belas menit yang berharga untuk berlindung menjadi sia-sia. Indonesia belum mempunyai misil anti balistik yang mampu mencegat Intercontinental Ballistic Missile (ICBM)[10].
Tidak seperti negara Swiss, Finlandia, dan Rusia yang sudah cukup siap dalam menghadapi skenario perang nuklir, Indonesia belum mempunyai panduan yang jelas tentang bagaimana menghadapi serangan nuklir, baik itu dari sisi pemerintah, rakyat, dan militer. Kementerian Pertahanan pada RAPBN 2018 hanya mendapatkan jatah sebesar Rp105,7 triliun, sebuah penurunan dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp114,8 triliun[11]. Minimum Essential Force (MEF) TNI sampai tahun 2024 pun belum memperhitungkan skenario perang nuklir[12].
Bayangkan kembali misil ICBM asal Korea Utara yang sedang meluncur ke arah Indonesia. Misil tersebut mendarat dengan tepat di tengah Kota Jakarta. Dengan asumsi kekuatan ledak ICBM sebesar 10 Kt TNT yang pernah dites oleh Korea Utara pada 2013[13] dan disimulasikan menggunakan nukemap.com[14], tercipta bola api sebesar setengah kilometer yang otomatis meratakan seluruh area dengan tanah. Bom tersebut melebar dengan efek kerusakan yang semakin kecil jika radiusnya semakin besar. Diperkirakan sekitar total 740.000 jiwa meninggal akibat ledakan tersebut dan melukai sekitar dua juta jiwa. Kepanikan dan huru hara akan melanda karena terputusnya jaringan listrik, air, dan sinyal internet. Belum lagi ditambah kerusakan ekonomi mencapai hingga triliunan rupiah. Hanya butuh satu bom nuklir untuk membuat Indonesia luka parah.
Puing-puing kota Nagasaki setelah dijatuhi bom Atom oleh Amerika Serikat pada Perang Dunia II. Sumber: BBC
Presiden dan Wakil Presiden turut menjadi korban dalam serangan tersebut. Menurut UUD 1945 pasal 8 ayat 3[15]. Apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat, maka pelaksana tugas kepresidenan menjadi Triumvirat: Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Triumvirat secara langsung megambil deklarasi Keadaan Darurat Perang yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959 Tentang Keadaan Bahaya[16]. Implikasi dari penetapan keadaan darurat perang adalah: Pemimpin sipil digantikan dengan pemimpin militer dari daerah yang bersangkutan, Pemerintah Darurat Perang dapat dengan satu pihak memutuskan untuk memobilisasi rakyat untuk menjadi relawan perang, Setiap surat pemanggilan dan penyitaan barang dari Pemerintah Darurat Perang harus dipatuhi tanpa terkecuali, dan menghukum siapapun yang melanggar peraturan dan tidak patuh pada perintah Pemerintah Darurat Perang.
Untungnya, probabilita skenario perang nuklir terjadi sangat rendah. Alasan utama negara pemilik senjata nuklir belum pernah menembakkan nuklirnya secara sengaja kepada negara lain adalah doktrin Mutually Assured Destruction (MAD)[17]. Doktrin tersebut beranggapan bahwa perang dalam skala nuklir tidak akan memberikan kemenangan bagi pihak yang berperang, malah menghancurkan seluruh pihak. Doktrin MAD akan tetap berlaku apabila terdapat pihak-pihak yang memiliki kekuatan nuklir secara seimbang[18]. Dengan jumlah senjata nuklir yang seimbang antara Amerika Serikat dan Rusia pada saat ini, Mutually Assured Destruction masih menjadi doktrin terbaik sekaligus menjadi alasan rasional untuk tidak memulai perang nuklir sama sekali. Lain halnya apabila keseimbangan nuklir berubah, misalnya Rusia mengurangi sebagian besar senjata nuklirnya. Amerika Serikat akan lebih berpikiran untuk menyerang dengan nuklir karena kemungkinan kemenangan yang lebih besar dengan kerusakan yang lebih kecil.
Bom nuklir yang baru saja meledak dalam Operasi Tumbler-Snapper oleh Amerika Serikat pada 1952. Sumber; LLN
Namun tetap saja, mempunyai Alat Utama Sistem Pertahanan (Alutsista) seperti sistem radar dan misil anti balistik yang memadai adalah sebuah kewajiban untuk mempertahankan Indonesia dari ancaman apapun termasuk nuklir karena kemungkinan terjadi serangan nuklir tetap ada. Hingga saat ini, Indonesia masih menjadi target terbuka untuk serangan misil nuklir. Dengan kondisi yang ada sekarang, satu-satunya cara untuk selamat dari serangan misil nuklir adalah untuk tidak mendapatkan serangan dari awal.
