Indonesia yang memiliki luas laut kurang lebih 5,8 juta kilometer persegi serta luas lautnya yang kurang lebih dua pertiga dari luas negara Indonesia. Oleh karena itu Indonesia terkenal dengan sebutan “Tanah Air”. Menurut menteri kelautan dan perikanan Sharif Cicip Sutardjo, potensi hasil kelautan Indonesia mencapai 3000 triliun rupiah. Ini merupakan hasil yang sangat besar dan dapat menutup APBN negara Indonesia yang mencapai 1800 triliun rupiah.
Sementara itu, hasil perikanan sendiri hanya menyumbang sekitar sekitar 2 hingga 4 persen PDB Indonesia sejak tahun 2004 hingga tahun 2013, yakni bernilai 53 triliun rupiah hingga 292 triliun rupiah. Jika ditambah dengan hasil migas yang ada (dengan asumsi hasil migas mayoritas berasal dari laut), maka presentase sumbangan sektor migas dan perikanan berkisar antara 172 triliun hingga 693 triliun. Tentu saja angka ini sangat jauh dari potensi keluatan Indonesia yang ada.
Akan tetapi, banyak warga yang tinggal di sekitar pantai sebagai orang miskin. Nelayan bukan menjadi pekerjaan yang diinginkan oleh para penduduk muda.Kemiskinan yang masih tinggi serta ketimpangan bagi penduduk wilayah pantai membuat banyak penduduk yang beralih dari profesi nelayan dan pindah ke kota untuk mencari kehidupan yang lebih layak. Padahal, para nelayan ini memiliki skill dan pendidikan yang tidak terlalu tinggi sehingga mereka bekerja sebagai tenaga kerja yang memiliki upah/gaji yang murah.
Meskipun demikian, dengan makin canggihnya peralatan yang ada masa kini, maka sudah sewajarnya jika para nelayan modern mendapatkan hasil yang lebih banyak dalam sekali berlayar di laut. Akan tetapi peralatan yang canggih hanya bisa dimiliki oleh para nelayan yang memilki modal yang cukup besar. Pelaut tradisional kalah dengan pelaut dengan modal besar. Nelayan yang memiliki modal yang cukup besar mampu membeli peralatan yang canggih sehingga hasil tangkapan mereka makin banyak, sedangkan nelayan miskin hanya akan mendapatkan hasil tangkapan yang relatif tidak meningkat dari tahun ke tahun. Sehingga hal ini akan mencipatakan ketimpangan di wilayah pantai itu sendiri.
Koperasi sebagai perekonomian yang disusun atas asas kekeluargaan dan telah menjadi soko guru bagi perekonomian Indonesia saat ini masih minim perhatian dari pemerintah dan masyarakat sekitar. Koperasi bahkan cenderung digunakan sebagai tempat simpan pinjam seperti bank tanpa memanfaatkan lebih jauh. Koperasi bahkan bukanlah menjadi sesuatu yang diperjuangkan di fakultas fakultas ekonomi di Indonesia. Kementerian Koperasi hanya mendapatkan sedikit perhatian dari pemerintah jika dilihat dari data APBN tahun 2007 hingga 2013, Kementrian Koperasi dan UMKM hanya mendapatkan dana maksimal 1,8 triliun rupiah pada tahun 2013 dari APBN Indonesia yakni 1800 triliun rupiah. Berarti hanya 0,1 persen dari APBN. Sebelum itu nominal dana untuk Kementrian Koperasi UMKM bahkan lebih kecil lagi, bahkan sempat dibawah 1 triliun rupiah. Hal ini tentu saja tidak cukup untuk membangkitkan koperasi sebagai pilar utama perekonomian Indonesia.
Padahal melalui koperasi, para nelayan miskin ini seharusnya bisa bekerja sama untuk meningkatkan hasil laut yang ada. Dengan berkumpul bersama dalam wadah koperasi, maka nelayan ini bisa menyatukan modal dan kekuatan yang dimiliki untuk memperoleh peralatan yang canggih. Karena jika mengajukan pinjaman atau berusaha membeli langsung secara individu, maka para nelayan yang misin ini tidak akan sanggup mendapatkan peralatan yang canggih itu. Dengan demikian maka para nelayan ini akan mendapatkan peralatan yang cangih serta dapat menangkap hasil dari laut lebih optimal dan lebih efisien. Hal ini tentu saja dapat meningkatkan minat generasi muda dan para petani yang sebelumnya putus asa dalam bersaing untuk mendapatkan hasil dari laut semangat kembali untuk menjadi nelayan yang lebih modern serta tidak perlu melakukan urbanisasi ke kota dimana mereka belum tentu juga mendapatkan hidup dan pendapatan yang layak jika hidup di kota.
