Antarina SF Amir dikenal sebagai tokoh pendidikan Indonesia. Antarina memandang sistem pendidikan di Indonesia selama ini mengakibatkan hidup yang berbentuk statis. Siswa hanya berorientasi mengejar nilai yang bagus, menghafal buku teks, dan hanya mengikuti perintah guru. Atas keprihatinan ini, Antarina mendirikan HighScope Indoensia untuk mewujudkan manusia yang cerdas, kreatif, mampu berpikir kritis,dan berkarakter kuat. Antarina berusaha mengembangkan pendidikan yang seimbang antara kognitif, sosial, dan emosional sehingga siswa tidak merasa terforsir namun justru termotivasi untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri. Kini Antarina menjabat sebagai Managing Director HighScope Indonesia.
Di sela-sela kesibukannya, Tim ECONOMICA menemuinya untuk menggali kisah inspirasi dan suksesnya.
Mengapa Anda memilih Fakultas Ekonomi UI?
Ada beberapa alasan.Jadi sebenarnya saya itu suka Matematika, dan sebenarnya sudah diterima di jurusan Matematika. Tapi terus terang saya bingung, pilihannya itu apakah berdasarkan apa yang saya suka atau berdasarkan prospek. Kalau dilihat dari prospek, ekonomi bagus. Tapi saya tanya dulu, ada enggak Fakultas Ekonomi yang ada angka-angkanya. Ternyata ada akuntansi.Jadi pilihan kedua saya di Fakultas Ekonomi.Kemudian pertimbangan berikutnyaadalah networking. Saya lihat FE UI memiliki networking yang cukup bagus.Selain itu mindset saya waktu itu adalah yang penting mudah dapat kerja.
Apa saja nilai yang Anda dapat selama berkuliah di FE Ui?
Tujuan manusia itu ujung-ujungnya untuk belajar dalam mengambil keputusan. Menurut saya, yang membedakan manusia satu dengan yang lain adalah ketika mengambil suatu keputusan. Hal yang penting dalam pengambilan keputusan ini adalah mengenai konsep.Ketika bersekolah dari kecil sampai SMA,kita itu belajar how to learn.Kemudian ketika kuliah, kita baru belajar konsep. Di FE UI, saya menerima banyak konsep yang kemudian saya gunakan, seperti konsep cost-benefit analysis, opportunity cost, dan sebagainya. Setiap keputusan yang kita ambil harus kita hitung terlebih dahulu, berapa banyak biaya yang dikeluarkan, dan berapa banyak manfaat yang didapatkan. Kemudian karena pentingnya konsep tersebut, saya terlatih dan terbiasa untuk selalu mengambil esensi dari suatu pembelajaran, kejadian, dan sebagainya.
Selain itu, kehidupan di FE UI ini juga cukup memiliki kompetisi yang ketat.Jadi kita juga selalu terbiasa untuk melakukan yang terbaik untuk mencapai tujuan. Saya juga mempelajari konsep untuk menjagabalance di dalam hidup dari FE UI.
Bagaimana cerita awalnya Anda membangun karier?
Saya duIuketika di FE UI sempat bekerja menjadi auditor di Arthur Young.Dari situ saya merasa kalau jiwa saya tidak cocok untuk menjadi auditor, karena saya itu cenderung lebih dinamis. Oleh karena itu waktu saya berkuliah di Amerika, saya justru mengambil master di marketing dan sedikit financial, serta sistem informasi,karena kata orang waktu itu marketing dan teknologi informasi adalah yang paling bagus di sana. Ketikakuliah di sana, saya menemukan bahwa saya merasa lebih dinamis di marketing dan strategic management.Begitu pulang darisana, karena satu MBA saya dari Rottery Club, dan dua sekolah master saya merupakan beasiswa dari STEKPI, jadi saya mengajar dulu di STEKPI. Namun saya merasa kalau saya hanya mengajar saja, kerjaan saya menjadi tidak seimbang,karena hanya teori saja tanpa praktik.Oleh karena itu, saya juga bekerja di KAP Amir Abadi Jusuf.
