Jumat, 2 Februari 2018, Tim Economica mewawancarai Alfian Tegar selaku Kepala Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM UI mengenai aksi yang dilakukan Zaadit Taqwa, Ketua BEM UI 2018 pada acara kunjungan Presiden Joko Widodo ke Universitas Indonesia.
Q: Seperti yang kita tau kondisi yang baru terjadi cukup kontroversial, yakni aksi Zaadit yang mengangkat kartu kuning pada Presiden Jokowi. Jadi kami mau bertanya alasan beliau mengangkat kartu kuning itu apa?
A: Mungkin saya cerita dulu dari awal maksud dari gerakan ini. Hari ini memang kami dari BEM UI dan BEM dari beberapa fakultas mengadakan aliansi gerakan dan itu memang untuk menyambut kehadiran Jokowi di Dies Natalis. Menurut pertimbangan kami, ini bisa jadi momentum untuk bisa langsung menyampaikan aspirasi melihat banyaknya isu-isu yang menyambut di awal tahun 2018. Nah akhirnya kenapa muncul simbol kartu kuning dan aksi kreatif, sebagai pengganti aksi massa atau aksi yang lebih ramai karena kami menyesuaikan dengan regulasi kampus. Karena terakhir itu pihak kampus memang melarang kegiatan aksi di kampus, seperti menempel properti di dinding dan segala macamnya.
Nah kami di sini akhirnya mencoba untuk mengambil jalan tengah, yaitu menjalankan aksi dari dua titik. Bahkan rencana awalnya itu ada aksi lagi, tapi akhirnya jadi dua titik saja, di Balairung dan yang kedua itu di stasiun. Nah yang di stasiun itu kita aksinya emang cuma di pinggir jalan stasiun. Kami cuma membentangkan tulisan berisi tuntutan kita, itu pun tulisannya nggak provokatif dan di situ kami mencoba ketika Pak Jokowi datang kita mencoba untuk sedikit berorasi. Dari situ, memang kami ingin menunjukkan identitas kartu kuningnya. Tapi saat itu mungkin, saya jelaskan juga ya kronologinya, sebelum kami mencoba untuk membuka tuntutan kami, kami sudah keburu diringkus oleh Paspamres, Polri, PLK, dan lain-lain. Saya sudah mencoba untuk ngobrol dan banyak negosiasi, sampai akhirnya saya ditarik paksa ke PLK untuk ngobrol. Nah itu aksi di stasiun, akhirnya kami nggak bisa berhasil untuk menyampaikan aspirasi ke Bapak Jokowi. Yang kami dapat cuma ringkusan dari aparat.
Terus yang kedua itu aksi yang di Balairung ya. Nah sebenarnya, aksi di Balairung ini adalah aksi yang sangat simbolik bahkan di sini nggak ada kericuhan sama sekali. Cuma di situ Zaadit memberanikan diri dan itu pun sebenernya untuk konsep gerakan simboliknya ya pembacaannya Zaadit ketika ada di sana. Di situ dia langsung meniupkan peluit dan menunjukkan kartu kuning setelah Jokowi selesai menyampaikan sambutan. Nah kartu kuning itu bisa dibilang adalah bentuk peringatan. Bentuk peringatan, kami mengingatkan kepada Presiden Jokowi, bahwa di tahunnya yang keempat itu masih banyak permasalahan yang harus diselesaikan sama Presiden Jokowi. Sebagai contoh, tiga tuntutan yang kami bawa, pertama mengenai gizi buruk di Asmat ya kan. Terus yang kedua itu mengenai dwifungsi Polri atau TNI. Yang ketiga itu mengenai peraturan baru mengenai Ormawa, Organisasi Mahasiswa.