Selain itu, tidak hanya memanfaatkan koperasi untuk mendapatkan peralatan melaut yang canggih, para keluarga nelayan yang berkumpul dalam wadah koperasi ini dapat membuat home industry di wilayah tempat tinggal mereka dengan mengolah hasil ikan dan hasil laut lainnya untuk menjadi produk yang memiliki nilai tambah, seperti keripik, sarden, makanan ringan yang berasal dari laut, agar agar dan produk lainnya sehingga mereka mendapatkan nilai yang jauh lebih tinggi dari hasil laut. Dengan demikian para nelayan ini tidak hanya menjual ikan mentah dan segar hasil dari melaut, akan tetapi para nelayan tersebut dapat menjual berbagai produk yang berasal dari laut yang dapat memberi mereka pendapatan yang lebih tinggi. Sehingga kegiatan ini dapat mengurangi pengangguran di wilayah pantai serta dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga nelayan.
Akan tetapi, pengelolaan laut Indonesia haruslah arif dan bijak, tidak hanya mengambil hasil laut yang ada dengan seenak hati tanpa memperhatikan keadaan sekitar. Melalui koperasi ini, para penduduk di pemukiman nelayan diharapkan secara bersama sama dapat mengelola lingkungan sekitar dengan mengadakan iuran untuk pelestarian lingkungan, sosialisasi untuk pelestarian lingkungan serta melakukan musyawarah sehingga dapat mengimplementasikan penangkapan ikan yang tidak merusak lingkungan. Pelerstarian lingkungan melalui masyarakat sekitar dan berjalan sesuai kearifan lokal dapat berjalan lebih efektif daripada peraturan yang diterapkan secara paksa dari pemerintah karena jika ada yang melanggar, pelakunya akan mendapatkan sanksi sosial dan hal tersebut lebih mengena terhadap pelaku di Indonesia. Sehingga koperasi tidak hanya dijadikan sarana untuk bidang ekonomi, tetapi juga untuk hal lain seperti pelestarian lingkungan.
Dengan demikian maka koperasi bisa dimanfaatkan lebih banyak dan benar benar menjadi sarana dalam membangun perekonomian bangsa Indonesia. Koperasi yang telah disebutkan diatas dapat menjalankan fungsi ekonomi yang berasaskan kekeluargaan, kebersamaan dan gotong royong sehingga hal ini sesuai dengan Pasal 33 ayat 1 UUD 1945. Meskipun begitu, koperasi ini juga dapat menjadi sarana simpan pinjam layaknya koperasi lain. Sehingga koperasi tidak hanya menjadi sarana pendukung dalam perekonomian Indonesia, akan tetapi bisa bertransformasi menjadi sarana utama dalam perekonomian Indonesia.
Diperlukan adanya kesadaran dan kerja sama diantara para nelayan ini untuk membentuk koperasi di daerah pemukiman nelayan atau lebih mengoptimalkan koperasi yang ada di pemukiman nelayan. Serta para nelayan harus mulai memikirkan produk produk turunan dari ikan dan hasil laut lainnya sehingga para nelayan bisa merasakan manfaat yang lebih besar dari hasil laut selama ini. Sehingga, di sini juga diperlukan dukungan pemerintah dalam pengelolaan koperasi di daerah pemukiman nelayan serta penyuluhan dari pemerintah tentang pemanfaatan dari hasil laut yang ada. Selain itu pemerintah dapat memberi bantuan berupa peralatan modern dan dana untuk membantu nelayan untuk meningkatkan hasil dari melaut. Sehingga peran aktif dari pemerintah dan masyarakat di sini sangat diperlukan agar dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan di wilayah pemukiman nelayan.
Maka jika koperasi bisa dimanfaatkan seperti keadaan diatas, maka kekuatan nelayan Indonesia akan bangkit serta hal ini akan sesuai dengan julukan negara Indonesia sebagai negara maritim. Indonesia sebagai negara maritim sudah layaknya meningkatkan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan laut serta nelayan yang mengandalkan hasil dari laut yang sangat luas di Indonesia ini sudah layaknya mengalami peningkatan kesejahteraan. Selain itu, koperasi yang merupakan soko guru perekonomian Indonesia harus dibangkitkan kembali dan dimanfaatkan lebih jauh dari keadaan yang ada saat ini. Perekonomian berdasarkan asas kekeluargaan melalui koperasi ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat umum dan mengurangi ketimpangan yang ada. Dengan demikian maka kita akan melaksanaan amanat UUD 1945 dan dapat mendekatkan Indonesia dengan salah satu tujuan negara sesuai Pembukaan UUD 1945 Alinea IV yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum.
Penulis: Hazmi Ash – Staff Divisi Kajian BO ECONOMICA FE UI 2014
Discussion about this post