Setelah menikah, suami saya mendukung saya untuk membuka usaha.Jadi kan suami saya seorang profesional, sehingga supaya balance, saya ingin membuka usaha sendiri. Pertama kali saya mencoba untuk menjadi representatif CSC (Computer Science Corporation) dari Amerika.Tetapi ternyata, mereka tidak jadi masuk ke Indonesia.Ketika saya menyekolahkan anak saya di Highscope, saya lihat ternyata sekolah ini bagus.Kemudian terpikir oleh sayabahwa seharusnya Highscope ini juga ada di selatan, karena waktu itu Highscope hanya ada di Jakarta Pusat, tepatnya di Menteng.Kemudian saya pikir bagaimana mendirikan Highscope di selatan,sementara Highscope yang di Jakarta Utara ditutup oleh Amerika.
Suatu ketika teman saya mengajak ke Singapura untuk meminta lisensi, karena untuk Indonesia, Malaysia, dan Singapura, lisensinya dipegang oleh Singapura.Tapi saya tidak mendapatkan lisensi dari Amerika, saya hanya mendapatkan izin buka sekolah dari Singapura.Berjalan satu tahun, ketika itu sedang terjadi krisis moneter.Saya pun pergi ke Amerika, karena menurut saya Singapura dengan penduduk yang sedikit akan merebut orang dari Indonesia. Oleh karena itu, saya ke Amerika untuk mempertanyakanmengapa saya berada di bawah Singapura. Tapi rupanya mereka tidak bisa menjawab. Hal itu bejalan selama satu tahun. Ketika mereka ingin renewing contract, saya bilang kalau saya ingin lepas dari Siangapura.Saya mengurus lisensi dari tahun 1997, kemudian di tahun 2000, saya baru bisa mendapatkannya.Sampai sekarang, Highscope Singapura benci dengan kita karena kita bisa lepas dari mereka, sampai akhirnyamereka pun tutup.Sekarang keadaannya berbalik,kalau mau meminta lisensi, harus ke Indonesia, bukan lagi Singapura.
Tapi yang menarik, saya mendirikan Highscope dari nol,dari hanya pre-school,saat itu kami cumapunya 8 murid. Bahkan saya bersama dua teman mengerjakannya secaramultitasking, dari ikut mengajar, marketing, berjualan, membuat modul training sendiri, dan sebagainya.Saya memiliki opini bahwa kalau kita bisa menjual barang yang memang sudah bagus, hal itu biasa saja, tetapi kalau bisa menjual barang yang belum jadi – masih berupa konsep – itu baru benar-benar bagus.Itu yang memotivasi saya dalam melakukan usaha ini.Saya juga membuat modul training sendiri untuk mengantisipasi kemungkinan kalau Amerika tidak memberikan lisensinya, sehingga dengan saya membuat modul training sendiri, saya bisa mendirikan Highscope ini sendiri meski tanpa lisensi sekalipun. Namun Alhamdulillah, pada akhirnya kami mendapatkan lisensi tersebut. Kemudian setelah selesai Pre-school, ternyata para orang tua murid meminta agar kami juga membuka Sekolah Dasar.
Akhirnya saya ke Amerika, mulai ikut pelatihan lagi.Ketika saya akan membuka SD, ternyata Amerika menutup divisi untuk SD dan SMP. Saya down waktu itu,karena harus belajar lagi, membuka buku lagi.Tapi Alhamdulillahsaat ini, kita berhasil membuka untuk SD, SMP, hingga SMA. Sekarang justru Amerika yang melihat kepada kita.Highscope Amerika, Chili, Korea malah yang bertanya ke sini. Beginilah kita saat ini. Ini semua karena ilmu yang saya dapatkanketika di FE UI, yaitu ilmu me-manage, ilmu itu sangat terpakai di sini. Saya melihat Highscope Amerika memang kurang baik management-nya.
Menurut Anda, apa sebenarnya kelebihan dari sekolah Highscope?