Di sini, dari tiga isu ini, isu Ormawa itu muncul di tahun 2017 akhir, dan untuk yang Asmat ini memang panjang ya. Di 2018, ditambah isu dwifungsi itu seakan-akan kita kembali lagi ke Orde Baru dan tidak menghormati tuntutan informasi, ya udah dengan adanya momentum ini kami melihat sudah banyak (isu) yang menyambut gitu di tahun 2018 akhirnya kami coba untuk memberi pesan lewat aksi kartu kuning itu. Nah sebenarnya, kami sudah bikin kajian untuk aksi itu. Kajian itu rencananya mau kami berikan ketika aksi simbolik tadi. Jadi setelah memberi kartu kuning, kami memberikan kajian dalam bentuk buku kepada Jokowi. Kajiannya ada tiga di situ. Nah, ya udah tapi yang didapat ketika Zaadit mengeluarkan kartu itu, ia langsung diringkus oleh Paspampres. Nah mungkin banyak juga media yang framing bahwa ini ada gerakan segala macam, tapi ya ini adalah bentuk aspirasi dari Badan Eksekutif Mahasiswa UI dan BEM beberapa fakultas lainnya untuk bisa mencari cara bagaimana kita bisa mengingatkan Presiden Jokowi untuk meluruskan kerjanya di tahun terakhir.
Q: Ada yang bilang bahwa afiliasi ini dibuat secara mendadak. Apakah itu benar atau tidak? Kita melihat bahwa tidak seluruhnya perwakilan BEM Fakultas ada, bahwa hanya ada beberapa. Ada juga yang bilang bahwa kajiannya baru dikeluarkan dan ada yang belum. Nah itu bagaimana?
A: Siap. Nah sebenernya untuk masalah penyambutan Jokowi ini memang menjadi isu yang sangat insidentil. Maka karena kami juga baru mendapat informasi dari Chief Executive Meeting (CEM) yaitu Ketua BEM, dia sudah koordinasi dari tiga hari yang lalu. Kalau tidak salah, dari yang tiga hari lalu itu mereka (CEM) sudah ngobrol. Tapi kondisinya memang saya saat itu belum terpilih menjadi BPH Kastrat. Saya baru join itu kemarin atau dua hari yang lalu. Nah oleh karena itu di sini sebenarnya kita melihat kondisi lapangan. Di sini emang BEM UI dan BEM Fakultas harus bersifat dinamis. Mungkin Mas juga ada perasaan ketika Jokowi datang BEM UI dan BEM Fakultas tidak melakukan apa-apa, nanti akan banyak pertanyaan dari masyarakat. Di sini untuk menunjukkan kalau kita UI, kita menunjukkan sikap kritis kita tentang UI, akhirnya kita coba untuk ambil momentum itu. Tapi memang karena waktu yang sedikit, momentumnya juga mendadak, info dari MWA mengenai kedatangan Jokowi itu baru ada briefing dari Pak Arman, pihak dari Kemahasiswaan UI, itu kemarin. Jadi memang mau gimana lagi karena kita mau memanfaatkan (momentum). Di sini saya yakin Kadep Kastrat tidak mau bergerak tanpa kajian. Akhirnya Kajian sudah digerakkan oleh bersama. Kajian mengenai isu Asmat dibuat oleh FKM dan untuk sikap Ormawa itu kita coba ambil dari sikap yang diambil Mujab dan Iqbal. Terus buat kajian yang PLT Gubernur itu memang dibuat sama BEM UI. Itu memang bentuk kolaborasi menurut saya. Nah, di satu sisi, saya serahkan ke Wakadep kajian. Di sini saya bersama Fachry, Wakadep Akprop-nya, bisa bersama-sama CEM, karena konsepnya yang bisa lebih banyak (menjelaskan) itu CEM, tapi kami yang mengusulkan untuk gerakan hari ini yaitu di stasiun sama di Balairung. Jadi memang kalo dibilang kajiannya belum rilis, memang belum rilis. Tapi kita pun punya landasan yakni karena kita udah membuat itu, (tapi terhambat) karena kondisi waktu. Kapan rilisnya? Kemungkinan setelah ini akan ada press conference bersama beberapa media, nah di situ kita mau rilis tentang kejadian hari ini sama kajiannya. Jadi itu tetap kita rilis sebagai landasannya.
Q: Press conference-nya kapan?
A: Sebenarnya setelah ini (sedang disusun oleh Ave, Korbid Sospol), dan kemungkinan setelah ini, bisa jadi sekitar jam 2. Mungkin nanti bisa bertempatan di ruang Pusgiwa, BEM, atau tempat lain yang dapat memfasilitasi beberapa media untuk meliput.