Kontributor: Anugerah Tryandi Wiratama
Editor: Sekar Joewono, Miftah Rasheed Amir
Desain: Fanindya Dwimartha
Refererensi
[1] Britannica, The Editors of Encyclopaedia. “ICBM.” Encyclopædia Britannica, Encyclopædia Britannica, Inc., 28 Apr. 2017, www.britannica.com/technology/ICBM.
[2] “Nuclear Fact Sheet.” Www.dhs.gov, National Academics & U.S. Department of Homeland Security, 2005, www.dhs.gov/xlibrary/assets/prep_nuclear_fact_sheet.pdf.
[3] Mengukur Kekuatan TNI Dalam Perang Nuklir Korut. (2017). Retrieved from https://www.viva.co.id/berita/nasional/989285-mengukur-kekuatan-tni-dalam-perang-nuklir-koruthttps://www.viva.co.id/berita/nasional/989285-mengukur-kekuatan-tni-dalam-perang-nuklir-korut
[4] Kristensen, H., & Norris, R. (2018). World Nuclear Weapon Stockpile. Retrieved from https://www.ploughshares.org/world-nuclear-stockpile-report
[5] Close Calls with Nuclear Weapons. (2015). [Pdf]. Retrieved from https://www.ucsusa.org/sites/default/files/attach/2018/02/Close%20Calls%20with%20Nuclear%20Weapons.pdf
[6] “Current Time.” Edited by John Mecklin, Bulletin of the Atomic Scientists, 24 Jan. 2019, thebulletin.org/doomsday-clock/current-time/.
[7] Is Launch Under Attack Feasible?. (2018). Retrieved from http://www.nti.org/analysis/articles/launch-under-attack-feasible/
[8] Akbar, Raden Jihad, and Zahrul Darmawan. “Nuklir Korut Ke Indonesia Cuma Butuh Waktu 16 Menit – VIVA.” image_title, VIVA, 19 Dec. 2017, www.viva.co.id/berita/nasional/989205-nuklir-korut-ke-indonesia-cuma-butuh-waktu-16-menit.
[9] Saputra, S. (2018). Indonesia Harus Memperkuat Pertahanan Udara Nasional Dari Senjata Nuklir. Retrieved from http://rri.co.id/post/berita/502121/sorotan_kampus/indonesia_harus_memperkuat_pertahanan_udara_nasional_dari_senjata_nuklir.html
[10] Saputra, S. (2018). Indonesia Harus Memperkuat Pertahanan Udara Nasional Dari Senjata Nuklir. Retrieved from http://rri.co.id/post/berita/502121/sorotan_kampus/indonesia_harus_memperkuat_pertahanan_udara_nasional_dari_senjata_nuklir.html
[11] Situmorang, A. (2018). Anggaran di 2018 turun, TNI tetap pertimbangkan pengadaan alutsista. Retrieved from https://www.merdeka.com/uang/anggaran-di-2018-turun-tni-tetap-pertimbangkan-pengadaan-alutsista.html
[12] Renstra III dan IV TNI AU. (2018). Retrieved from https://lancerdefense.com/2018/06/02/renstra-iii-dan-iv-tni-au/
[13] “How Powerful Was N.Korea’s Nuke Test?” The Chosun Ilbo (English Edition): Daily News from Korea – Business/Sci-Tech > Business, 14 Feb. 2013, english.chosun.com/site/data/html_dir/2013/02/14/2013021400705.html.
[14] Wellerstein, A. (2018). NUKEMAP by Alex Wellerstein. Retrieved from https://nuclearsecrecy.com/nukemap/
[15] RI, S. (2018). J.D.I.H. – Undang Undang Dasar 1945 – Dewan Perwakilan Rakyat. Retrieved from http://www.dpr.go.id/jdih/uu1945
[16] PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG
NOMOR 23 TAHUN 1959. Dapat diakses di: http://ppid.tni.mil.id/files/Perpu-Keadaan-Bahaya.pdf
[17] Mutual Assured Destruction.” Nuclear Files: Library: Correspondence: Robert Oppenheimer: Letter, December 23, 1953, www.nuclearfiles.org/menu/key-issues/nuclear-weapons/history/cold-war/strategy/strategy-mutual-assured-destruction.htm.
[18] de Castella, T. (2018). How did we forget about mutually assured destruction?. Retrieved from https://www.bbc.com/news/magazine-17026538
Kajian Online adalah program kerja rutin Divisi Kajian B.O. Economica berupa tulisan argumentatif berlandaskan keilmuan yang mengangkat dan menanggapi fenomena sosial, politik, ekonomi, budaya dan teknologi dengan tajam, komprehensif dari sebuah sudut pandang.
Discussion about this post