Jadi begini, banyak lulusan perguruan tinggi yang baik, tapi kehidupan mereka kurang mencukupi. Mengapa? Karena mereka kurang memiliki soft skill. Nah, sekolah ini melatih dan menguatkansoft skill mereka sejak kecil.Jadiwaktu mereka kuliah,tinggal belajar konsep untuk proses pengambilan keputusan saja. Tapi waktu saya bilang ini di pre-school, masih banyak yang tidak percaya. Kebetulan sekali waktu itu, Pak Rhenald Kasali menulis sebuah buku,Change!judulnya. Dia bilang kepada saya, “Rin, Change! Suatu saat,orang yang percaya kepada kamu, akan meninggalkan kamu. Tetapi orang yang tidak percaya kepada kamu, akan percaya kepada kamu,” dan memang benar ucapannya tersebut. Orang-orang yang mendukung saya justru keluar, anak-anaknya ditarik dan dipindah ke sekolah lain. Padahal mereka adalah pendukung-pendukung setia saya. Orang-orang yang dari luar justru pindah ke sini. Saya ingat betul itu kata-kata Pak Rhenald. Kata-katanya itu yang membuat saya semangat dalam berjuang.
Tapi perjuangannya sungguh luar biasa. Yang pasti saya sampai berkunjung ke ratusan sekolah-sekolah di Singapura, Australia, Meksiko. Semuanya dilakukan untuk mencari tahu sistem sekolah yang benar itu bagaimana sih.Dari kunjungan-kunjungan itu, ternyata banyak yang sama dengan konsep dasar Highscope ini. Hal itulah yang membuat saya berani bilang kepada orang tua murid, “You take it or you leave it!” karena saya yakin kalau sekolah ini benar.Dari perjuangan itu, sekarang saya ingin metode ini juga bisa dinikmati orang-orang level bawah, tentunya tanpa menghancurkan bisnis ini.Banyak orang yang mempertanyakan alasan saya tidak membuka sekolah ini untuk orang-orang tingkat bawah.Tapi menurut saya, kalau di luar negeri mungkin bisa karena ada bantuan dari pemerintah.Kalau di sini? Kita tidak menggunakan bantuan Pemerintah. Bahkan saya mau presentasi di depan Pemerintah saja susah sekali, karena kalau sudah masuk ke ranah pemerintahan, semuanya jadi suasana politis.
Apa mimpi Anda yang masih ingin dicapai ke depannya?
Saya ingin bergerak lebih banyak di bidang sosial,tentunya dengan membantu pemerintah untuk memajukan masyarakat, Konkretnya mungkin melalui pendidikan, mungkin juga melalui organisasi-organisasi lain.Saya juga mulai membuka TK gratis bersama teman saya, tujuannya untuk masyarakat yang kurang mampu.Tetapi dari 20 kelas, hanya terisi 11 kelas, padahal sudah gratis.Hal itu karena mereka memiliki pertimbangan yang banyak.Jadi intinya, saya ingin melihat dampak dari sistem ini dalam komunitas yang lebih besar.
Saya sebenarnya juga ingin membuat science center, school of art, namun investasi yang dibutuhkan begitu besar.Akhirnya itu membuat saya untuk cenderung ke sosial saja. Sekarang saya merasakan kenikmatan yang luat biasa ketika melihat perkembangan dari anak-anak, dari sebelum masuk pre-school yang belum tahu apa-apa, kemudian tumbuh menjadi anak yang beranidan percaya diri.Saya juga ingin mempopulerkan ini ke dunia internasional, sekaligus membuktikan bahwa Indonesia bisa melakukan ini.
Apa pesan Anda untuk mereka yang masih kuliah di FE UI?
Yang membentuk nama baik FE UI itu adalah anggota dari FE UI itu sendiri.Jadi ketika mahasiswa menjadi alumni, mereka adalah yang mengharumkannya. Intinya FE UI itu dapat menjadi nama yang harum karena kualitas alumninya. Jadi jangan berharap FE UI yang memberikan nama kepada kalian, tetapi kalian sendiri yang harus berbuat sesuatu untuk FE UI, ingat ya,kalian sendiri yang seharusnya mengharumkan nama FE UI.
Penulis: Ahmad Faris
Discussion about this post