Q: Setelah kejadian Kak Zaadit, istilahnya, diciduk oleh Paspampres, nah itu dibawa ke mana dan diapakan?
A: Jadi Zaadit dan saya memang diciduk oleh Paspampres dan lain-lain. Kami dibawa ke ruang PLK yang deket Pondok Cina. Itu memang sudah jadi konsekuensi perjuangan dan saya paham betul akan hal tersebut. Di situ memang kami diinterogasi, diminta biodata untuk nantinya di-share ke Polri, Paspampres, dll. Di situ saya bersifat kooperatif karena saya memang menghargai proses dan konsekuensi dari hal yang kami lakukan. Cuma ke depannya bagaimana saya nggak tau. Padahal menurut saya ini adalah kebebasan berekspresi, berpendapat. Pesan terakhir dari PLK ketika mereka memanggil kami lagi, kami harus bisa datang. Jadi, menurut saya, ini memang masih berlanjut. Tadi juga ada Polri yang mengatakan bahwa setelah ini, mereka ingin bertemu dengan pimpinan saya untuk ngobrol sebentar. Itu mungkin lebih ke Zaadit nanti ya.
Q: Saya mendengar bahwa ada agenda Pak Jokowi akan bertemu dengan BEM UI, tapi karena ada aksi ini akhirnya tidak jadi. Bagaimana pendapat anda?
A: Yang saya tahu dari Zaadit mengenai penyerahan kajian untuk agenda bertemu merupakan keputusan BEM UI dan Pak Arman Nefi (Bagian Kemahasiswaan UI). Beliau mengatakan bahwa memang setelah Jokowi berpidato akan ada kesempatan untuk kami memberi kajian, tapi itu belum pasti. Karena belum ada kepastian, kita punya harapan, nanti jatuhnya malah PHP (Pemberi Harapan Palsu) dan itu mengecewakan jadi untuk mengantisipasi hal tersebut pesan yang kami sampaikan melalui aksi simbolik di Stasiun UI dan Balairung.
Q: Tanggapan BEM UI terhadap kontroversi ini, khususnya dilihat dari segi etika yang dianggap menyalahi?
A : Kami nggak punya kekuatan media, selain idealisme. Kami rasa apa yg kami perjuangkan ini benar. Saya juga baca di MNC gerakan ini di framming, padahal gerakan ini tidak akan ricuh, kami akan membuat release kronologi, kajian, dan press conference. BEM fakultas ada yang tidak ikut sebenarnya karena ada alasan administrasi, seperti oprec (open recruitment) BPH, bukan karena menolak aksi. Jadi bisa dipastikan kondisi BEM fakultas lain bukan menolak tetapi ada alasan lain yang membuat tidak bisa berafiliasi.
Untuk BEM yang ikut berafiliasi yakni BEM UI, FKM, PSIKOLOGI, FIB, FMIPA, FKG, FIA, FASILKOM, dan VOKASI
Sedangkan BEM yang tidak ikut beserta alasannya yakni BEM FH (RKAT), FISIP (Oprec), FEB (Staffing), FK (Akademik), FT (Perwakilan), FF (Wawancara Staff).
Q : Jadi bisa disimpulkan bahwa semua BEM di UI setuju dengan aksi ini?
A : Pada dasarnya tidak ada yg menyebut tidak setuju, tapi ada yg menanyakan kajiannya bagaimana. Masalah kajian akan kami release secepat mungkin karena memang terkait aksi itu, malam kemarin (kami) sudah ditelepon terus oleh para intel Paspampres. Akhirnya karena kami ingin menjaga kerahasiaan aksi ini, meski sempat bocor juga, jadi release kajian rencanannya akan dilakukan pasca aksi ini. Jadi jelas juga memang pada dasarnya BEM lain bukan menolak tapi ada agenda.
Kontributor : Aji Putera, Harnum Yulia, Emily Sakina, Salsabila Raki
Editor : Nur Fajriah, Komang Gita
Discussion about this post